Jaksa KPK mengungkap aliran duit yang digelontorkan Pemerintah Kabupaten Bogor kepada pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Jawa Barat. Aliran uang diberikan selama proses pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).
Pemeriksaan LKPD ini diawali dengan entry meeting yang turut dihadiri Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin. Saat entry meeting ini, pegawai BPK RI bicara soal rencana pemeriksaan.
Pemeriksaan pun dilakukan. Saat pemeriksaan, tim BPK RI Jabar menemukan potensi temuan pada beberapa SKPD semisal adanya kekurangan volume pekerjaan atas belanja modal pengadaan 24 kontrak yang hanya 14, kemudian temuan pekerjaan jasa konsultasi dari 11 kontrak sampling namun hanya 9 dan kelemahan atas pengelolaan penganggaran dan belanja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu menurut Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah (pemeriksa BPK RI), laporan yang dimaksud sangat buruk dan berpotensi disclaimer. Kemudian Ihsan Ayatullah (orang kepercayaan Ade Yasin) meminta untuk membuatkan laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021 agar laporan keuangan tersebut nantinya dapat dijadikan dasar mendapat opini WTP," ujar JPU KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/7/2022).
Atas potensi disclaimer itu, Ihsan melaporkan kepada Ade Yasin. Atas laporan tersebut, Ade Yasin meminta agar temuan itu diatasi guna mendapatkan predikat opini WTP.
"Karena opini WTP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkab Bogor untuk mendapatkan dana insentif daerah (DID) yang berasal dari APBN," tuturnya.
Aliran Uang untuk Pemeriksa BPK Jabar
Demi raihan opini WTP itu, tim pemeriksa BPK RI Jabar mendapatkan kucuran uang. Adapun uang diberikan secara bertahap yang bersumber dari SKPD maupun rekanan kontraktor. Uang diserahkan melalui perwakilan tim pemeriksa Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa.
Dalam pemberian itu, terungkap juga kode 'fotokopian' dalam penyerahan uang. Kode 'fotokopian' ini diserahkan Ihsan sebesar Rp 200 juta yang berasal dari RSUD Ciawi. Selain uang Rp 200 juta, ada uang lainnya yang diberikan dengan nominal beragam.
Atas uang yang diserahkan tersebut, Hendra kemudian membagi duit itu ke anggota tim pemeriksa masing-masing sebesar :
- Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa Rp 970 juta
- Anton Merdiansyah Rp 135 juta
Tak cukup sampai di situ, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa juga meminta lagi uang kepada Ihsan Ayatullah sebesar Rp 500 juta yang diberikan dengan cara transfer. Dalam praktik ini, Ihsan menyiapkan dua nomor rekening.
"Selanjutnya untuk pemenuhan permintaan uang tersebut Ihsan Ayatullah mengumpulkan uang sebesar Rp 160 juta yang berasal dari SKPD di Bogor," katanya.
Saat proses pemeriksaan selesai, dilakukan exit meeting yang juga kembali dihadiri oleh Ade Yasin. Dalam exit meeting ini BPK Jabar menyampaikan hasil pemeriksaan dengan hasil 26 temuan pada 16 SKPD.
Permintaan uang oleh BPK RI Jabar kembali terjadi. Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa meminta lagi kepada Rizki Taufik Hidayat dari Dinas PUPR sebesar Rp 500 juta. Uang didapat PUPR dari rekanan kontraktor Rp 300 juta dan Rp 140 juta dari pengumpulan internal.
"Saat Rizki Taufik Hidayat akan menyerahkan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 440 juta, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa meminta agar uang tersebut disimpan dulu oleh Rizki Taufik Hidayat. Pada malam harinya, Ihsan Ayatullah, Maulana Adam dan Rizki Taufik Hidayat Serra Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa diamankan oleh petugas KPK," kata jaksa.
(dir/yum)