Satset Penghulu di Kota Cirebon Dikejar Hitung-hitungan Tanggal Nikah

Satset Penghulu di Kota Cirebon Dikejar Hitung-hitungan Tanggal Nikah

Ony Syahroni - detikJabar
Minggu, 24 Sep 2023 16:00 WIB
Pernikahan dan buku nikah. dikhy sasra/ilustrasi/detikfoto
Menikah (Foto: dikhy sasra)
Cirebon -

Sebagian masyarakat di Indonesia memiliki tradisi tersendiri saat akan melangsungkan pernikahan. Masyarakat biasanya akan menentukan waktu yang dinilai baik untuk melangsungkan momen istimewa itu. Mulai dari bulan, hari, atau bahkan jam.

Namun ternyata, kepercayaan masyarakat tentang waktu atau hari baik untuk melaksanakan pernikahan itu menjadi tantangan tersendiri bagi seseorang penghulu nikah. Dalam hal ini, seorang penghulu harus sebisa mungkin mengikuti waktu yang telah ditentukan oleh keluarga pengantin.

Sebab jika tidak, seorang penghulu harus rela menerima raut sinis atau bahkan omelan dari keluarga pengantin yang memiliki keyakinan tersendiri terkait hari baik dalam pelaksanaan pernikahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengalaman itu lah yang setidaknya pernah dirasakan oleh Sujai (48). Ia merupakan seorang penghulu nikah yang bertugas di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.

"Kadang ada saja masyarakat yang melangsungkan pernikahan itu berdasarkan hitungan-hitungan, sesuai dengan kepercayaan. Misalkan jam sekian harus akad, jam sekian harus keluar dari rumah, dan lain-lain," kata Sujai saat berbincang dengan detikJabar di Cirebon, baru-baru ini.

ADVERTISEMENT

"Ketika saya melangsungkan pernikahan di luar jam yang mereka kehendaki, itu saya bisa dimarahi. Contohnya, ada masyarakat yang minta (akad nikah) jam 10, tapi jam 9 itu sudah lengkap semua. Masa iya harus nunggu sampai jam 10. Jadi ketika kita lebih cepat salah, ketika kita telat juga salah," ucap dia.

Sujai juga mengaku kerap kewalahan ketika sudah memasuki bulan yang dianggap waktu baik untuk melangsungkan pernikahan. Seperti bulan Syawal, Dzulhijjah, Rajab dan lain-lain.

Sebab, di bulan-bulan tersebut biasanya ada banyak masyarakat yang ingin melangsungkan pernikahan dalam waktu yang berdekatan. Saat memasuki musim nikah, di wilayah Kecamatan Kesambi sendiri biasanya ada 16 pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan dalam satu hari.

"Waktu bulan haji (Dzulhijjah) tahun ini, sehari itu ada 16 pasang (pengantin). Di kita (KUA Kesambi) kan ada tiga penghulu. Jadi setiap satu penghulunya itu kebagian 5 sampai 6 (peristiwa nikah)," kata dia.

"Mungkin ngga akan terlalu repot kalau masyarakatnya bisa diatur jamnya. Tapi kan kadang masyarakat sudah menentukan waktunya sendiri berdasarkan hitungan-hitungan itu," ucap Sujai.

Cerita soal kesibukan hingga dimarahi oleh keluarga pengantin, merupakan pengalaman yang pernah dirasakan oleh Sujai. Meski begitu, Sujai sendiri mengaku sangat menikmati pekerjaan sebagai penghulu nikah.

Sebab, melalui pekerjaan tersebut, ia bisa berinteraksi dan bersilaturahmi dengan banyak orang saat menghadiri sebuah acara pernikahan.

"Senangnya itu kita bisa bertemu dengan masyarakat. Silaturahmi dengan tokoh-tokoh masyarakat. Dalam hajatan pernikahan itu semua kumpul," kata Sujai.

(yum/yum)


Hide Ads