Penjelasan Fidyah, Siapa yang Harus Bayar dan Berapa Besarannya?

Penjelasan Fidyah, Siapa yang Harus Bayar dan Berapa Besarannya?

Devi Setya - detikHikmah
Senin, 19 Feb 2024 19:15 WIB
Kewajiban fidyah saat Ramadan diperuntukkan untuk orang Muslim yang tidak menjalankan ibadah puasa karena alasan tertentu. Lalu, siapa yang wajib bayar fidyah?
Ilustrasi fidyah Foto: Getty Images/iStockphoto/hadynyah
Jakarta -

Fidyah merupakan cara yang ditetapkan secara syariat untuk orang-orang yang tidak mampu mengganti puasa utang puasa Ramadhan. Terdapat ketentuan tentang fidyah yang harus dipahami sebelum melakukannya.

Melansir laman Baznas, Senin (19/2/2024) kata fidyah berasal dari kata fadaa yang artinya mengganti atau menebus. Berdasarkan istilah, fidyah merupakan harta benda yang dalam kadar tertentu, wajib diberikan kepada orang miskin sebagai pengganti ibadah yang ditinggalkan.

Pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fidyah merupakan denda yang harus dibayar oleh seorang muslim karena meninggalkan puasa yang disebabkan oleh penyakit menahun, penyakit tua yang menimpa dirinya, dan sebagainya. Seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan namun tidak sempat atau tidak mampu membayar puasa maka diwajibkan membayar fidyah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam Al-Qur'an, fidyah dijelaskan melalui surat Al Baqarah ayat 184. Allah SWT berfirman,

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

ADVERTISEMENT

Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Oleh karena itu, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib untuk membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Golongan Orang yang Memberi Fidyah (H2)

Merangkum buku Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 3 oleh Wahbah az-Zuhaili, disebutkan sejumlah penyebab yang bisa membuat seseorang memberi fidyah. Berikut rinciannya:

1. Membayar fidyah berlaku atas orang yang sama sekali tidak dapat menjalani puasa, seperti orang lanjut usia. Dikatakan bila mereka sulit melaksanakan kewajiban puasa, maka boleh tidak berpuasa, dengan syarat mesti memberi makan orang miskin, untuk sejumlah hari puasa yang dilewatkannya.

2. Orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, lantaran puasa tidak dibolehkan terhadapnya, sehingga ia perlu mengasih berupa makanan kepada orang miskin.

3. Wanita hamil dan menyusui. Apabila orang itu khawatir akan kesehatan atau kondisi anaknya yang sedang dikandung atau disusui, maka boleh tidak mengerjakan puasa wajib, asalkan perlu memberi makan orang miskin.

4. Orang yang lalai dalam mengqadha puasa Ramadhan. Di mana mereka terus menunda mengganti puasa itu hingga kedatangan bulan Ramadhan di tahun berikutnya. Fidyah yang diberikan sebanyak jumlah hari puasa yang ditinggalkannya.

Besaran Fidyah dan Cara Membayarnya (H2)

Dalam buku Majelis Bulan Ramadhan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dijelaskan, orang-orang yang wajib membayar fidyah harus memberi makan satu orang miskin sebagai ganti satu hari puasa yang ditinggalkannya.

Sebelum membayar fidyah, seorang yang meninggalkan puasa harus lebih dulu mengusahakan untuk membayar utang puasanya. Jika tidak mampu berpuasa, maka ia wajib membayar fidyah karena yang setara dengan puasa adalah membayar fidyah.

Pembayaran fidyah boleh dilakukan secara terpisah atau digabungkan. Tiap orang miskin mendapatkan satu mudd gandum yang kualitasnya baik, yaitu setara dengan empat sha' Nabawi. Beratnya adalah setengah kilo lebih sepuluh gram.

Pembayarannya boleh juga dilakukan dengan cara membuat suatu makanan, lalu mengundang orang-orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkan untuk memakan hidangan tadi hingga kenyang. Kualitas nasi maupun hidangan makanan yang dibuat harus setara dengan menu makanan harian orang yang membayar fidyah.

Ulama empat mazhab, yaitu Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah. Berargumen dengan nash syariat yang secara tegas memerintahkan untuk memberi makanan pokok kepada fakir dan miskin, bukan memberi jenis lain.

Sedangkan menurut Hanafiyah, fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk qimah (nominal uang) yang setara dengan makanan, sebagaimana dijelaskan dalam nash Al-Qur'an atau hadits. Ulama Hanafiyah cenderung memiliki pemahaman yang longgar terkait teks dalil agama yang mewajibkan memberi makan kepada fakir miskin.

Menurut ulama mazhab ini, tujuan pemberian makanan kepada fakir miskin adalah untuk memenuhi kebutuhannya, dan tujuan tersebut dapat dicapai dengan membayar qimah yang setara dengan makanan. (Syekh Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqih Al-Islami Wa Adillatuhu, juz 9, hal. 7156)

Al-Bukhari berkata: "Adapun orang tua renta yang tidak mampu berpuasa (maka boleh berbuka). Anas pernah tidak berpuasa selama setahun atau dua tahun ketika beliau telah tua. Maka dari itu, beliau memberi makan kepada orang miskin (secara sekaligus) sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkannya."

Ibnu Abbas berpendapat: "Orang tua renta yang tidak mampu berpuasa, baik laki-laki ataupun wanita, wajib membayar fidyah berupa memberi makan seorang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan." (HR. Al-Bukhari)

Syariat tentang fidyah merupakan hikmah dan rahmat dari Allah SWT yang menjadi bukti bahwa Allah SWT menyayangi para hamba-Nya.

Allah SWT telah mewajibkan setiap mukallaf (orang yang dikenai beban pelaksanaan syari'at) untuk menjalankan syari'at sesuai dengan kondisinya. Tujuannya agar semuanya mampu melaksanakannya dengan dada yang lapang, jiwa yang tenang, dan penuh keridhaan bahwasanya Allah SWT adalah Rabbnya, Islam sebagai agamanya, serta Muhammad adalah Nabinya.

MasyaAllah.




(dvs/erd)

Hide Ads