BRT Bakal Mengaspal Total di Bandung Raya 2024

BRT Bakal Mengaspal Total di Bandung Raya 2024

Sudirman Wamad - detikJabar
Selasa, 27 Des 2022 13:12 WIB
Arus lalu lintas di Jalan dr Djunjunan, Pasteur menuju Fly Over Mochtar Kusumaatmadja, Kota Bandung terpantau mengalami kepadatan. Pantauan detikJabar, Sabtu (26/3/2022) kendaraan yang didominasi dengan pelat nomor luar kota, keluar dari arah Exit Tol Pasteur menuju ke pusat kota.
Kemacetan Kota Bandung (Foto: Wisma Putra)
Bandung - Operasional keseluruhan untuk Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya direncanakan pada 2024. Awal tahun 2023, rencananya seluruh kepala daerah di Bandung Raya bakal menggelar rapat terkait komitmen pembangunan sarana dan operasional BRT.

"Ya 2024 itu, BRT ini menjadi salah satu moda transportasi yang dipilih provinsi. Itu mengoordinasikan beberapa kota dan kabupaten di Bandung Raya," kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung Dadang Darmawan kepada detik detikJabar, Selasa (27/12/2022).

Dadang tak menampik Pemkot Bandung memiliki tugas yang lebih besar ketimbang daerah lainnya di Bandung Raya. Dadang menyebutkan dalam proyek pembangunan infrastruktur operasional BRT itu Pemprov Jabar bakal membantu sekitar 50 persenan, kemudian Kota Bandung di angka 30 persenan. Sebab, koridor BRT mayoritas berada di Kota Bandung.

"Memang BRT itu mungkin 80 persen dari koridor yang nanti dibangun ada di Kota Bandung. Makanya, dibandingkan dengan kota atau kabupaten yang lain Kota Bandung proporsinya lebih besar, kemarin 30 persen lebih. Kalau Kota Cimahi dan Bandung Barat itu di bawah sepuluh persen," ucap Dadang.

Dadang juga menjelaskan penggunaan mobil listrik dalam transportasi massal bakal dilakukan secara bertahap. Menurutnya, keberhasilan konsep transportasi massal di Bandung Raya ini yang paling vital adalah komitmen bersama antardaerah dan semua pihak.

Dadang mengatakan ada tiga mode transportasi di Bandung Raya bakal dikembangkan, yakni BRT, Light Rail Transit (LRT), dan cable car atau kereta gantung. Dadang mengatakan konsep rencana tiga mode transportasi itu dikembangkan karena melihat karakteristik dan sejarah pembangunan cekungan Bandung.

"Kota Bandung itu kan dulu direncanakan untuk dihuni oleh 300 ribuan penduduk. Sekarang Kota Bandung sudah 2,4 juta penduduk kalau siang," ucap Dadang.

Karakteristik Bandung berbeda dengan Surabaya dan Jakarta. Luas jalan yang tak begitu lebar, hingga kontur tanah yang bergelombang menjadi alasan dipilihnya ketiga mode transportasi.

"Untuk yang relatif jalannya flat itu pakai BRT. Kemudian untuk yang antarkota itu pakai LRT, kemudian untuk yang konturnya berbukit pakai cable car," kata Dadang.

Konversi Angkot

Lebih lanjut, Dadang menjelaskan dalam pelaksanaan pengopersian BRT itu direncanakan adanya konversi angkutan kota (angkkot). Sebab, lanjut Dadang, banyak trayek angkot di Kota Bandung yang bersinggungan dengan rute BRT.

"Pak Gubernur kemarin menyampaikan agar sopir angkot tidak khawatir. Para angkot ini nantinya akan menjadi bagian dari ekosistem transportasi BRT. Nantinya, yang jadi sopir angkot, bisa jadi sopir bus, jadi jangan khawatir pasti dilibatkan," ucap Dadang.

Ia mengatakan saat ini volume kendaraan di Kota Bandung sudah terlalu banyak. Pihaknya telah menggagas soal konversi angkot tersebut.

"Konsepnya memang mirip seperti konversi. Jadi, angkot yang ada dua, bisa jadi satu, atau tiga jadi satu dengan microbus atau bus seperempat," kata Dadang.

Terpisah, Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengaku bakal menggelar rapat bersama kepala daerah lainnya pada Januari 2023 mengenai rencana operasional BRT. Yana juga tak menampik kajian soal rute dan konversi bakal dilakukan.

"Ya kalau bisa nanti angkot itu jadi feeder. Utamanya BRT. Ini baru dibahas, karena ada singgungan trayek. Kita mau (transportasi) itu efisien, jadi penumpang yang turun di titik itu bisa nyambung lagi (melanjutkan perjalanan)," kata Yana. (sud/yum)



Hide Ads