Al-Quran menyimpan banyak kisah umat terdahulu yang penuh pelajaran hidup. Salah satunya adalah kisah kaum Ad yang lupa bersyukur dan menolak ajakan untuk beriman kepada Allah SWT. Akibat kesombongan dan pembangkangan tersebut, Allah SWT menurunkan azab berupa angin yang sangat dahsyat hingga membinasakan mereka.
Lantas, bagaimana awal mula kisah kaum Ad hingga akhirnya dibinasakan oleh angin yang begitu kuat? Yuk simak penjelasannya yang disebutkan dalam Al-Quran berikut ini.
Asal-usul Kaum Ad dan Penolakan terhadap Dakwah Nabi Hud
Kaum Ad adalah salah satu umat terdahulu yang kisahnya beberapa kali disebutkan dalam Al-Quran, salah satunya dalam surah Al-Mukminun ayat 31,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ثُمَّ اَنْشَأْنَا مِنْۢ بَعْدِهِمْ قَرْنًا اٰخَرِيْنَ
Ṡumma ansya'nā mim ba'dihim qarnan ākharīn(a).
Artinya: "Kemudian, Kami ciptakan setelah mereka umat yang lain (kaum 'Ad)."
Mengutip buku Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi sejak Nabi Adam Alaihissalam hingga Nabi Isa Alaihissalam karya Ibnu Katsir, kaum Ad yang disebut dalam ayat-ayat Al-Quran adalah kaum Ad generasi pertama. Mereka dikenal sebagai kelompok manusia yang mulai menyembah berhala setelah peristiwa banjir besar pada masa Nabi Nuh AS.
Berhala yang mereka sembah berjumlah tiga, yaitu Shamda, Shamud, dan Hira. Penyembahan ini membuat mereka berpaling dari ajaran tauhid dan melupakan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang patut disembah.
Kaum 'Ad Menentang Ajaran Nabi Hud AS
Untuk mengingatkan mereka, Allah SWT mengutus Nabi Hud AS, yang berasal dari kaum mereka sendiri. Nabi Hud AS menyeru kaumnya dengan penuh kesabaran agar kembali ke jalan Allah SWT dan meninggalkan penyembahan berhala.
Beliau juga menyampaikan kabar gembira tentang janji kebaikan Allah SWT di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman, sekaligus peringatan azab bagi mereka yang menolak dan melawannya.
Seruan ini disebutkan Allah SWT setelah kisah Nabi Nuh AS, sebagai pelajaran bagi umat setelahnya. Sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Araf ayat 65,
وَاِلٰى عَادٍ اَخَاهُمْ هُوْدًاۗ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ
Wa ilā 'ādin akhāḥum hūdā(n), qāla yā qaumi'budullāha mā lakum min ilāhin gairuh(ū), afalā tattaqūn(a).
Artinya: "(Kami telah mengutus) kepada (kaum) 'Ad saudara mereka, Hud. Dia berkata, 'Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Tidakkah kamu bertakwa?'"
Namun, kaum Ad justru bersikap keras, suka membangkang, sewenang-wenang, serta menyembah berhala. Ketika Allah SWT mengutus Nabi Hud AS, ajakan beliau justru didustakan, ditentang, bahkan dihina.
Saat Nabi Hud AS mengajak mereka menyembah Allah SWT dan memohon ampunan-Nya, para pemuka kaum Ad malah menuduh beliau tidak berakal. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Araf ayat 66,
قَالَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖٓ اِنَّا لَنَرٰىكَ فِيْ سَفَاهَةٍ وَّاِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكٰذِبِيْنَ
Qālal-mala'ul-lażīna kafarū min qaumihī innā lanarāka fī safāhatiw wa innā lanaẓunnuka minal-kāżibīn(a).
Artinya: "Para pemuka yang kufur di antara kaumnya berkata, 'Sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menduga bahwa kamu termasuk para pembohong.'"
Nabi Hud AS menegaskan bahwa tugas menyampaikan risalah Allah SWT harus dilakukan dengan jujur dan apa adanya. Tidak ada kebohongan, tidak pula penambahan atau pengurangan dalam pesan yang disampaikan.
Seorang rasul menyampaikan dakwahnya dengan hati yang bersih, tanpa mengharap imbalan atau upah dari kaumnya. Semua itu dilakukan dengan penuh keikhlasan, semata-mata karena Allah SWT. Hal ini disampaikan Nabi Hud AS dalam surah Hud ayat 51,
يٰقَوْمِ لَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا ۗاِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى الَّذِيْ فَطَرَنِيْ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Yā qaumi lā as'alukum 'alaihi ajrā(n), in ajriya illā 'alal-lażī faṭaranī, afalā ta'qilūn(a).
Artinya: "(Hud berkata,) "Wahai kaumku, aku tidak meminta kepadamu imbalan (sedikit pun) atas (seruanku) ini. Imbalanku hanya lah dari (Tuhan) yang telah menciptakanku. Apakah kamu tidak mengerti?"
Meski Nabi Hud AS berdakwah dengan hati yang tulus, penuh kasih sayang, dan tanpa mengharap balasan apa pun, kaum Ad tetap menolak ajaran beliau.
Mereka justru menantang Nabi Hud AS agar menunjukkan bukti nyata sebagai tanda kebenaran dakwahnya. Penolakan itu tergambar dalam firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 53,
قَالُوْا يٰهُوْدُ مَاجِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَّمَا نَحْنُ بِتَارِكِيْٓ اٰلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِيْنَ
Qālū yā hūdu mā ji'tanā bibayyinatiw wa mā naḥnu bitārikī ālihatinā 'an qaulika wa mā naḥnu laka bimu'minīn(a).
Artinya: "Mereka (kaum Ad) berkata, "Wahai Hud, engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang nyata kepada kami dan kami tidak akan (pernah) meninggalkan sembahan kami karena perkataanmu serta kami tidak akan (pernah) percaya kepadamu."
Menanggapi sikap tersebut, Nabi Hud AS tetap tenang dan tegas. Beliau menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah SWT, sambil menegaskan bahwa dirinya lepas dari segala bentuk kesyirikan. Hal ini disampaikan Nabi Hud AS dalam lanjutan ayat berikutnya, yaitu surah Hud ayat 54 dan 55,
-Surah Hud ayat 54
اِنْ نَّقُوْلُ اِلَّا اعْتَرٰىكَ بَعْضُ اٰلِهَتِنَا بِسُوْۤءٍ ۗقَالَ اِنِّيْٓ اُشْهِدُ اللّٰهَ وَاشْهَدُوْٓا اَنِّيْ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ
In naqūlu illa'tarāka ba'ḍu ālihatinā bisū'(in), qāla innī usyhidullāha wasyhadū annī barī'um mimmā tusyrikūn(a).
Artinya: "Kami hanya mengatakan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu." Dia (Hud) menjawab, "Sesungguhnya aku menjadikan Allah (sebagai) saksi dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."
-Surah Hud ayat 55
مِنْ دُوْنِهٖ فَكِيْدُوْنِيْ جَمِيْعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُوْنِ
Min dūnihī fa kīdūnī jamī'an ṡumma lā tunẓirūn(i).
Artinya: "dengan (tuhan-tuhan) selain Dia. Oleh karena itu, lakukanlah semua tipu dayamu terhadapku dan janganlah kamu tunda-tunda lagi."
Kisah Kaum Ad Dibinasakan Angin dalam Al-Quran
Setelah kaum Ad terus membangkang dan menolak ajakan tauhid, Nabi Hud AS menyampaikan peringatan keras dari Allah SWT. Hal ini sebagaimana disampaikan Nabi Hud AS dalam surah Al-A'raf ayat 71,
قَالَ قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ رِجْسٌ وَّغَضَبٌۗ اَتُجَادِلُوْنَنِيْ فِيْٓ اَسْمَاۤءٍ سَمَّيْتُمُوْهَآ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمْ مَّا نَزَّلَ اللّٰهُ بِهَا مِنْ سُلْطٰنٍۗ فَانْتَظِرُوْٓا اِنِّيْ مَعَكُمْ مِّنَ الْمُنْتَظِرِيْنَ
Qāla qad waqa'a 'alaikum mir rabbikum rijsuw wa gaḍab(un), atujādilūnanī fī asmā'in sammaitumūhā antum wa ābā'ukum mā nazzalallāhu bihā min sulṭān(in), fantaẓirū innī ma'akum minal-muntaẓirīn(a).
