Bandung Raya sempat mengalami krisis sampah. Hal itu diakibatkan, TPA Sarimukti alami kebakaran hingga over kapasitas sehingga proses pembuangan sampah alami hambatan.
Hal tersebut mendapatkan sorotan dari Pakar sampah dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Dr. Ir. Mohamad Satori.
Satori mengatakan, seharusnya pemerintah bisa antisipasi hal tersebut. Di samping pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka yang ditargetkan dapat beroperasi tahun 2028 mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebetulnya (pembangunan TPPAS Legok Nangka) on progres kalau saya lihat, sedang proses dan sekarang ada perkembangan baru, memang tidak mudah, prosesnya tidak bisa sebentar, per hari ini memang sudah lelang dan pemenang sudah ada dan kemungkinan mulai pembangunan di awal tahun depan, kalau sesuai dengan jadwal bisa beroperasi tahun 2028," kata Satori kepada detikJabar, Selasa (28/5/2024).
Namun, Satori menyesalkan timing pemerintah yang tidak bisa antisipasi dari jauh hari terkait dengan kondisi Sarimukti yang alami overload sehingga muncul krisis sampah di Bandung Raya.
"Selama 5 tahun ke depan Bandung Raya akan hadapi krisis sampah, makannya ada kebijakan ritase dan sampah organik dilarang dibuang ke Sarimukti," ungkapnya.
Penanganan sampah dari sumber khusunya pengelolaan sampah organik harus terus dijalankan, Satori tidak bisa membayangkan jika tidak diantisipasi krisis sampah terus membayangi warga Bandung Raya hingga pembangunan TPPAS Legok Nangka rampung.
"Lima tahun ke depan meski bisa karena ada pembukaan zona baru tapi itu tidak bisa nampung secara ideal dan rentan pada situasi darurat, banyak hal, longsor di musim hujan dan kebakaran di musim kemarau, itu yang harus diantisipasi dan tidak akan normal itu," jelasnya.
"Memang harus memaksimalkan pengurangan, seperti kebijakan per 1 Januari Pemprov gulirkan program dilarang pembuangan sampah organik dan harus disoroti infrastuktur dan SDM, kalau diterencana dan di-manage dengan baik itu bakal bagus," tambahnya.
Terkait permasalahan sampah, pemerintah juga harus tegas dan membuat aturan yang memaksa. "Harus dipaksa, seperti di Perda pengurangan harus mencapai 30 persen, tapi kenyataannya sampai sekarang saya gak yakin, 20 persen juga gak jumpai," ucapnya.
Disinggung terkait efektivitas dalam pengelolaan sampah organik, Satori menilai jika masyarakat Bandung khusunya Kota Bandung sudah antusias.
"Sebetulnya dari sisi masyarakat saya lihat cukup antusias untuk ikut olah organik, dilihat dari masyarakat kota Bandung yang ingin belajar dan ingin tahu belajar organik. Semangat ini jangan berhenti dan harus terus ditindaklanjuti dengan edukasi masyarakat, siapkan infrastruktur dan hasil dari tim satgas memang ada beberapa hal misal kesiapan setiap kelurahan kelola organik dengan masif, yang sudah berjalan harus dievaluasi dan nanti mana ditindaklanjuti, lanjutkan dan dimodifikasi," paparnya.
Satori juga menyebut, nantinya TPPAS Legoknangka bakal menerapkan teknologi insinerator yang dapat memudahkan seluruh sampah yang dibuang ke lokasi tersebut. Namun tetap harus diantisipasi, karena menggunakan teknologi yang di mana teknologi itu bisa terjadi kerusakan atau traubel maka krisis sampah pun kembali terjadi.
"Gunakan teknologi insinerator, kalau sesuai seluruh sampah masuk dimusnahkan itu efektif, tapi namanya teknologi ada kegagalannya, upaya tetap harus dijalankan, selama empat tahun kedepan maksimalkan pengurangan sehingga nanti yang masuk ke Legok Nangka bisa masuk, karena harganya ke sana mahal bisa naik 7 kali lipat. Perlu diimbangi dengan upaya pengurangan. Kalau krisis lagi, ketika bermasalah teknologi misal ada traubel terjadi maslah lagi," pungkasnya.
(wip/yum)