Dinas Pendidikan Jawa Barat telah meminta sekolah untuk melajukan percepatan penyerahan ijazah untuk lulusannya di jenjang SMA/SMK/SLB sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor 3597/PK.03.04.04/SEKRE.
Namun hal tersebut dianggap hanya mudah dilakukan bagi sekolah negeri. Sementara sekolah swasta, ada kendala yang harus dihadapi untuk menyerahkan ijazah.
Dalam surat edaran itu, satuan pendidikan tidak diperkenankan untuk menahan atau tidak memberikan ijazah kepada pemilik ijazah yang sah dengan alasan apapun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya, sekolah harus mendata, melaporkan dan menyerahkan ijazah tahun pelajaran 2023/2024 atau tahun pelajaran sebelumnya, yang belum diserahkan kepada lulusan yang berhak menerima ijazah paling lambat tanggal 3 Februari 2025.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono menyebut, sekolah negeri dipastikan akan mengikuti arahan soal penyerahan ijazah. Hanya saja, menurut Ono ada kendala yang dihadapi sekolah swasta soal hal tersebut.
"Untuk sekolah negeri saya kira sudah tak ada masalah. Hanya saja untuk sekolah swasta melalui Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) sudah memberikan surat kepada kepala dinas pendidikan, mereka menolak untuk mendistribusikan ijazah tersebut," ujar Ono, Rabu (29/1/2025).
Ono mengungkapkan, sekolah swasta menolak menyerahkan ijazah kepada lulusan karena menyangkut masalah kewajiban orangtua dalam memenuhi biaya pendidikan.
Sebab menurutnya, sekolah swasta belum mendapat bantuan khusus soal distribusi ijazah. Selama ini, kata Ono, yang mereka terima hanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU).
"Sehingga mereka minta kepala dinas pendidikan untuk menengahi permasalahan pendistribusian ijazah dan mereka juga instruksikan kepada kepala sekolah swasta itu, untuk berkoordinasi dengan KCD dan menginformasikan jumlah ijazah yang belum terdistribusi serta skema penyerahannya," jelasnya.
Harus Bayar Tunggakan
Ono mengaku pernah mendatangi sekolah swasta di wilayah Cirebon untuk membantu mengambil ijazah siswa. Namun saat itu, sekolah tetap menuntut siswa membayar tunggakan jika ijazah ingin diambil.
"Kalau pemerintah yang bayar, oke mereka (sekolah swasta) akan berikan. Jadi problemnya itu kan ijazah ditahan karena ada tunggakan yang belum dibayar," ungkapnya.
Ono juga menerangkan, DPRD Jabar akan berupaya memfasilitasi tuntutan sekolah swasta. Namun sekolah swasta harus memberikan data kepada Disdik Jabar terkait lulusan yang ijazahnya ditahan hingga besaran tunggakan yang harus dibayar.
"Kami tunggu data-data itu, kalau memang diperlukan surat, kami akan bersurat resmi kepada BPMS. Kami juga terbuka bila sekolah swasta ingin dialog atau menyampaikan aspirasi, kita tunggu. Karena tentu tujuan kita sama, yakni memajukan dunia pendidikan di Jawa Barat," tandasnya.
Respons Disdik Jabar
Terpisah, Plh Kadisdik Jabar, Deden Saepul Hidayat menuturkan, meski berkaitan dengan biaya, namun seharusnya tidak dibolehkan sekolah menahan ijazah siswa yang telah lulus karena ijazah adalah hak dari peserta didik.
"Kalau swasta ada kemungkinan memang berkaitan dengan masalah biaya, tapi pada prinsipnya kami sampaikan tidak boleh menahan ijazah dalam bentuk apapun, karena ijazah itu hak anak-anak untuk mendapatkan pengakuan selesai melakukan suatu pendidikan," ucap Deden.
Menurutnya, Disdik Jabar tidak bisa ikut campur lebih jauh terkait tunggakan siswa di sekolah swasta. Namun dia berharap, sekolah swasta tetap bisa mengikuti arahan terkait percepatan penyerahan ijazah yang paling lambat harus dilakukan pada 3 Februari mendatang.
"Memang banyak masukan kepada kami, tapi kami tidak bisa ikut mencampuri karena itu kewenangan di sekolah swasta. Tapi kami ingin tegaskan bahwa Ijazah itu harus ada di sekolah dan tidak boleh ditahan, termasuk ada masalah dengan keuangan," ucapnya.
"Kalau ada yang belum, nanti tanggal 3 Februari, kami akan klarifikasi lagi kepada pihak satuan pendidikan, kenapa tidak disampaikan, ada berapa banyak yang belum dan lain sebagainya," tutup Deden.
(bba/orb)