Sejarah Kerajaan Kahuripan Sekaligus Masa Kejayaan dan Keruntuhannya

ADVERTISEMENT

Sejarah Kerajaan Kahuripan Sekaligus Masa Kejayaan dan Keruntuhannya

Muhammad Alfathir - detikEdu
Selasa, 22 Okt 2024 07:00 WIB
Candi Jolotundi di Seloliman, Mojokerto, ini akrab disebut Petirtaan Jolotundi ini diduga dibuat pada tahun 997 Masehi, di zaman Prabu Airlangga memimpin Kerajaan Kahuripan. Airnya dipercaya mampu membuat awet muda. Petirtaan Jolotundo ini berada di lereng Gunung Penanggungan Konon tempat yang dibangun 997 Masehi ini dibangun Raja Udayana untuk anaknya, Prabu Airlangga. File/detikFoto.
Petirtaan Jolotundo yang dibanung era Kerajaan Medang Jawa Timur awal. Foto: Budi Sugiharto
Jakarta -

Kerajaan Kahuripan merupakan kerajaan yang terletak di dekat lembah Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Raja Airlangga sebagai lanjutan dari Kerajaan Medang yang sebelumnya melakukan perpindahan ibu kota dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Kahuripan hanya memiliki satu orang raja selama masa berdirinya kerajaan tersebut. Namun, peninggalan kerajaan ini dapat dilihat dalam berbagai prasasti yang menceritakan masa kejayaan Kahuripan. Lantas, bagaimana sejarah Kerajaan Kahuripan?

Berikut sejarah, masa kejayaan dan keruntuhannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Kerajaan Kahuripan

Pada abad ke-10, terjadi musibah gunung merapi yang mengakibatkan berpindahnya Ibu Kota Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Peristiwa ini disebut sebagai "pralaya" atau "kehancuran dunia" oleh penduduk Kerajaan.

Perpindahan Ibu kota ke Medang, Jawa Timur ini sekaligus mendirikan Kerajaan Medang yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Medang sempat berkembang di bawah kepemimpinan beberapa raja, salah satunya adalah Raja Airlangga.

ADVERTISEMENT

Pada masa kepemimpinannya, Raja Airlangga banyak menaklukan berbagai wilayah dan memindahkan pusat pemerintahan ke Kahuripan. Seiring waktu, Kerajaan Medang kemudian disebut sebagai "Kerajaan Kahuripan" karena lokasinya yang berada di Kahuripan.

Dengan demikian, Raja Airlangga sebagai pemimpin kemudian dikenal sebagai pendiri Kerajaan Kahuripan. Kerajaan ini disebut juga sebagai Kerajaan Medang Kahuripan karena merupakan lanjutan dari Kerajaan Medang, sebagaimana dikutip dari studi yang diterbitkan oleh Jambura History and Culture (2019) karya Fikri dan Syarifuddin.

Masa Kejayaan Kerajaan Kahuripan

Sejak masa berdirinya Kerajaan Kahuripan, kerajaan ini hanya pernah dipimpin oleh satu orang pemimpin, yakni Raja Airlangga. Meskipun begitu, Raja Airlangga dikenal sebagai pemimpin yang berhasil membawa Kahuripan pada masa kejayaanya.

Mengutip dari studi yang diterbitkan oleh Historiography (2024), keberhasilan Airlangga dapat dilihat berdasarkan beberapa prasasti, sebagai berikut:

Prasasti Cane (1021 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga pernah memberikan hadiah sima (tanah yang dikhususkan untuk bangunan suci) pada masyarakat Desa Cane karena telah membantu meraih kemenangan Kerajaan Kahuripan.

Prasasti Kakurugan (1022 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga memberikan sima kepada keluarga dari Dyah Kaki Ngadulengen karena telah berbakti kepada Kerajaan Kahuripan.

Prasasti Pucangan (1029 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga berhasil mengalahkan beberapa pemimpin pada masanya, seperti Raja Wisnuprabhawa pada tahun 1029 M dan Raja Wijayawarmma pada tahun 1035 M.

Prasasti Baru (1030 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga berhasil memenangkan perang melawan Raja Hasin dan memberikan sima kepada masyarakat desa baru karena telah memberikan tempat tinggal kepada Raja Airlangga dan pasukannya saat berperang.

Prasasti Kamalagyan (1037), menyebutkan usaha Raja Airlangga dalam memakmurkan Kerajaan Kahuripan dengan melakukan pembangunan bendungan di Waringin Sapta.

Masa Keruntuhan Kerajaan Kahuripan

Menurut buku Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha (2022) karya Rizem, runtuhnya Kerajaan Kahuripan disebabkan karena sang putri mahkota, Dyah Sanggramawijaya menolak untuk menggantikan Airlangga sebagai Raja Kahuripan.

Berdasarkan Prasasti Cane (1021) dan Prasasti Turun Hyang (1035), alasan putri mahkota menolak dinobatkan sebagai pemimpin karena ia lebih memilih hidup sebagai pertapa daripada memimpin kerajaan.

Akhirnya, Raja Airlangga yang memiliki 3 orang anak, memutuskan untuk membagi kekuasaannya kepada dua putranya, yakni Kerajaan Jenggala yang diserahkan kepada Raden Jayengrana dan Kerajaan Panjalu yang diserahkan kepada Raden Jayanagara.

Pembagian kekuasaan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perang saudara di antara keduanya. Berdirinya kedua kerajaan tersebut menandakan akhir dari pemerintahan dan sejarah dari Kerajaaan Kahuripan




(nah/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads