Hukum mengenai wanita bepergian tanpa mahram bersumber dari riwayat hadits sabda Rasulullah SAW. Wanita tidak diperkenan bepergian kecuali dengan mahramnya. Namun, sejumlah ulama mengecualikan larangan tersebut.
Salah satu sumber dalil yang dijadikan rujukan untuk larangan wanita bepergian tanpa mahram adalah hadits dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda,
لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمِ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir melaksanakan safar (perjalanan) berjarak satu hari perjalanan melainkan dengan seorang mahram. (HR Muslim)
Dalam riwayat lainnya Rasulullah SAW menyebutkan hal serupa,
لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَم وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولُ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجِّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَا
Artinya: Tidaklah dibenarkan bagi seorang perempuan untuk melakukan safar kecuali bersama mahramnya, dan tidak pula dibenarkan bagi seorang laki-laki untuk masuk menemui seorang perempuan melainkan jika mahramnya bersama perempuan itu. Seorang laki-laki bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ingin keluar berjihad bersama pasukan demikian dan demikian tetapi istriku ingin pula melaksanakan haji.' Rasulullah menjawab, 'Kalau demikian, temanilah istrimu itu'." (HR Bukhari)
Mahram adalah suami dari wanita tersebut atau lelaki yang mempunyai hubungan nasab dengannya seperti, ayah, anak, saudara laki-laki, paman dari ayah dan ibu, atau mertuanya.
Menurut Muhammad Masykur dalam buku Wanita-wanita yang Dimurkai Nabi, larangan tersebut dimaksudkan untuk keamanan wanita baik kehormatan, barang-barang, keimanan, diri dan jiwanya. Keberadaan mahram dianggap memberi rasa aman bagi wanita selama perjalanan.
Hal senada juga diungkap DR. KH. M. Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari. Pelarangan tersebut dimaksudkan sebagai langkah preventif atau li saddi ad dzari'ah yang bertujuan untuk melindungi kaum wanita dari berbagai gangguan yang mungkin terjadi.
Syarat Kebolehan Wanita Bepergian Tanpa Mahram
Ulama sepakat wanita muslim boleh melakukan perjalanan tanpa mahram karena adanya hal darurat. Hal darurat yang disebutkan yakni, perjalanan yang dilakukan dari negeri kafir ke negeri Islam dan perjalanan dari negeri yang tidak aman ke negeri yang aman.
Ulama lain berpendapat, wanita muslim tetap dibolehkan bepergian tanpa mahram yang tidak diiringi dengan sebab darurat. Syaratnya adalah perjalanan tersebut aman dari fitnah. Sebagai contoh, adanya sejumlah teman wanita yang turut menemai dan amannya kondisi jalan.
Pendapat tersebut diyakini oleh Hasan Al Bashri, Al Auza'i dan Daud Ad Dzhahiri. Pendapat ini juga menjadi salah satu yang disebutkan di antara pendapat dari kalangan ulama Mazhab Syafi'i dalam Al Majmu' terjemahan Dr. Fahad Salim Bahammam dalam buku Fiqih Modern Praktis.
Pendapat serupa juga diambil dari salah satu kalangan ulama Mazhab Hambali yang kemudian dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Ibnu Muflih dalam Al Furu' pun pernah mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah yang menyebutkan sebgaian sahabat membolehkan wanita bepergian tanpa mahram meski bukan safar haji seperti, dalam rangka ziarah dan bisnis.
Imam Nawawi dalam Al Majmu' juga menambahkan pendapat dari para ahli. Ada yang membolehkan seorang wanita muslim boleh bepergian dengan teman wanita terpercaya meski tanpa mahramnya. Namun, ada pula yang menyebut tidak boleh hanya dengan satu orang perempuan atau tsiqah tetapi yang dibolehkan adalah sejumlah perempuan terpercaya.
Disebutkan pula wanita muslim boleh bepergian sendirian ke tempat yang dekat. Hal ini dilandasi dari hadits berikut, "Hampir datang masanya wanita naik sekedup seorang diri tanpa bersama suaminya dari Hirah menuju Baitullah." (HR Bukhari)
Lembaga Fatwa Dar Al Ifta Mesir juga menyatakan wanita boleh bepergian sendiri dengan syarat segala hal yang bersangkutan dengan dirinya sudah terjamin keamanannya.
Meski demikian, Dr. Akmal Rizki Gunawan dalam buku Khazanah Moderasi Beragama berpendapat, hadits pelarangan Rasulullah SAW tersebut juga perlu diketahui dengan konteks sejarahnya dan tidak serta merta diaplikasikan langsung.
Sebab, konteks sejarahnya pada hadits tersebut, wanita pada masa itu memang berada dalam kondisi tidak aman. Hal itu menjadi wajar bila Rasulullah SAW melarang keras seorang wanita bepergian keluar rumah tanpa ditemani mahramnya.
Dengan perkembangan teknologi, kekhawatiran dari segala gangguan tidak lagi seperti dulu. Larangan wanita bepergian tanpa mahram dapat dipahami dalam bentuk yang berbeda.
(rah/lus)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI