Sidang Ade Yasin: Dari Biaya Sekolah hingga Kode 'Fotokopian'

Round-Up

Sidang Ade Yasin: Dari Biaya Sekolah hingga Kode 'Fotokopian'

Tim detikJabar - detikJabar
Rabu, 13 Jul 2022 18:33 WIB
Ade Yasin
Ade Yasin. (Foto: Nahda Rizki Utami/detikcom)
Bandung -

Sidang dugaan suap laporan keuangan yang dilakukan Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin diwarnai debat kusir. Perdebatan berkaitan dengan kehadiran Ade Yasin di muka persidangan.

Sidang kasus ini berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung pada Rabu (13/7/2022). Dalam persidangan tersebut, Ade Yasin tak dihadirkan langsung dan hanya menjalani sidang virtual atau online.

Hal ini yang jadi pangkal perdebatan sebelum pembacaan dakwaan dimulai. Mulanya, kuasa hukum Ade Yasin mempertanyakan posisi Ade Yasin yang ikut persidangan tapi justru berada di Kantor KPK. Padahal, kata pengacara, Ade Yasin sudah dilimpahkan ke pengadilan dan dititipkan di rutan Polda Metro Jaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami ingin memastikan kalau klien kami berada di tempat yang netral. Seperti diketahui, beliau berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan. Artinya, beliau di bawah kekuasaan pengadilan seharusnya beliau dihadirkan ke pengadilan. Tapi saat ini kami tidak melihat itu," ucap pengacara.

Pengacara lantas meminta agar majelis hakim bisa menghadirkan Ade Yasin ke muka persidangan. Pengacara beralasan, kehadiran Ade Yasin bisa memudahkan proses persidangan.

ADVERTISEMENT

"Karena bagaimanapun juga akan ada perbedaan pelayanan kami, pemberian advice kami atau dalam penggalian fakta hukum untuk kepentingan klien kami yang dirugikan apabila tidak dihadirkan. Untuk itu kami mohon supaya ibu Ade Yasin dihadirkan di tiap persidangan," tuturnya.

Permintaan pengacara tersebut langsung ditanggapi majelis hakim. Ketua Majelis hakim menilai pertimbangan pandemi COVID-19 jadi alasan untuk tak menghadirkan Ade Yasin ke persidangan.

"Memang ini karena pandemi covid. Memang banyak pengadilan negeri sampai lockdown. Sehingga menjaga antisipasi supaya tidak dihadirkan semuanya sehingga disepakati online," kata hakim.

Namun, hakim kemudian menyerahkan soal dihadirkannya Ade Yasin ke persidangan kepada jaksa KPK. Sebab, segala tanggung jawab terdakwa akan berada di tangan jaksa KPK.

"Kalau saudara menginginkan seperti itu saya serahkan ke KPK, bersedia nggak menghadirkan? Kalau bersedia harus siap pengamanan, kesehatan, harus bisa diatasi oleh Jaksa KPK," tutur hakim.

"Untuk saat ini tidak bisa offline," kata jaksa menjawab.

Biaya Sekolah Eks Kepala BPK Jabar

Dalam sidang ini Ade Yasin didakwa menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Jabar demi predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) sebesar Rp 1,9 M. Terungkap juga ada aliran duit untuk sekolah eks Kepala BPK Jabar Agus Khotib.

Dugaan aliran duit untuk sekolah eks Kepala BPK RI ini bermula saat salah seorang pegawai BPK RI Anthon Merdiansyah berkomunikasi dengan Ihsan Ayatullah. Ihsan merupakan Kepala Sub Bidang Kas Daerah BPKAD yang juga orang kepercayaan Ade Yasin.

Awalnya, Ade Yasin meminta kepada Ihsan untuk mengkondisikan temuan-temuan BPK RI Jabar dengan memberikan uang kepada tim Pemeriksa BPK RI Jabar. Atas arahan tersebut, Ihsan lantas menemui Anthon Merdiansyah.

"Pada sekitar bulan Oktober 2021, ketika Anthon Merdiansyah meminta kepada Ihsan Ayatullah untuk berkontribusi dalam pembayaran biaya sekolah Agus Khotib selaku kepala BPK RI Jabar sebesar Rp 70 juta," ucap JPU KPK.

Atas permintaan itu, Ihsan lantas memberitahukan kepada Ade Yasin. Permintaan itu diamini oleh Ade Yasin yang bahkan menggenapkan dari Rp 70 juta menjadi Rp 100 juta.

Guna memenuhi keinginan dari Anthon Merdiansyah itu, Ihsan sesuai arahan dari Ade Yasin lantas meminta kepada Dinas PUPR melalui Sekdis PUPR Maulana Adam dan Bappeda Bogor melalui Andri Hadian masing-masing Rp 50 juta.

"Setelah uang sejumlah Rp 100 juta terkumpul, kemudian bertempat di sebuah kafe di Bandung, Ihsan Ayatullah menyerahkan uang tersebut kepada Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa," tutur JPU KPK.

Suap Rp 1,9 Miliar untuk Raih WTP

Ade Yasin didakwa melakukan suap kepada pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Kanwil Jawa Barat kaitan laporan keuangan. Duit yang diberikan Ade Yasin mencapai Rp 1,9 miliar.

Duit itu diberikan Ade Yasin berkaitan dengan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Pemerintah Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021. Adapun pemberian uang yang totalnya sebesar Rp 1.935.000.000 itu diberikan dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga April 2022.

"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau memberikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp 1.935.000.000," ujar jaksa penuntut umum (JPU) KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/7/2022).

Uang sebesar Rp 1,9 miliar itu diberikan Ade Yasin kepada pegawai BPK Jabar yaitu Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah. Mereka diketahui merupakan pegawai BPK RI Kanwil Jabar.

"(Pemberian) dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yaitu dengan maksud agar LKPD Kabupaten Bogor mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang bertentangan dengan kewajibannya," kata JPU KPK.

Setoran Rp 100 Juta

Dalam dakwaan JPU KPK, Ade Yasin dan Ihsan Ayatullah selaku Kepala Sub Bidang Keuangan BPKAD sekaligus orang kepercayaan Ade Yasin mengetahui bila akan ada pemeriksaan dari BPK RI Perwakilan Jabar. Pemeriksaan itu terhadap LKPD tahun anggaran 2021.

"Sebagaimana arahan terdakwa Ade Yasin pada pemeriksaan-pemeriksaan tahunan oleh BPK RI Jabar tahun anggaran sebelumnya, Ihsan Ayatullah kembali melakukan pengkondisian terkait pemeriksaan oleh BPK RI Jabar agar tidak ada temuan-temuan sehingga LKPD Kabupaten Bogor TA 2021 tetap mendapatkan opini WTP," ujar JPU KPK.

Ihsan lantas bergerak bersama dengan Andri Hadian selaku Kabid Perbendaharaan BPKAD Bogor dan Wiwin Yeti Haryati selaku Kabid AKTI BPKAD Bogor menemui Kadis BPKAD Teuku Mulya untuk membicarakan persiapan pemeriksaan.

Dalam rangka pengkondisian pemeriksaan, Ihsan Ayatullah melakukan pengumpulan uang yang akan diberikan kepada tim Pemeriksa BPK RI Jabar. "(Uang) berasal dari SKPD-SKPD di lingkungan Pemkab Bogor dan juga dari pada kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Bogor," ucap JPU KPK.

Adapun dinas-dinas yang mengumpulkan uang antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Bappeda, RSUD Ciawi, RSUD Cibinong. Sedangkan khusus pada Dinas PUPR, dipercayakan kepad Rizki Taufik Hidayat.

Masih di awal tahun, Ihsan bersama Maulana Adam menyiapkan uang Rp 100 juta. Duit tersebut agar mengupayakan tim pemeriksa yang akan melakukan pemeriksaan merupakan orang-orang yang mudah untuk dikondisikan.

Ihsan Ayatullah kemudian melakukan pertemuan dengan beberapa pegawai BPK RI di antaranya Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dan Geri Ginanjar Trie Rahmatullah.

"Dalam pertemuan tersebut, Ihsan Ayatullah meminta agar susunan tim BPK RI Jabar yang akan melakukan pemeriksaan LKPD Kabupaten Bogor TA 2021 dapat disamakan dengan tim BPK RI Jabar tahun anggaran sebelumnya yang telah melakukan pemeriksaan LKPD Kabupaten Bogor TA 2020," kata dia.

Uang Rp 100 juta yang sudah disiapkan kemudian diserahkan kepada pegawai BPK Jabar itu. Ihsan juga menambah operasional Rp 10 juta kepada pegawai BPK RI Jabar.

Gayung bersambut. Agus Khotib yang saat itu menjabat sebagai Kepala BPK Jabar menandatangani dia surat tugas pembentukan tim pemeriksa. Nama-nama semisal Anthin Merdiansyah yang ditunjuk sebagai penanggung jawab hingga Arko Muliawan ketua tim beserta anggotanya Hendra Rahmatullah Kartiwa, Gerrri Ginanjar Trie Rahmatullah. Nama-nama itu juga masuk sebagai terdakwa.

Kode 'Fotokopian'

Demi raihan opini WTP itu, tim pemeriksa BPK RI Jabar mendapatkan kucuran uang. Adapun uang diberikan secara bertahap yang bersumber dari SKPD maupun rekanan kontraktor. Uang diserahkan melalui perwakilan tim pemeriksa Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa.

Dalam pemberian itu, terungkap juga kode 'fotokopian' dalam penyerahan uang. Kode 'fotokopian' ini diserahkan Ihsan sebesar Rp 200 juta yang berasal dari RSUD Ciawi. Selain uang Rp 200 juta, ada uang lainnya yang diberikan dengan nominal beragam.

Atas uang yang diserahkan tersebut, Hendra kemudian membagi duit itu ke anggota tim pemeriksa masing-masing sebesar :

- Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa Rp 970 juta
- Anton Merdiansyah Rp 135 juta

Tak cukup sampai di situ, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa juga meminta lagi uang kepada Ihsan Ayatullah sebesar Rp 500 juta yang diberikan dengan cara transfer. Dalam praktik ini, Ihsan menyiapkan dua nomor rekening.

"Selanjutnya untuk pemenuhan permintaan uang tersebut Ihsan Ayatullah mengumpulkan uang sebesar Rp 160 juta yang berasal dari SKPD di Bogor," katanya.

Saat proses pemeriksaan selesai, dilakukan exit meeting yang juga kembali dihadiri oleh Ade Yasin. Dalam exit meeting ini BPK Jabar menyampaikan hasil pemeriksaan dengan hasil 26 temuan pada 16 SKPD.

Permintaan uang oleh BPK RI Jabar kembali terjadi. Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa meminta lagi kepada Rizki Taufik Hidayat dari Dinas PUPR sebesar Rp 500 juta. Uang didapat PUPR dari rekanan kontraktor Rp 300 juta dan Rp 140 juta dari pengumpulan internal.

"Saat Rizki Taufik Hidayat akan menyerahkan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 440 juta, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa meminta agar uang tersebut disimpan dulu oleh Rizki Taufik Hidayat. Pada malam harinya, Ihsan Ayatullah, Maulana Adam dan Rizki Taufik Hidayat Serra Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa diamankan oleh petugas KPK," kata jaksa.

Pengacara Bantah OTT KPK

Pengacara Ade Yasin, Roland Pasaribu membantah kliennya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Menurut dia, Bupati Bogor nonaktif itu awalnya diminta KPK hadir memberikan keterangan.

"Bagaimana kita ketahui, persidangan hari ini dilatarbelakangi peristiwa operasi tangkap tangan di kediaman Ade Yasin. Padahal pada saat itu beliau dipanggil oleh KPK untuk memberikan keterangan," ucap Roland usai persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.

Akan tetapi, kata Roland, hal itu disebut-sebut sebagai OTT. Padahal, sambung dia, sebagaimana dakwaan pun tidak ada disebutkan peristiwa OTT.

"Kita tidak melihat hal itu pada saat kejadian tanggal 27 April 2022. Pada hari ini pun pembacaan dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa KPK tidak ada disebutkan masalah OTT tersebut. Seolah-olah ini adalah hasil pemeriksaan dari sebuah laporan biasa," tuturnya.

"Artinya melewati tahapan-tahapan pemanggilan, pemeriksaan saksi, bukti yang berlangsung sudah lama. Akan tetapi, jaksa di dalam dakwaan yang dibacakan tadi ternyata mengkaitkan hal-hal yang terjadi di masa lalu yang tidak ada hubungannya," kata dia menambahkan.

Dalam dakwaan tersebut, Ade Yasin mengaku keberatan. Dia melalui kuasa hukumnya akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi yang akan dibacakan pekan depan.

"Kita dengar tadi disebutkan adanya arahan dari Ade Yasin yang kami pelajari selama ini tidak ada arahan tersebut. Kejadian-kejadian yang terjadi ini akan kami tanggapi di dalam eksepsi kami Minggu depan," katanya.

Dalam perkara ini, Ade Yasin didakwa dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Ade Yasin juga dianggap melanggar Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka di kasus suap laporan keuangan demi meraih predikat WTP dari BPK Perwakilan Jawa Barat.

Halaman 2 dari 5
(ors/orb)


Hide Ads