Artinya: "Dia (Hud) berkata, 'Sungguh, sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan Aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah tidak menurunkan sedikit pun hujah (alasan pembenaran) untuk itu? Maka, tunggulah (azab dan kemarahan itu)! Sesungguhnya aku bersamamu termasuk orang-orang yang menunggu.'"
Tak lama setelah peringatan tersebut, Allah SWT menyampaikan bahwa doa Nabi Hud AS dikabulkan. Allah berfirman, "Rasul itu berdoa: 'Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.' Allah berfirman: 'Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.' Lalu dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir. Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu." (QS. Al-Mukminun: 39-41)
Azab bagi kaum Ad pun akhirnya benar-benar datang. Tanda awalnya terlihat saat mereka lebih dulu ditimpa kekeringan dan kemarau panjang. Dalam kondisi itu, kaum Ad justru memohon agar hujan segera diturunkan.
Menurut penjelasan para ahli tafsir dan ulama, sebagaimana diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq bin Yasar, Allah SWT kemudian menggiring awan yang membawa azab dari sebuah lembah bernama Mughits.
Melihat awan tersebut, kaum Ad merasa gembira. Mereka mengira awan itu adalah pertanda hujan setelah kemarau yang panjang. Namun, orang pertama yang menyadari bahwa awan itu bukan awan biasa adalah seorang perempuan dari kaum Ad bernama Mahda.
Saat menyadari bahwa awan tersebut berupa pusaran angin, Mahda menjerit ketakutan hingga jatuh pingsan. Setelah sadar, orang-orang bertanya kepadanya, "Apa yang engkau lihat, wahai Mahda?" Ia menjawab, "Aku melihat pusaran angin yang di dalamnya terdapat gejolak api, dan di hadapannya ada beberapa orang yang menariknya."
Setelah itu, Allah SWT menurunkan azab berupa angin yang sangat dahsyat kepada kaum Ad selama tujuh malam dan delapan hari berturut-turut tanpa henti. Angin tersebut menghancurkan seluruh kaum Ad yang kafir hingga tidak tersisa seorang pun.
Pada saat azab itu terjadi, Nabi Hud AS bersama orang-orang mukmin diselamatkan oleh Allah SWT. Mereka mengasingkan diri di tempat tertutup sehingga tidak ikut tertimpa azab yang menimpa kaum Ad. Kisah ini menjadi pelajaran bahwa pertolongan Allah selalu menyertai hamba-Nya yang beriman dan taat.
Pelajaran Penting dari Kisah Kaum Ad
Kisah Kaum Ad dalam Al-Qur'an memberi banyak pelajaran penting. Pertama, jangan bersikap sombong jika memiliki kekuatan atau harta. Kaum Ad dianugerahi tubuh kuat, pintar, dan kaya, tetapi mereka berlaku sewenang-wenang dan menindas orang yang lemah. Allah SWT mengingatkan kesombongan mereka dalam Surat Fussilat ayat 15,
فَاَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوْا فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوْا مَنْ اَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً ۗ اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ الَّذِيْ خَلَقَهُمْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً ۗ وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يَجْحَدُوْنَ
Fa ammā 'ādun fastakbarū fil-arḍi bigairil-ḥaqqi wa qālū man asyaddu minnā quwwah(tan), awalam yarau annallāhal-lażī khalaqahum huwa asyaddu minhum quwwah(tan), wa kānū bi'āyātinā yajḥadūn(a).
Artinya: "Adapun (kaum) 'Ad, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Mereka berkata, "Siapakah yang lebih hebat kekuatannya daripada kami?" Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka itu lebih hebat kekuatan-Nya daripada mereka? Mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami."
Kedua, kita harus selalu bersyukur atas nikmat yang Allah SWT berikan. Kaum Ad memiliki tanah subur, mata air melimpah, dan kemampuan membangun yang hebat. Namun, mereka tidak bersyukur, bahkan menyekutukan Allah dengan menyembah berhala.
Pelajaran lainnya adalah keberhasilan dakwah tidak selalu tergantung pada kedekatan hubungan keluarga. Nabi Hud AS adalah bagian dari kaum Ad, tetapi mayoritas kaumnya tetap menolak ajarannya.
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
Sosok Pria Muslim Hentikan Penembakan Massal Yahudi di Pantai Bondi
Ditjen PHU Pamit dari Kemenag setelah 75 Tahun Tangani Haji Indonesia
Bolehkah Rujuk Tanpa Menikah Ulang Setelah Talak 1?