Nasib malang dialami Robiin, Warga Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu. Robiin (42) yang juga mantan anggota DPRD Indramayu periode 2014-2019 itu dikabarkan dipaksa kerja sebagai scammer atau penipuan online di Myanmar.
Masalah ekonomi membuat Robiin tidak berpikir panjang. Tawaran kerja yang ia dapatkan dari media sosial Facebook pun langsung ia respon. Hingga sekitar bulan September pada tahun 2023 lalu, lamaran kerja dilayangkan Robiin dan berangkat ke Thailand sebagai admin HRD di salah satu perusahaan tekstil.
"Melalui sosial media, dia diberi tahu sama temannya melamar di sosial media Facebook diarahkan langsung ke aplikasi WhatsApp," ujar Istri Robiin, Yuli Asmi (40) kepada wartawan, Kamis (10/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perjanjian kerja tersebut, Robiin mendapat iming-iming upah yang fantastis. Bahkan, Robiin yang berangkat secara ilegal itu dijanjikan akan mendapatkan visa kerja.
"Di sana dia dijanjikan mendapat gaji Rp 16 juta per bulan terus mendapatkan bonus dan cuti dan suami saya berminat itu adalah akan dibuat permit kerja atau visa kerja," ujarnya.
Namun, gambaran akan pekerjaan yang enak justru tidak dirasakan sama sekali oleh Robiin. Kini Robiin dikabarkan telah dipindahkan ke wilayah perbatasan di Myanmar. Bahkan, ia diperbudak dan dijadikan sebagai scammer atau penipuan online.
"Tidak sesuai karena saat ini bukan di negara Thailand saat ini suami saya ada di Myanmar di perbatasan dan dia dipekerjakan sebagai online scamming," terang Yuli.
Diceritakan Yuli, suaminya tersebut tak hanya dipaksa bekerja selama belasan hingga 24 jam. Robiin pun acapkali mendapat hukuman lantaran tidak bisa mencapai target kerja. Yaitu mencari seratus kontak dalam sehari.
Hantaman kayu balok hingga setruman pun seringkali mengenai tubuh Robiin selama dipekerjakan sebagai scammer untuk mencari kontak orang Eropa. Bahkan, Robiin sempat dipaksa bekerja selama 24 jam.
"Dalam satu hari itu dia harus mencari seratus kontak dalam sehari. Itu pasti dapat hukum. Suami saya pernah dihukum disetrum karena targetnya belum selesai jadi harus bekerja hampir 24 jam itu," ucap Yuli sambil menahan rasa pilunya.
Yuli mengaku beberapa kali masih berkomunikasi dengan suaminya. Meskipun hal itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Tak tega mendengar kondisi suaminya di luar negeri sontak membuat Yuli cemas. Berbagai upaya pun dilakukan Yuli demi kepulangan sang suami.
Namun nahas, hingga saat ini upaya untuk memulangkan suami ke tanah air tak kunjung mendapatkan hasil.
"Saya sendiri ada (komunikasi), karena saya sudah melapor ke banyak pihak, saya sudah melapor ke Polda, saya sudah melapor ke Kemenlu, sudah audiensi dengan Komnas HAM dan Perempuan juga jadi tapi ternyata evakuasi kan belum terjadi. Dia menanyakan perkembangan itu sih," terangnya.
Di sisi lain, Yuli pun masih merasa cemas lantaran ancaman akan hukuman lebih berat bisa menimpa suami. Apalagi hal itu jika informasi tentang suami viral.
"Kalau penyiksaan itu apabila viral sebenarnya mereka pasti habis. Mereka itu akan di sekap tidak boleh dikasih makan sama sekali, kalaupun dikasih makan itu makanan sisa dan kondisinya sangat buruk," ujarnya.
Yuli mengaku keberangkatan suaminya ke luar negeri memang tidak sesuai dengan prosedur. "Kalau itu memang tidak tahu karena tidak ada agen ya. Kalau keluarga, saya sendiri mengetahuinya. Tidak ada izin dari pemerintah," ungkapnya.
"Suami saya pernah dijual ke perusahaan lain dan itu di perusahaan sekarang ada 27 WNI di sana," sambungnya.
Sejak keberangkatan suaminya, Yuli mengaku harus menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan ia harus mengedukasi kepada ketiga anaknya atas kejadian yang sedang dialami suaminya.
"Saya miris ya, di sini bukan hanya suami saya yang menjadi korban tapi saya dan anak-anak pun ikut menjadi korban. Karena untuk saat ini saya harus menggantikan peran suami saya mencari nafkah harus mengedukasi juga anak-anak saya. Saya pun harus ber-advokasi supaya pemerintah bisa evakuasi suami saya dan teman-temannya," katanya.
(dir/dir)