Menelisik Kisah Situs Keramat Sumur Ketandan Kasepuhan Cirebon

Menelisik Kisah Situs Keramat Sumur Ketandan Kasepuhan Cirebon

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Minggu, 05 Jan 2025 10:00 WIB
Situs Keramat Sumur Ketandan Cirebon
Situs Keramat Sumur Ketandan Cirebon (Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar).
Cirebon -

Tidak jauh dari Alun-alun Sangkala Buana, Keraton Kasepuhan Cirebon, terdapat sebuah situs keramat berupa sumur bersejarah yang sudah berusia ratusan tahun. Sumur tersebut diberi nama Sumur Ketandan.

Untuk masuk ke area sumur, pengujung harus melewati pintu kecil dengan gapura candi bentar di kanan dan kirinya. Di dalamnya tampak, beberapa area, seperti tempat menerima tamu dan sebuah ruangan yang digunakan untuk berziarah. Untuk lokasi sumurnya, terletak di sebelah kanan situs, dengan dikelilingi batu bata merah dan pintu kecil yan jadi jalur masuk ke sumur Ketandan.

Sebelum masuk dan menggunakan air dalam sumur, ada beberapa larangan yang harus diperhatikan oleh pengunjung, seperti dilarang mandi menggunakan sabun atau sampo, buang air kecil, dan mandi dalam keadaan haid. Sebelum menggunakan airnya juga, dianjurkan untuk membaca doa yang ada di pintu masuk sumur Ketandan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut juru kunci sumur Ketandan Raden Syarifuddin, adanya peraturan ini bertujuan agar area sumur tetap bersih, tanpa adanya dari benda atau cairan kimia yang dapat mengotori area sumur. Bahkan, untuk mengambil air sumur masih menggunakan cara manual, tanpa alat pemompa air sama sekali.

"Airnya juga diambil masih pakai ember, nggak pakai pompa, kalau pakai pompa nantinya malah nggak sakral," tutur Syarifuddin.

ADVERTISEMENT

Untuk sumurnya sendiri, berbentuk kotak yang terletak tepat di bawah pohon beringin besar yang berusia ratusan tahun. Menurut Syarifuddin, pohon beringin tersebut memang sudah sejak dulu ada di sekitar sumur. Karena memiliki dahan yang besar dan daun yang lebat, membuat area sekitar sumur tertutupi oleh daun dan ranting pohon beringin, yang membuat suasana sekitar sumur adem dan sejuk, meski letaknya dekat dengan jalan raya.

Untuk nama Ketandan sendiri, menurut Syarifuddin berasal dari kata Tanda, yang berarti ciri-ciri. "Ketandan itu asal katanya dari Tanda yang punya arti ciri-ciri, jadi dulu Pangeran Cakrabuana menaruh Jalatunda atau jaring itu di sini, jalatunda itu bahasa daerah, " tutur Syarifuddin.

Syarifuddin memaparkan, Sumur Ketandan merupakan peninggalan dari Pangeran Cakrabuana atau Raden Walangsungsang, anak dari Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Kala itu, lanjut Syarifuddin, sekitar abad ke 14

Pangeran Cakrabuana selain berdakwah menyebarkan agama Islam, juga seorang nelayan yang mencari ikan di laut Cirebon.

Syarifuddin memaparkan, saat itu, Sumur Ketandan digunakan oleh Pangeran Cakrabuana untuk membuat terasi dan menaruh jala, selepas mencari ikan rebon di laut Cirebon. Menurutnya, pada zaman Pangeran Cakrabuana, Sumur Ketandan merupakan sumur yang dekat dengan bibir pantai, sama seperti Masjid Pejlagrahan yang juga merupakan peninggalan Pangeran Cakrabuana.

Meski usianya sudah ratusan tahun, menurut Syarifuddin, hingga sekarang air sumur Ketandan tidak pernah kering. Konon, salah satu mitos yang berkembang di masyarakat tentang sumur Ketandan adalah, airnya memiliki banyak khasiat, dari mulai bisa menyembuhkan penyakit hingga bisa melunturkan sihir atau santet. Namun, menurut Syarifuddin, apapun mitos dan tujuan datang ke Sumur Ketandan, tetap minta pertolongan kepada Allah SWT.

"Karena airnya fungsinya macam-macam, dari pengobatan, menghilangkan sihir atau apapun, tetap mintanya pada Allah. Meski Ini situs Pangeran Cakrabuana, tetap apapun mintanya yah kepada Allah," tutur Syarifuddin.

Meski di dalam situs Sumur Ketandan tidak ada makam, tetapi, banyak yang datang ke sumur Ketandan untuk berziarah. Biasanya, menurut Syarifuddin, orang akan berziarah ketika malam jumat Kliwon. Tak hanya orang Islam, menurut Syarifuddin, yang datang ke sumur Ketandan juga ada orang non-Muslim, mereka datang untuk merasakan air sumur Ketandan.

"Masih sering yang datang ke sini buat napak tilas sejarah, pendeta, orang Kristen juga datang ke sini. Untuk orang berziarah biasanya malam Jumat Kliwon," pungkas Syarifuddin.




(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads