Sekolah Swasta Tolak Serahkan Ijazah, Ini Kata Fraksi PPP DPRD Jabar

Sekolah Swasta Tolak Serahkan Ijazah, Ini Kata Fraksi PPP DPRD Jabar

Bima Bagaskara - detikJabar
Kamis, 30 Jan 2025 19:30 WIB
Zaini Shofari, Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar.
Ketua Fraksi PPP Jabar Zaini Sofari (Foto: Istimewa).
Bandung -

Fraksi PPP DPRD Jawa Barat mendorong pemerintah untuk turun tangan mengatasi polemik penyerahan ijazah yang mendapat penolakan dari sekolah swasta.

Diketahui, Dinas Pendidikan mengeluarkan surat edaran soal percepatan penyerahan ijazah. Adapun satuan pendidikan jenjang SMA, SMK dan SLB baik negeri maupun swasta harus menyerahkan ijazah kepada lulusannya maksimal 3 Februari 2025.

Namun hal itu mendapat penolakan dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS). Mereka menolak untuk mendistribusikan ijazah tersebut karena menyangkut masalah kewajiban orangtua dalam memenuhi biaya pendidikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi polemik itu, Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar Zaini Shofari mengatakan, keluhan dari sekolah swasta soal penyerahan ijazah mulai berdatangan sejak Sabtu (25/1) lalu atau dua hari setelah Disdik Jabar mengeluarkan surat edaran.

"Kamis Disdik mengeluarkan surat edaran percepatan penyerahan ijazah SMA, SMK, SLB. Hari Kamis sore sudah mulai banyak yang mengambil (ijazah). Mulai Sabtu sampai hari ini yang masuk (laporan) ke kita itu bukan lagi peserta didik, tapi kepala sekolah atau guru, atau yayasan yang swasta," ucap Zaini saat dikonfirmasi, Kamis (30/1/2025).

ADVERTISEMENT

"Mereka menanyakan ini gimana, biayanya dari mana," imbuh dia.

Karena munculnya polemik soal penyerahan ijazah ini, Zaini memastikan DPRD Jabar melalui Komisi V akan memanggilmu pihak sekolah swasta dan Disdik Jabar untuk duduk bersama mencari solusi.

"Hari Senin nanti kita bakal menerima permohonan audiensi dari pihak sekolah swasta itu termasuk kita akan panggil Kadisdik untuk bisa menjelaskan terkait persoalan ijazah ini," ujarnya.

Zaini juga merespon keluhan sekolah swasta soal tunggakan biaya yang masih dimiliki oleh siswa yang sudah lulus. Dia tidak memungkiri hal itu memberatkan sekolah swasta, terlebih untuk sekolah di lingkungan pesantren.

"Bahkan ada pesantren yang punya SMA sama (keluhannya). Harus dibedakan juga antara sekolah biasa dengan pesantren, di situ ada biaya menginap, biaya makan, artinya bebannya jauh lebih berat," ungkap Zaini.

Karena itu, Zaini mengharapkan dalam pertemuan nanti ditemukan solusi untuk mengatasi polemik tersebut, termasuk kemungkinan Pemprov Jabar mengeluarkan biaya untuk pertanggungjawaban kepada sekolah swasta.

"Kita terima semua respon dan mudah-mudahan nanti punya jalan keluar seperti apa. Apa misalnya diganti oleh pemprov, misal kalau ada 5 anak dengan tunggakan Rp 5 juta berarti Rp 25 juta, apa diganti 100 persen atau misalnya setengahnya," tuturnya.

"Bukan tidak mungkin, saya pikir dengan anggaran (pendidikan) Rp 11 triliun, setidaknya jika ini untuk kepentingan masyarakat ya kenapa tidak. Apalagi ada keberpihakan gubernur terpilih juga untuk masyarakat," tutup Zaini.




(bba/mso)


Hide Ads