Menengok Sejarah Gereja Katedral, Gereja Induk di Kota Semarang

Menengok Sejarah Gereja Katedral, Gereja Induk di Kota Semarang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Selasa, 24 Des 2024 15:13 WIB
Suasana persiapan Natal di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci di Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (24/12/2024).
Suasana persiapan Natal di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci di Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (24/12/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Kota Semarang tak hanya memiliki berbagai objek wisata bersejarah yang terkenal seperti Lawang Sewu, Kota Lama, hingga Tugu Muda. Kota Atlas ini juga memiliki Gereja Katedral yang menyimpan sejarah panjang.

Gereja dengan nama Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci yang berlokasi di Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, itu berada di kawasan Tugu Muda.

Pohon-pohon rindang tampak membuat suasana di sekitar gereja menjadi teduh. Beberapa jemaah tampak menyiapkan karangan bunga yang akan digunakan untuk misa malam Natal sore nanti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Romo Yosafat di Gereja Katedral Semarang, Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (24/12/2024).Romo Yosafat di Gereja Katedral Semarang, Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (24/12/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Romo Paroki, Romo Yosafat, menceritakan sejarah Gereja Katedral yang kerap ramai dikunjungi umat Katolik untuk beribadah. Ia mengatakan, Gereja Katedral Semarang telah berusia sekitar 86 tahun.

"Diresmikan pada tanggal 30 Juli, 86 tahun yang lalu. Maka ini menjadi gereja Ibu dari satu keuskupan, karena gereja Katedral ini gereja miliknya Bapak Uskup," kata Romo Yosafat di Gereja Katedral, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (24/12/2024).

ADVERTISEMENT

"Maka di dalam gereja selalu ada katedral di tempat uskup, maka diberi nama katedral dan selama 86 tahun itu juga selalu mengalami tahap-tahap perkembangannya. Semula dari hingga menjadi keuskupan," sambungnya.

Selain dikunjungi untuk beribadah, kata Romo Yosafat, Gereja Katedral juga kerap dikunjungi umat Katolik untuk berziarah. Para romo pun tak jarang berkunjung dan memanjatkan doa di gereja tersebut.

"Gereja Katedral bukan gereja terbesar. Kalau terbesar itu kan secara fisik, tetapi ini menjadi gereja induk, gereja Ibu dari seluruh gereja-gereja di keuskupan. Kalau gereja ibu itu yang semua gereja itu terpusat di sini, terarah di sini. Dan ini menjadi pemersatunya," tuturnya.

Saat berdiri di depan Gereja, tampak tulisan 'Sub Tutela Matris'. Romo Yosafat menjelaskan, kalimat dalam bahasa latin itu memiliki arti 'di bawah perlindungan Bunda Maria'.

"Jadi gereja ini diberi perlindungan oleh Bunda Maria, Ratu Rosari suci. Maka semangatnya ada pada perlindungan Bunda Maria. Makanya itu menjadi dominan ya kata Ibu, kata Bunda," jelasnya.

Sementara di dalam gereja yang tampak megah dengan arsitekturnya yang menawan, tertulis 'Ego Quasi Rosa Plantata Super Rivos Aquarum Fructificavi'. Ia menjelaskan, kalimat yang merupakan pepatah itu menggambarkan Bunda Maria.

"Artinya 'aku seperti bunga mawar yang ditanam di tepi aliran sungai, yang berbunga dengan sangat lebat', menggambarkan Bunda Maria," tuturnya.

"Aliran sungai itu sebenarnya kalau dalam kitab Perjanjian Lama menggambarkan air yang keluar dari bait Allah, yang memberi kehidupan bagi siapa saja yang dilewati aliran air itu," sambungnya.

Sosok uskup agung pribumi pertama Indonesia, Mgr Albertus Soegijapranata juga tak lepas dari sejarah Gereja Katedral. Ia sempat menjadi tokoh yang berperan besar dalam mempertahankan gereja dari serangan penjajah Jepang.

"Beliau melayani awal keuskupan di sini, moto beliau 'In Nomine Jesu', artinya itu dalam nama Yesus. Karena beliau Kebetulan juga seorang Imam Serikat Yesus, kemudian semangat mengikuti Yesus," paparnya.

"Beliau bukan cuma uskup tapi juga pahlawan nasional. Karena waktu itu gereja ini ceritanya akan diduduki untuk menjadi markas tentara asing. Kemudian beliau mengatakan 'lewati dulu mayat saya sebelum menduduki tempat ini, ini bukan markas, ini adalah gereja'," tutur Romo Yosafat mengikuti ucapan Soegija.

Berkat perjuangannya, Gereja Katedral di Semarang bebas dari serangan penjajah dan batal digunakan sebagai markas. Soegija kemudian juga diberi gelar pahlawan dan berjasa dalam kemerdekaan Indonesia berkat usaha diplomatisnya.

"Karena kalau uskup itu kan selalu dekat dengan Vatikan, karena pemilihan itu juga pemilihan dari Vatikan, peresmian menjadi uskup. Dalam suasana apapun selalu ada surat-menyurat," jelasnya.

"Setiap tahun selalu ada laporan ke Vatikan. Dan itu membuahkan hasil, yang mengakui pertama kali kemerdekaan bangsa Indonesia adalah Vatikan," lanjutnya.

Hingga kini, Gereja Katedral pun masih ramai dan menjadi pusat peribadatan umat Katolik di Kota Semarang. Bangunannya yang indah dan gedung dua lantainya yang megah membuat umat Katolik nyaman melantunkan berdoa di dalamnya.




(rih/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads