Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali menimpa warga Jawa Barat. Kali ini, tiga warga Sukabumi menjadi korban TPPO jaringan Myanmar. Setelah sempat terkatung-katung di Thailand selama dua minggu, mereka akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia.
Ketiga korban, yakni Amirudin dari Kampung Ranji, Asep Muchsin Alatas dari Bojonggaling, dan Dede dari Kampung Babakan Legok, tiba di Tanah Air melalui Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis (6/3) malam. Kini, mereka telah kembali ke keluarga masing-masing.
Kepala Desa Kebonpedes Dadan Apriandani, mengatakan ketiga korban terdiri dari dua warga Kebonpedes dan satu warga Jambenenggang. Mereka dipulangkan melalui koordinasi antara Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar Indonesia di Thailand, serta Bareskrim Polri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah sampai di Bandara Soekarno-Hatta, mereka tidak mendapat pendampingan untuk pulang ke Sukabumi. Harusnya ada bantuan dari Kementerian Sosial, tapi ternyata mereka harus pulang mandiri menggunakan driver online," ujar Dadan, Jumat (7/3) lalu.
Dadan menyayangkan kurangnya pendampingan bagi para korban, mengingat mereka baru saja mengalami peristiwa traumatis akibat TPPO. "Kalau harus menunggu fasilitas kepulangan, katanya bisa seminggu lagi. Jadi mereka memilih pulang sendiri," tambahnya.
Saat ini, kondisi ketiga korban masih dalam pemantauan. Meski demikian, Dadan menuturkan kondisi ketiganya dalam keadaan sehat. "Mereka baru tadi malam sampai, pagi ini saya belum sempat ke rumahnya. Saya akan datang untuk memastikan kondisi mereka," kata Dadan.
Kasus TPPO jaringan Myanmar masih menjadi perhatian. Dia menyebut bahwa para korban sempat disekap di Myanmar. "Iya jaringan Myanmar yang dulu disekap, kemarin itu temannya mereka," ujarnya.
Sekedar informasi, pada September 2024 lalu viral di media sosial kondisi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar. Para korban diduga disekap di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar. Enam orang dipulangkan pada Desember 2024 dan tiga orang menyusul pada Maret 2025.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Sukabumi Jejen Nurjanah mengatakan, para korban TPPO mulanya ditawari bekerja di Thailand oleh temannya sebagai admin salah satu perusahaan keuangan digital. Mereka berangkat menggunakan visa kunjungan dengan rentang waktu bulan Mei hingga Juni.
"Ya ilegal, visanya visa kunjungan, terus dia itu hanya melalui via telepon, ditelepon sama temannya buat kerja di Thailand, buat paspor di sana, sudah ada yang jemput di sana, ternyata dia diseberangkan ke negara yang konflik," kata Jejen.
Lebih lanjut, para korban tergiur dengan iming-iming upah tinggi mulai dari Rp35 juta. Namun pada kenyataannya, mereka harus mengikuti pelatihan (training) selama tiga bulan tanpa gaji dan gaji pertama pun antara Rp3,5 juta sampai Rp6,5 juta. Setelah tiba di Myanmar, mereka ternyata bekerja sebagai scammer online. Kemudian, saat kabar pengaduan sampai ke atasannya, para korban pun mendapatkan tindakan penyekapan.
(wip/iqk)