Puluhan tenaga kependidikan (Tendik) di Kota Tasikmalaya menuntut penambahan kuota pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk seleksi tahun 2024. Mereka yang merupakan tenaga kependidikan non guru itu mendatangi kantor Bale Kota Tasikmalaya Jalan Letnan Harun, Rabu (31/1/2024) siang.
"Dapat kabar kuota PPPK tahun ini untuk tenaga teknis hanya 18 orang, padahal jumlah Tendik saja ada 300 orang. Makanya kita ingin mendapatkan penjelasan," kata Asep Gunawan (52), honorer bagian Tata Usaha di SMP Negeri 2 Kota Tasikmalaya.
Asep mengaku, sangat mendambakan diangkat menjadi PPPK karena bisa mendapatkan gaji yang besar, ketimbang saat ini. "Ya kalau ditotal pendapatan saya sebagai staf TU honorer sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Kalau jadi PPPK katanya bisa mencapai Rp 3 jutaan," kata Asep.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengaku, sudah 32 tahun menjadi tenaga honorer, selama itu pula dirinya berusaha meningkatkan status menjadi ASN. Namun selalu gagal, padahal saat ini dirinya sudah masuk dalam tenaga honorer kategori dua (K2). Menurut Asep sebagai honorer K2, seharusnya dia mendapat prioritas dalam pengangkatan menjadi PPPK.
"Saya sejak 1992 jadi honorer, sudah sering ikut seleksi, sudah sering ikut pemberkasan tapi belum ada rejekinya untuk jadi ASN bahkan PPPK," kata Asep.
Dia mengatakan, upaya yang dilakukannya diawali dengan menempuh sekolah persamaan, karena dirinya merupakan lulusan Madrasah Tsanawiyah. "Saya ikut persamaan SMA, lalu berkali-kali ikut tes CPNS, tapi gagal," kata Asep.
Upayanya belum berhenti, dia terus menambah kemampuan dengan menempuh kuliah Diploma 3. "Katanya harus D3, tahun 2009 saya kuliah. Kemudian ikut lagi seleksi, gagal lagi," kata Asep.
Upayanya menjadi PNS akhirnya terhenti ketika usianya sudah tak memenuhi syarat lagi. Sejak saat itu dia hanya bisa pasrah dan berharap segera ada pengangkatan.
"Ternyata saya tak masuk honorer K1 (kategori 1), sehingga tak masuk pengangkatan. Saya akhirnya masuk K2 dan berharap bisa menjadi PPPK, tapi ternyata masih belum juga. Kuotanya minim, terus saya juga harus bersaing dengan yang muda-muda. Harapan saya sih yang sudah K2 ini jadi prioritas," kata Asep.
Menurut dia jumlah tenaga kependidikan yang berstatus honorer K2 ada sekitar 73 orang. Jumlah yang menurutnya sedikit dan layak mendapat prioritas menjadi PPPK, dengan pertimbangan masa kerja yang sudah lama. "Yang K2 itu sedikit, sekitar 73 orang. Padahal mah yang ini dulu didahulukan, yang sudah tua-tua dan mengabdi lama," kata Asep.
Meski mendapat gaji sebagai honorer yang jauh dari kata layak, namun Asep mengaku selalu berusaha bersyukur. Dia juga berusaha sekuat tenaga menambah penghasilan untuk menghidupi keluarganya. "Ya ada usaha kecil-kecilan, usaha barang rongsokan. Menampung barang bekas," kata Asep.
Hal serupa juga dialami oleh Ujang Darsu yang sudah 24 tahun menjadi pegawai TU honorer di SMP Negeri 9 Kota Tasikmalaya. "Kalau saya usaha sampingannya melatih bulu tangkis, makanya bisa bertahan sampai sekarang," kata Ujang Darsu.
Jaya Kartiman pegawai TU honorer di SMP Negeri 3 Kota Tasikmalaya berharap pemerintah menaruh perhatian kendati tenaga kependidikan ini kerap dianggap bukan prioritas, seperti halnya guru atau tenaga kesehatan. "Saya sudah 35 tahun jadi honorer, ya berharap tahun ini bisa lulus jadi PPPK. Beberapa tahun lagi berhenti kerja, inginlah merasakan mendapatkan gaji yang layak," kata Jaya.
Sementara itu kedatangan para tenaga kependidikan ke Bale Kota ini tidak mendapatkan kejelasan, setidaknya sampai pukul 13.00 WIB. Mereka yang datang sejak pukul 10.00 WIB hanya bisa duduk-duduk di depan lobby tempat kerja Wali Kota Tasikmalaya, padahal mereka berharap bisa bertemu Pj Wali Kota.
Beruntung tak lama berselang Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya Ucu Anwar datang untuk menemui mereka. "Secara personal saya memberikan support kepada mereka yang sedang memperjuangkan nasibnya. Walau pun terkait tuntutan mereka menjadi PPPK ada hal yang bukan menjadi kewenangan Dinas Pendidikan," kata Ucu.
Dia mengatakan salah satu yang menjadi bahan pertimbangan penambahan atau pembukaan seleksi PPPK adalah masalah kemampuan anggaran daerah. Karena beban gaji PPPK akan ditanggung oleh APBD. "Masalahnya sekarang kita harus memperhatikan regulasi dan kemampuan keuangan daerah, itu jelas bukan domain saya untuk menjawab," kata Ucu.
Namun demikian Ucu mengatakan keberadaan atau kinerja para tenaga kependidikan ini sangat dibutuhkan, terlebih bagi mereka yang sudah mengabdi puluhan tahun. Selain sudah mampu bekerja, mereka juga sudah menunjukan loyalitasnya.
"Mereka adalah orang-orang yang sudah mengabdi sekian lama di Dinas Pendidikan, baik itu guru honor atau tenaga kependidikan. Kami dinas pendidikan sebagai user sangat membutuhkan," kata Ucu.
(mso/mso)