Dahulu kala, di atas tanah yang sekarang tergabung menjadi satu sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, berdiri banyak kerajaan. Di antaranya adalah Kerajaan Pajang yang terletak di Jawa.
Sebagaimana kerajaan-kerajaan pada umumnya, keberadaan Kerajaan Pajang juga lekat dengan sejarah. Ingin tahu lebih lanjut?
Mari, simak pembahasan lengkap tentang Kerajaan Pajang di bawah ini. Pembahasannya akan mencakup raja-raja yang berkuasa, peninggalan, dan masa kejayaan-keruntuhan Pajang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Berdirinya Kerajaan Pajang
Dirujuk dari buku Hitam Putih Kekuasaan Raja-Raja Jawa oleh Sri Wintala Achmad, pendiri Pajang, Jaka Tingkir alias Mas Karebet adalah putra dari Ki Ageng Pengging II dan Nyi Ageng Pengging. Usai beranjak dewasa, Jaka Tingkir mengabdi pada Sultan Trenggana dari Kerajaan Demak.
Kesultanan Demak kemudian meminta Jaka Tingkir untuk menjadi Adipati Pajang. Memenuhi titah tersebut, Mas Karebet mengangkat dirinya sebagai Adipati Pajang dengan gelar Adipati Hadiwijaya. Setelah Sultan Trenggana dan Sunan Prawata wafat, kekuasaan Jaka Tingkir terlepas dari bayang-bayang Demak.
Kekuasaannya semakin mantap usai Arya Penangsang dibunuh oleh Pamanahan, Penjawi, Juru Mertani, dan Raden Bagus. Apalagi, Sunan Giri juga memberi Sultan Hadiwijaya restunya. Dengan demikian, Kerajaan Pajang resmi berdiri pada 1549.
Raja-raja Pajang
Disadur dari laman resmi SMA Negeri 13 Semarang, total, ada tiga raja yang pernah memerintah Pajang, yakni Jaka Tingkir, Arya Pangiri, dan Pangeran Benawa. Berikut ini pembahasan ringkasnya:
1. Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya
Berdasar informasi dari buku Ensiklopedi Raja-Raja dan Istri-Istri Raja di Tanah Jawa oleh Krisna Bayu Adji, Jaka Tingkir adalah raja pertama Kerajaan Pajang. Ia menikahi putri Sultan Trenggana, yakni Ratu Mas Cempaka.
Dari hasil hubungannya tersebut, Jaka Tingkir dikaruniai anak yang bernama Pangeran Banawa. Sultan pertama Pajang ini wafat usai Pertempuran Mataram-Pajang. Seusai dirinya mangkat, tahta Pajang beralih ke tangan Arya Pangiri.
2. Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawata. Dirinya tercatat dalam sejarah menikahi Putri Ratu Pembayun (putri Sultan Hadiwijaya). Sebelum naik tahta sebagai raja, Arya Pangiri bertugas sebagai Adipati Demak.
Naiknya Arya Pangiri sebagai raja Pajang menyebabkan pertikaian antara dirinya dengan Pangeran Banawa. Perseteruan ini kemudian menyebabkan pecahnya perang Mataram-Pajang yang berbuntut naik tahtanya Pangeran Banawa.
3. Pangeran Banawa
Usai berhasil melengserkan Arya Pangiri, Pangeran Banawa naik takhta menjadi Raja Pajang. Sebagai raja ketiga Pajang, Pangeran Banawa bergelar Sultan Prabuwijaya. Karena bantuan Senopati ing Ngalaga dalam pertempuran melawan Arya Pangiri, hubungan keduanya semakin dekat.
Pada masa pemerintahan Pangeran Banawa inilah, Kerajaan Pajang habis masanya. Ada yang mengatakan Pangeran Banawa wafat, ada juga yang menyebutnya turun tahta karena ingin menjadi ulama dengan gelar Sunan Parakan. Selain itu, ada juga pendapat yang menyebutnya meninggalkan tahta karena membangun pemerintahan yang bernama Pemalang.
