Polemik Ijazah Ditahan, Pemprov Jabar Kaji Opsi Pelunasan Tunggakan

Polemik Ijazah Ditahan, Pemprov Jabar Kaji Opsi Pelunasan Tunggakan

Bima Bagaskara - detikJabar
Senin, 03 Feb 2025 21:30 WIB
Audiensi di DPRD Jabar.
Audiensi di DPRD Jabar. Foto: Bima Bagaskara/detikJabar
Bandung -

Dinas Pendidikan dan Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) bertemu dalam audiensi yang digelar Komisi V DPRD Jawa Barat untuk membahas polemik ijazah siswa yang tertahan di sekolah swasta.

Namun pertemuan yang digelar di ruang rapat Komisi V DPRD Jabar, Senin (3/2/2025) itu belum menghasilkan keputusan final. Kedua pihak masih fokus membahas draft Memorandum of Understanding (MoU) yang diharapkan jadi solusi atas polemik tersebut.

Ketua FKSS Jabar Ade Hendriana mengatakan, sekolah swasta tingkat SMA/SMK/SLB tidak bakal menyerahkan ijazah kepada lulusan yang masih memiliki tunggakan sebelum adanya MoU yang dibuat Disdik Jabar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sepakat akan menyerahkan ijazah setelah MoU dibuat. Itu dasar atau regulasi buat kita bahwa dalam artian ijazah diserahkan dan kita ada dasar pergantiannya (biaya tunggakan)," kata Ade usai pertemuan.

Ade mengaku, FKSS baru mendapat draft MoU yang disusun Disdik Jabar. Namun dia menyebut, ada beberapa poin yang harus direvisi khususnya terkait Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) yang tidak perlu dikaitkan dengan masalah ijazah.

ADVERTISEMENT

"MoU baru saya dapat, saya pelajari. Ada beberapa masukan terkait kompensasi dari pemerintah Provinsi Jabar teknis seperti apa itu saya masukan. Dalam poin ini kami, menginginkan BPMU tidak dikait-kaitkan, ini masalah sendiri yang harus selesaikan," tegasnya.

Pada pertemuan itu, Ade mengungkapkan FKSS keukeuh meminta kompensasi dari pemerintah untuk mendistribusikan ijazah kepada lulusan yang memiliki tunggakan.

"Kita minta penguatan aja agar kompensasi ijazah itu ada dan jangan dikaitkan dengan BPMU. Ijazah diberikan setelah ada MoU," tandasnya.

Saat ini, proses rekapitulasi data soal jumlah tunggakan di sekolah swasta masih dilakukan. Namun diketahui, dari 14 kabupaten dan kota yang datanya sudah masuk, jumlah tunggakan mencapai Rp 720 miliar.

"Yang baru disampaikan itu di 14 kota kabupaten sudah membutuhkan Rp 720 miliar," tutur Anggota Komisi V DPRD Jabar Siti Muntamah.

Menurut Siti, besarnya jumlah tunggakan tersebut kecil kemungkinan mampu ditanggung sepenuhnya oleh Pemprov Jabar. "Ya gak bisa (dibayar), dari mana uangnya harus dicari dan dipikirkan sama-sama. Ini belum pada tahu dibayar pakai anggaran dari mana," singkatnya.

Disdik Kaji Opsi Pelunakan Tunggakan

Sementara Plh Kadisdik Jabar, Deden Saepul Hidayat mengungkapkan, saat ini pihaknya masih menunggu rekapitulasi data terkait jumlah tunggakan lulusan SMA/SMK/SLB swasta di Jabar.

"Belum rilis yah masih kita menunggu. Tapi data untuk semua sekolah sudah ada, yang untuk tunggakan dan persoalan administrasi masih kita lakukan pendataan. Jadi kita belum bisa menyampaikan berapa totalnya," terang Deden.

Deden mengakui, dalam pertemuan dengan FKSS tadi, belum ada solusi yang disepakati karena naskah MoU masih dalam pembahasan. Namun Deden memastikan, Disdik Jabar akan melindungi sekolah swasta dari stigma yang muncul pascaregulasi percepatan penyerahan ijazah.

"Belum (ada keputusan) tadi diskusi mengenai dampak dari gerakan ini, salah satunya kami diminta untuk melindungi sekolah agar tidak di-bully oleh masyarakat," ujarnya.

Disinggung soal kemungkinan Pemprov Jabar melunasi semua tunggakan lulusan di sekolah swasta, Deden menyebut kecil hal itu bisa dilakukan. Jikapun memungkinkan, pelunasan bakal dilakukan secara bergelombang.

"Secara real kayaknya gak mungkin, kalaupun mungkin pasti akan dibayar secara gradual, itulah yang disebut kemampuan piskal. Kalau harus dibayar sekian triliun berapa tahun itu, kemampuan anggaran kita," katanya.

Selain itu, dia juga menyebut ada opsi lain yang mungkin saja dilakukan yakni memberi subsidi bagi orang tua yang anaknya memiliki tunggakan di sekolah.

"Memungkinkan itu dilakukan karena nanti akan diaudit, misalkan punya utang Rp 5 juta dan hanya mampu Rp3 juta. Tapi belum bicara soal teknis itu, kami fokus ke merumuskan MoU dan kondisi piskal daerah," tutup Deden.

(bba/sud)


Hide Ads