Monumen Kejawanan, Kisah Pangeran Cirebon yang Ditakuti Belanda

Monumen Kejawanan, Kisah Pangeran Cirebon yang Ditakuti Belanda

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Selasa, 19 Des 2023 15:00 WIB
Monumen Kejawanan di Kota Cirebon.
Monumen Kejawanan di Kota Cirebon.Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon -

Suasana Jalan Kalijaga Kota Cirebon yang berdekatan dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan Cirebon cukup sibuk. Gudang dan pertokoan mendominasi sepanjang Jalan Kalijaga. Di Jalan Kalijaga juga terdapat satu cagar budaya.

Terdapat plang informasi mengenai cagar budaya tersebut. Di plang yang terpasang depan situs tertulis nama Petilasan Pangeran Sukmajaya. Juru kunci Petilasan Pangeran Sukmaja Raden Utara mengatakan situs ini sudah ada sejak abad ke-17 masehi, yaitu pada masa awal penjajahan Belanda di Nusantara.

"Pada masa itu Pangeran Sukmajaya merupakan seorang pejuang yang sangat ditakuti oleh Belanda karena membuat banyak tentara Belanda hancur," kata Raden Utara Senin (18/12/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pangeran Sukmajaya terkenal sangat sakti, konon bisa menghilang," tambah Raden.

Belanda pun akhirnya mencari tahu dalang di balik hancurnya tentara penjajah. Walhasil, Belanda berhasil mengidentifikasi sosok Pangeran Sukmajaya. Ternyata, Pangeran Sukmajaya merupakan kakak dari Sultan Sepuh Martawijaya.

ADVERTISEMENT

"Ternyata Pangeran Sukmajaya merupakan kakak dari Sultan Sepuh Cirebon," tutur Raden Utara.

Setelah Belanda mengetahui tentang garis keturunan Pangeran Sukmajaya. Belanda memerintahkan kepada Sultan Sepuh untuk segera menghentikan perlawanan dari Pangeran Sukmajaya. Kala itu Belanda mengancam akan menghancarukan Kesultanan Cirebon jika Martawijaya gagal membujuk kakaknya.

Mendengar ancaman tersebut demi keselamatan dan keberlanjutan Kesultanan Cirebon akhirnya Pangeran Sukmajaya dengan berat hati mengikuti perintah adiknya. Akhirnya setelah berhasil menekan adiknya untuk tidak memberontak.

Martawijaya kembali melapor kepada Belanda bahwa Pangeran Sukmajaya sudah berhasil diamankan, tetapi syaratnya Pangeran Sukmajaya tak ditangkap. Martwijaya meminta agar keluarganya yang mengurus sendiri Pangeran Sukmajaya. Belanda pun menyetujui permintaan Martawijaya.

Selain dikenal sebagai Petilasan Pangeran Sukmajaya dimana menjadi tempat berdiamnya Pangeran Sukmajaya. Situs Kejawanan disebut juga sebagai Monumen Kejawanan.

Dinamakan Monumen Kejawanan konon dulunya tempat tersebut merupakan tempat bertemunya dua pasukan dari dua kerajaan besar yang ingin berperang, yaitu Kesultanan Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Sukmajaya dan Kesultanan Mataram yang pada saat itu pro dengan kepentingan Belanda.

"Jika ada penyerangan dari arah Timur itu pertahanannya ada di sini," kata Raden.

Pada masa tersebut antara Mataram dengan Kesultanan Cirebon sering konflik," tambah Raden.

Meskipun sekadar petilasan, tapi tempat situs Kejawanan seringkali didatangi oleh para peziarah " Kebanyakan para petani dari kampung-kampung ziarah ke sini ada juga beberapa orang dari luar kota", kata Raden.

Untuk kegiatan rutin setiap malam kamis juga di Petilasan Pangeran Sukmajaya diadakan manaqib. Raden Utara juga menekankan bahwa setiap orang yang berziarah ke sini apapun alasannya tetap mintanya kepada Allah Swt.

"Setiap tamu yang ke sini saya arahkan untuk mintanya kepada Allah, jangan sampai ke Pangeran Sukmanjayanya. Minta pada Allah dengan seyakin-yakinnya melalui karomah Pangeran Sukmajaya semoga Allah meridhoi," pungkas Raden.

Hampir Roboh

Monumen Kejawanan di Kota Cirebon.Monumen Kejawanan di Kota Cirebon. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar

Seperti halnya beberapa situs bersejarah yang ada di Cirebon. Di dinding petilasan juga terdapat piring keramik yang menempel namun karena usia bangunan yang sudah tua dan jarang di renovasi, banyak piring keramik tersebut hilang dan hanya menyisakan bekas lubang saja.

Meskipun letaknya dekat dengan pusat Kota Cirebon tepatnya di Jalan Kalijaga Kelurahan Pegambiran Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon. Kondisi Situs Monumen Kejawanan nampak cukup memprihatinkan.

Raden Utara khawatir suatu saat dengan kondisi situs yang terbengkalai takut tiba-tiba roboh. "Takut roboh, banyak kayu yang keropos, sering bocor dan rusak," kata Raden.

Dari pantauan detikJabar memang terlihat beberapa bagian tiang penyangga mulai keropos dimakan rayap, bahkan di bagian luar petilasan terlihat dua kayu kecil yang ditancapkan ke tanah dan diikat dengan bagian atas petilasan. Dua kayu tambahan tersebut digunakan untuk menopang bangunan petilasan yang hampir roboh.

Jika dilihat secara seksama kondisi bangunan juga sudah tidak lagi simetris atau tegak lurus, tapi sedikit berubah posisi dari kondisi awal. Ini disebabkan karena beberapa bagian kayu penyangga memang hampir tidak kuat menahan beban karena termakan usia.

Di bagian dalam pun tidak jauh berbeda. Beberapa bagian tembok terlihat mengelupas. Kayu penyangga genting juga banyak yang keropos. Apalagi jika musim hujan, kebocoran terjadi dimana-mana.

"Kalau musim hujan air itu masuk, banyak yang bocor," kata Raden.

Meskipun sudah ia sampaikan berkali-kali kepada pihak terkait. Menurut Raden Utara pihak terkait belum ada bantuan yang signifikan. "Dari pertama kali saya jadi Juru Kunci 30 tahun lalu sampai sekarang masih belum ada perubahan yang signifikan," kata Raden.

Menurut Raden Utara sudah sejak dahulu dirinya sudah mengajukan untuk perbaikan dari mulai ke pemerintah hingga keraton namun tetap saja tidak membuahkan hasil. "Minta ke keraton nggak dikasih minta ke dinas purbakala tidak dikasih, jadinya kan bingung," kata Raden.

"Keadaan memang sudah darurat. Akhirnya ada swadaya masyarakat yang inisiatif membangun ruangan tambahan dengan baja ringan agar tidak kepanasan dan kehujanan tapi hasilnya kurang maksimal," tambah Raden.

Ia juga menyayangkan sikap pemda yang kurang memperhatikan Monumen Kejawanan. Padahal Monumen Kejawanan merupakan cagar budaya yang harus dirawat pelestarianya. "Yang sangat disayangkan dari pemerintah dana pemeliharaan itu tidak ada, padahal sudah diakui oleh pemda, ini sudah rusak semua," kata Raden.

Menurut Raden Utara kondisi ini diperburuk dengan iklim angin pesisir yang membuat lapisan tembok menjadi terkelupas dan rapuh secara perlahan. "Coba aja lihat tuh tembok-temboknya kan banyak yang rusak, piring-piring keramik juga banyak yang pecah dan copot," tutur Raden.

Padahal dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2010 BAB VIII pasal 95 ayat 1 menyatakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya.

Oleh karena itu sebagai juru kunci, Raden Utara hanya berharap agar pemerintah meninjau situasi Monumen Kejawanan saat yang saat ini kondisinya memprihatinkan. "Pemerintah agar supaya meninjau keadaan dan situasi Monumen Kejayaan saat ini yang kondisinya sangat mengenaskan," pungkas Raden.

(sud/sud)


Hide Ads