Persatuan Sepak bola Indonesia Tjirebon (PSIT) merupakan klub sepakbola asal Kota Cirebon, Jawa Barat. Klub ini mulai berdiri pada tahun 1934. Pada masanya, PSIT Kota Cirebon menjadi salah satu klub besar yang ada di Jawa Barat, selain Persib Bandung. Bahkan saat itu, dua klub tersebut menjadi kiblat bagi dunia sepakbola di wilayah Jawa Barat.
"Jadi dulu di Jawa Barat itu cuma ada Persib dan PSIT. Persib berdiri pada tahun 1933, sedangkan PSIT tahun 1934," kata Ketua PSIT Kota Cirebon, Edi Suripno saat berbincang dengan detikJabar, belum lama ini.
"Dan dulu, kiblat sepak bola di Jawa Barat, plus Banten ya pada waktu itu, kalau wilayah Priangan itu Persib, kalau wilayah timur atau Pantura itu PSIT," kata Edi melanjutkan.
Ketika itu, bisa bergabung dengan klub PSIT boleh dibilang menjadi impian bagi banyak pemain sepak bola. Hanya saja harus melewati proses seleksi yang sangat ketat. Melalui proses seleksi ketat yang diterapkan oleh PSIT, hanya pemain sepak bola dengan kemampuan di atas rata-rata yang memilik kesempatan untuk bisa bergabung.
"Dulu, anak-anak muda dan insan sepakbola untuk di wilayah Pasundan itu bercita-cita ingin menjadi pemain Persib, nah kalau di wilayah Timur atau Pantura ini ingin menjadi pemain PSIT, sebagai jenjang menuju Timnas," ucap Edi.
Hingga tahun 1996, PSIT sendiri bermarkas di Stadion Gunung Sari, Jalan Tentara Pelajar, Kota Cirebon yang saat ini berubah menjadi tempat pusat perbelanjaan, Grage Mal. Akibat adanya alih fungsi lahan itu, PSIT pun kemudian berpindah markas ke Stadion Bima, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon hingga sekarang.
"Dulu homebase-nya itu di Stadion Gunung Sari yang sekarang jadi Grage Mal. Di Gunung Sari itu terkahir sampai tahun 1996. Terus bergeser ke Stadion Bima," kata Edi.
Sekadar informasi, Stadion Bima Kota Cirebon sendiri merupakan salah satu venue yang digunakan dalam ajang Liga 3 Seri 2 Jawa Barat 2022.
Prestasi PSIT Kota Cirebon
Sebagai klub besar pada masanya, banyak prestasi yang telah diraih oleh PSIT Kota Cirebon. Tidak hanya tingkat daerah, torehan prestasi yang berhasil diraih oleh klub berjuluk Laskar Caruban Nagari itu hingga level nasional.
Menurut Edi, di era tahun 1980-an PSIT Kota Cirebon pernah berhasil menjadi juara tingkat daerah dalam ajang Pekan Olahraga Daerah atau Porda. "Untuk prestasi, kalau mengatasnamakan daerah di Porda, pemain PSIT itu pernah jadi juara di tahun 1980-an. Kalau ukurannya Porda, kita pernah mencapai prestasi tertinggi," ujar Edi.
Sementara untuk di tingkat nasional, PSIT Kota Cirebon juga pernah berhasil meraih juara 3 dalam ajang kompetisi antarklub se-Indonesia pada sekitar tahun 1989. "Bahkan waktu itu, banyak juga pemain-pemain dari PSIT yang dibawa untuk bergabung dengan klub yang bermain di Liga Galatama. Kalau sekarang sih Galatama itu Liga 1. Mungkin ada sekitar 6 atau 7 orang pemain PSIT yang dibawa ke Liga Galatama, seperti Pak Budi, Pak Robawi dan lain-lain," kata Edi.
"Termasuk dulu PSIT juga pernah melahirkan pemain-pemain nasional, ada Heri Setiawan, Kholik dan beberapa nama lain. Itu di era tahun 1980-an," ucap dia.
Saat itu, untuk menghasilkan pemain-pemain berkualitas, PSIT Kota Cirebon memiliki cara tersendiri. Salah satunya yakni dengan rutin menyelenggarakan kompetisi sepak bola yang diikuti oleh sejumlah klub. Dari ajang kompetisi itulah PSIT Kota Cirebon kemudian akan menjaring atau memilih pemain-pemain berkualitas untuk memperkuat klubnya.
"Dulu itu ada liga internal PSIT. Untuk menghasilkan pemain, PSIT dulu itu punya kompetisi untuk menjaring para pemain," kata Edi.
Meredupnya PSIT Kota Cirebon
Pernah menyandang predikat sebagai salah satu klub besar di Jawa Barat pada masanya, kondisi berbeda justru dialami oleh PSIT Kota Cirebon di era sekarang. Alih-alih bisa bersaing dengan klub-klub besar di Liga 1, PSIT Kota Cirebon hanya bermain di kasta bawah liga Indonesia, yaitu Liga 3 Seri 2 Jawa Barat.
Edi mengakui kondisi PSIT Kota Cirebon saat ini tidak seperti dulu yang banyak menorehkan prestasi. Dalam ajang Liga 3 Seri 2 Jawa Barat 2022, PSIT Kota Cirebon sendiri bahkan tidak mampu untuk lolos ke babak 8 besar. Menurut Edi, ada beberapa alasan yang membuat PSIT sulit untuk kembali bangkit seperti dulu. Salah satunya adalah terkait dengan soal pendanaan.
"Untuk menjadi klub berprestasi, maka diperlukan pemain-pemain berkualitas. Dan untuk mendapatkan pemain yang berkualitas, maka dibutuhkan dana besar. Liga 3 itu belum ada yang punya sponsor tetap dan nilai besar. Maka dari itu, prestasi PSIT tidak seperti dulu karena soal pendanaan," kata dia.
"Dan di era tahun 2000-an itu ada aturan untuk tim di Liga 3, seperti PSIT ini tidak boleh dipegang oleh pejabat struktural pemerintah. Karena dia (klub) harus berbentuk PT, maka harus bisa mengelolanya sendiri. Kalau dulu APBD bisa langsung memberi (ke klub), bisa dianggarkan," kata Edi menambahkan.
Di samping itu, Edi juga mengakui jika redupnya nama PSIT Kota Cirebon di dunia sepak bola Indonesia disebabkan karena minimnya proses pembinaan untuk para pemain. "Kita akui inilah kekurangan kita. Periode kepengurusan saya kan kita dihadapkan dengan COVID-19 selama dua tahun sehingga tidak boleh ada kompetisi. Pembinaan juga tidak berjenjang. Kami sadari itu. Itu yang menjadi koreksi kami," kata Edi.
Penyebab lain yang membuat PSIT sulit untuk bangkit adalah karena kurangnya fasilitas saranan dan prasarana yang memadai. "Kita lapangan tinggal berapa. Meskipun ada beberapa, tapi kan yang layak cuma ini (Stadion Bima Kota Cirebon). Ini juga yang menjadi kendala," ucap Edi.
(iqk/iqk)