Peninggalan Kerajaan Pajang
Disadur dari buku Kisah Perjalanan Kerajaan di Jawa Tengah oleh Wind Dylanesia, tidak banyak peninggalan Kerajaan Pajang yang bisa ditemukan. Tentunya, salah satu sebab yang masuk akal adalah karena singkatnya masa berdirinya kerajaan satu ini.
Masjid Laweyan disebut-sebut sebagai salah satu peninggalan Pajang yang konon didirikan oleh Sultan Hadiwijaya. Sampai sekarang, masjid ini masih terus dipergunakan untuk tempat beribadah. Selain masjid, sisa-sisa Pajang hanyalah berupa reruntuhan yang dipercaya sebagai petilasan.
Masa Kejayaan Kerajaan Pajang
Dirangkum dari Jurnal Sundang bertajuk 'Sejarah Kesultanan Pajang Masa Pemerintahan Sultan Hadiwijaya (1549-1582)' oleh Chinanti Safa Camila dan Hudaifah, masa kejayaan Pajang terjadi saat diperintah oleh Sultan Hadiwijaya.
Saat awal berdiri, Pajang hanya mencakup bagian sebelah barat Bagelan dan wilayah Kedu. Namun, pada 1580, Pajang telah terbukti berhasil menundukkan seluruh kerajaan di Tanah Jawa, kecuali Blambangan. Informasi ini disampaikan oleh seorang pelaut Inggris bernama Francis Dake.
Suasana keraton Pajang saat itu bernuansa begitu Islami. Hal ini tentu sebagai imbas dari dakwah Sunan Kalijaga yang mempengaruhi berbagai macam hal, seperti cara makan, cara berpakaian, hingga cara bergaul dengan masyarakat.
Kala itu, penduduk Pajang berprofesi sebagai petani dengan memanfaatkan sistem irigasi. Tak ayal, Pajang berhasil menjadi lumbung beras selama abad ke-16 dan 17. Hasil pertaniannya pun begitu bervariasi, mulai dari beras hingga palawija.
Tak hanya dari segi ekonomi, sisi budaya pun turut berkembang. Sultan Hadiwijaya misalnya, mendukung pendirian kampung batik yang terletak di Laweyan dan Mutihan. Kesenian seperti wayang pun berkembang dengan munculnya wayang khas Pajang, yakni kidang kencana.
Adapun untuk kesusasteraan, bukti kemajuannya ditandai dengan adanya sajak monolistik berjudul Niti Sruti karya Pangeran Karang Gayam. Menariknya, kendati hanya sebentar, Pajang saat itu punya pengaruh politik yang luas, dari Surabaya, Kedu, Tuban, Jepara, hingga Mataram.
Runtuhnya Kerajaan Pajang
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, Pajang mulai mengalami keruntuhan. Hal ini disebabkan pertikaian antara Pangeran Benawa dan menantu Sultan Hadiwijaya, Arya Pangiri. Perseteruan keduanya disebabkan karena Arya Pangiri yang dinobatkan sebagai raja Pajang sehingga membuat Pangeran Benawa terusir.
Pangeran Benawa pergi ke Senapati Ngalaga, penguasa Mataram, dan memintanya menjadi penguasa Pajang menggantikan Arya Pangiri. Namun, Senapati Ngalaga alias Panembahan Senopati justru menolak dan bermaksud menjadikan Pangeran Banawa penguasa Pajang.
Pangeran Banawa bersama Pasukan Mataram kemudian berangkat menuju Pajang. Di sana, Arya Pangiri bersama orang-orang Demak dan Kudus telah menanti dengan pasukan gabungan. Perang pun berkecamuk dengan dahsyatnya.
Singkat kata, Arya Pangiri dikalahkan dan takhta beralih ke tangan Pangeran Banawa. Tak banyak sumber sejarah yang menceritakan mengenai kepemimpinan Pangeran Banawa pada 1586-1587. Bahkan, akhir pemerintahannya pun tidak jelas. Setelah Pangeran Banawa, nasib Pajang tidak lain tidak bukan adalah menjadi bawahan Mataram.
Nah, itulah pembahasan ringkas mengenai Kerajaan Pajang, mulai dari raja-raja, peninggalan, hingga masa kejayaan-kemundurannya. Semoga bermanfaat, Lur!
(sto/apu)