Kisah Menyentuh Turunnya Wahyu Pertama Nabi Muhammad di Gua Hira

Kisah Menyentuh Turunnya Wahyu Pertama Nabi Muhammad di Gua Hira

Hanif Hawari - detikHikmah
Rabu, 03 Sep 2025 05:00 WIB
ilustrasi nabi muhammad
Ilustrasi Nabi Muhammad SAW (Foto: iStock)
Jakarta -

Kisah turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira adalah momen bersejarah dalam Islam. Peristiwa ini bukan hanya menandai dimulainya kenabian beliau, tetapi juga menjadi titik balik bagi peradaban dunia.

Bagaimana ceritanya? Mari kita selami lebih dalam kisah yang penuh hikmah dan keteladanan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tanda-tanda Menjelang Wahyu Pertama

Berdasarkan buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW: Memahami Kemuliaan Rasulullah Berdasarkan Tafsir Mukjizat Al-Qur'an karya Yoli Hemdi, Aisyah RA menyebutkan bahwa sebelum wahyu pertama turun, Nabi Muhammad SAW yang berusia 40 tahun sering mengalami mimpi-mimpi yang benar, atau yang disebut ru'yah shadiqah, sebagai tanda kenabiannya. Dalam mimpi-mimpi ini, beliau melihat cahaya terang yang menyerupai fajar, sebuah pertanda datangnya kebenaran.

Fenomena ini mendorong Nabi Muhammad SAW untuk lebih sering berkhalwat atau menyendiri, menjauh dari kesibukan duniawi. Beliau melakukan tahannuts atau beribadah dengan sepenuh jiwa raga, menghadapkan diri hanya kepada Allah SWT.

ADVERTISEMENT

Kebiasaan menyendiri ini sebenarnya telah melekat pada diri beliau sejak kecil, seperti yang disebutkan dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim. Nabi Muhammad SAW tidak suka hidup beramai-ramai.

Sifat ini semakin kuat saat beliau berusia 40 tahun, hingga beliau meninggalkan keluarganya untuk mencari ketenangan di Gua Hira. Beliau tidak pulang ke rumah kecuali untuk mengambil bekal, kemudian kembali lagi ke gua tersebut selama berbulan-bulan.

Mencari Ketenangan di Gua Hira

Tahun-tahun menjelang turunnya wahyu, Nabi Muhammad SAW semakin yakin untuk menjauhkan diri dari kerusakan moral yang terjadi di Makkah. Gua Hira menjadi tempat favoritnya untuk menenangkan jiwa dan memperdalam spiritualitas.

Terletak di puncak Jabal Nur, Gua Hira berada sekitar 5,7 km dari Makkah. Gunung ini cukup terjal dan membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk didaki.

Gua tersebut berukuran kecil dan sempit, hanya cukup untuk menampung lima orang dalam posisi berdiri tegak. Di sanalah Nabi Muhammad SAW menghabiskan malam-malamnya untuk merenung di bawah taburan bintang, mencari ketenangan jiwa. Pengalaman ini membentuk fondasi awal kenabiannya.

Peristiwa Turunnya Wahyu Pertama

Pada suatu malam di bulan Ramadan, yang dikenal sebagai Nuzulul Qur'an, saat Nabi Muhammad SAW sedang khusyuk beribadah di Gua Hira, tiba-tiba kebenaran ilahi menghampirinya. Malaikat Jibril datang dan memerintahkan, "Bacalah!"

Nabi Muhammad SAW yang tidak bisa membaca, menjawab, "Aku tidak bisa membaca!"

Malaikat Jibril kemudian memeluknya dengan erat hingga beliau merasa lemah, lalu melepaskannya sambil mengulang perintahnya, "Bacalah!"

Hal ini terulang hingga tiga kali. Pada akhirnya, Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama dari Allah SWT, berupa lima ayat pertama Surah Al-Alaq. Wahyu ini secara resmi menandai diangkatnya Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir bagi seluruh umat manusia.

Reaksi Nabi dan Istri Tercinta, Khadijah

Setelah peristiwa itu, Nabi Muhammad SAW pulang dengan tubuh gemetar. Sepanjang perjalanan dari gua, beliau mendengar suara memanggilnya dan melihat sosok Malaikat Jibril memenuhi langit dan angkasa dalam wujud yang menakjubkan.

Setibanya di rumah, beliau menemui istrinya, Khadijah binti Khuwailid, dan berkata, "Selimuti aku! Selimuti aku!" Khadijah dengan sigap menyelimutinya hingga ketakutan beliau mereda.

Dengan cemas, Nabi Muhammad SAW menceritakan seluruh pengalamannya. Khadijah, dengan penuh keyakinan dan cinta, menenangkan suaminya. "Tidak mungkin! Demi Allah, Dia tidak akan pernah menghinakanmu! Engkau selalu menjaga silaturahim, membantu orang yang kesusahan, memberi kepada yang membutuhkan, menjamu tamu, dan mendukung perjuangan kebenaran," kata Khadijah, menegaskan akhlak mulia Nabi.

Tak lama kemudian, Khadijah membawa Nabi Muhammad SAW kepada sepupunya yang bijaksana, Waraqah bin Naufal, seorang penganut Nasrani. Setelah mendengar cerita dari Nabi, Waraqah menyatakan, "Ini adalah wahyu yang sama seperti yang diturunkan kepada Nabi Musa. Andai saja aku masih muda ketika engkau nanti diusir oleh kaummu!"

Nabi Muhammad SAW terkejut. "Benarkah mereka akan mengusirku?"

Waraqah menjawab, "Benar! Setiap orang yang membawa risalah seperti yang engkau bawa pasti akan dimusuhi. Jika aku masih hidup saat itu, pasti aku akan mendukungmu dengan seluruh kekuatan yang kumiliki."

Sejak peristiwa itulah, wahyu dari Allah SWT terus turun secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW, membimbing beliau dalam menyampaikan ajaran Islam dan membangun peradaban yang penuh cahaya.

Wallahu a'lam.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads