Nelangsa Guru Honorer di Sukabumi yang Cuma Digaji Rp 300 Ribu/Bulan

Siti Fatimah - detikJabar
Rabu, 31 Jan 2024 15:30 WIB
Ilustrasi (Foto: detikcom)
Sukabumi -

Sejumlah guru honorer di Sukabumi belum mendapatkan upah yang layak. Mereka mengeluh lantaran diberi upah yang jauh dari standar kebutuhan mereka.

IS (51) salah satunya. Guru honorer asal Palabuhanratu ini mengaku sudah mengabdi selama 20 tahun seagai guru honorer SD pelajaran agama. Dia juga sempat ikut seleksi PPPK namun tak lolos.

"Saya sudah 20 tahun mengabdi. Kemarin ikut tes nilai murni saya 582 tapi tetap tidak ada formasi dan tidak masuk kategori P. Kami minta kategori P itu tanpa tes lagi di tahun ini tapi ternyata nggak ada formasi (bagi guru honorer status P)," kata IS saat berbincang dengan detikJabar di Sukabumi, Rabu (31/1/2024).

"Sedih saleresna mah, hoyong ceurik saleresna mah, ya Allah. (Sedih sebetulnya, ingin nangis sebetulnya). Saya guru agama, yakin betul dengan rukun iman, percaya qadha dan qadar tapi sebagai manusia tentu kita harus berusaha, berikhtiar. Adapun nanti hasilnya, Allah tetap menakdirkan saya seperti ini, saya serahkan sepenuhnya pada Allah SWT. Mudah-mudahan jerih payah saya selama ini Allah ridhai dan menjadi bekal saya kelak di kemudian hari," sambung IS sambil tak kuasa menahan tangis.

Soal upah, IS menuturkan, upah pertama kali yang dia terima sebagai guru agama sebesar Rp60 ribu per bulan. Tahun 2024 ini, upahnya berangsur naik menjadi Rp750 ribu per bulan.

"Kalau cukup nggak cukup itu relatif ya, tetap saya syukuri. Tapi di mana letak keadilan, itu yang saya tuntut," katanya.

IS bersama guru-guru lainnya menuntut agar guru honorer diangkat menjadi PPPK tanpa tes. Terlebih, kata dia, banyak di antara guru-guru yang kesulitan untuk menutup kebutuhan rumah tangganya hingga harus mengambil pinjaman.

"(Tuntutan) diangkat jadi PPPK tanpa tes karena kami kemarin nganjuk ka bank emok sajuta can dibayar tepika ayeuna, ngajenghak, (berhutang ke bank emok Rp1 juta belum dibayar sampai sekarang) untuk bekal tes ke Bandung," ucap dia.

Abah Empar (59) guru honorer asal Nyalindung, Kabupaten Sukabumi juga mengalami hal serupa. Dia mengatakan sudah 18 tahun menjadi guru honorer di Sekolah Dasar wilayah Ciherang.

Setiap hari, dia harus menempuh perjalanan satu jam dari rumah ke sekolah tempatnya mengajar.

"Rumah saya di Cisitu, tabuh 5 teh tos angkat. Guru agama, jaraknya sejam, jam 06:00 teh sudah di masjid Ciherang," kata Abah Empar.

Dia mengatakan, banyak suka duka menjadi guru honorer. Empar menceritakan, pada tahun 2005, dia mendapat upah Rp50 ribu per bulan, itu pun dari iuran masyarakat.

"Sekarang Rp300 ribu dikasih ongkos dari SD Ciherang. Sertifikasi dikasih tapi harus pemberkasan jadi rumit lah. Kalau saya dibantu dengan kegiatan pengajian, kadang Minggu sore atau malam, namanya pengajian ada yang ngasih Rp50 ribu saya terima. Cucu saya sudah enam, anak saya tiga. Saya di rumah ada 15 orang satu keluarga," ujarnya.

Empar sempat mengikuti tes PPPK namun karena perubahan sistem membuatnya kesulitan untuk mengikuti tes PPPK. "Kalau saya tidak ikuti etika guru, saya bagaikan domba Garut, sudah merasa kesal, gatal, sudah merasa jenuh. Makanya guru itu seperti anjing pemburu, ini kerjakan, ini kerjakan, ini kerjakan tapi nasibnya tidak diperhatikan," tutupnya.




(dir/dir)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork