Kisah Ayah Nabi Muhammad SAW saat Hampir Disembelih

Kisah Ayah Nabi Muhammad SAW saat Hampir Disembelih

Jihan Najla Qatrunnada - detikHikmah
Rabu, 04 Okt 2023 05:00 WIB
Spains biker Lorenzo Santolino competes during Stage 12 of the Dakar 2023 between Empty Quarter Marathon and Shaybah, in Saudi Arabia, on January 13, 2023. -  (Photo by FRANCK FIFE / AFP)
Ilustrasi kisah ayah Rasulullah SAW saat hampir disembelih. (Foto: AFP/FRANCK FIFE)
Jakarta -

Suatu kisah menceritakan, ayahanda Rasulullah SAW, Abdullah, pernah hampir disembelih oleh ayahnya sendiri atau kakek Rasulullah SAW yang bernama Abdul Muthalib RA. Bagaimana kisah selengkapnya?

Dikutip dari buku Hidup Bersama Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang ditulis oleh Daeng Naja, kisah ini berawal dari mimpi Abdul Muthalib RA tentang keberadaan sumur zamzam yang telah lama hilang.

Suatu ketika, diceritakan, sumur zamzam pernah hilang dan tidak bisa ditemukan. Kaum Jurhum-lah yang menguburnya karena tidak mau suku Khuza'ah memanfaatkannya. Hingga tibalah suatu hari. Abdul Muthalib RA bermimpi tentang tempat di mana sumur itu berada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah mengetahui letaknya, Abdul Muthalib RA pun bergegas ke lokasi untuk mencari dan menggalinya. Ternyata benar di situ keberadaan sumur zamzam yang selama ini hilang. Saat menggali, ia juga menemukan pedang, perisai, baju besi, dan dua pangkal pelana dari emas yang selanjutnya ia pajang di pintu Ka'bah.

Sebagai penemu, Abdul Muthalib RA akhirnya menjadi satu-satunya pengurus sumur zamzam. Ia bertugas untuk menyediakan air bagi para jemaah haji.

ADVERTISEMENT

Orang-orang mulai tidak suka dan ingin juga mengurusi sumur tersebut. Namun, ketika mereka hendak membantu mengurusi sumur zamzam, Abdul Muthalib RA menolak dan tidak mengizinkannya. Akhirnya orang-orang Quraisy menyeretnya ke pinggiran Syam karena tidak terima dengan penolakan Abdul Muthalib RA.

Di tengah perjalanan mereka kehabisan air. Pada momen itulah hanya Abdul Muthalib RA seorang yang memperoleh air dari Allah SWT dan tidak dengan yang lain.

Sejak saat itu, orang-orang Quraisy percaya bahwa Abdul Muthalib RA memang pantas menjadi pengurus sumur zamzam.

Namun tidak lama, kekhawatiran baru mulai muncul. Ia menyadari bahwa dirinya hanya memiliki satu orang anak laki-laki yang bisa membantu dan meneruskan mengurusi sumur tersebut. Lalu bagaimana jika dirinya sudah tidak ada?

Abdul Muthalib RA pun bernazar kepada Allah SWT apabila ia dikaruniai sepuluh orang anak yang bisa ia kerahkan untuk mengurusi sumur zamzam, maka ia akan mengurbankan salah satu anaknya kepada Tuhan di Ka'bah ketika usianya sudah baligh.

Allah SWT mengabulkan doa Abdul Muthalib RA tersebut, ia benar-benar dikaruniai sepuluh orang anak laki-laki. Dirinya tidak percaya dengan kenyataan ini. Ketika bernazar ia kira hal ini sangat mustahil. Namun, itu benar-benar terjadi padanya.

Kekhawatiran lain mulai menghantuinya kembali ketika anak-anaknya sudah tumbuh dewasa. Ia ingat dengan nazarnya kepada Allah SWT kala itu. Bahwa dirinya harus menyembelih salah satu anaknya atas nama Tuhan.

Keputusannya sudah bulat dan tidak akan dia batalkan. Abdul Muthalib RA benar-benar akan menyembelih salah satu anaknya di Ka'bah bahkan ketika keluarganya menentang dan memintanya untuk membatalkan nazar itu.

Abdul Muthalib RA lalu mengumpulkan anak-anaknya dan mengatakan bahwa salah satu dari mereka akan disembelih. Kemudian ia menuliskan nama seluruh anak-anaknya dan akan mengundinya.

Hasil undian itu membuat Abdul Muthalib RA tambah terkejut, sebab nama yang keluar adalah Abdullah. Anak yang paling tampan, paling baik jiwanya, dan paling ia sayang. Namun, keputusannya sudah bulat, akhirnya Abdullah dibawa menuju Ka'bah untuk disembelih.

Abdullah ia dihadapkan ke Ka'bah dan sebuah pedang sudah berada tepat di lehernya. Ayahnya sudah siap untuk menyembelihnya. Namun, paman-pamannya (dari pihak ibu) mencegahnya.

"Lantas apa yang harus aku perbuat dengan nazarku?" tanya Abdul Muthalib RA kepada saudara iparnya.

Akhirnya mereka menyuruh Abdul Muthalib RA untuk mendatangi seorang ahli untuk meminta pendapatnya. Setibanya di sana, sosok ahli tersebut memerintahkan agar membuat tebusan untuk nyawa anaknya yang akan dia kurbankan.

Abdul Muthalib RA diperintah untuk membuat anak panah undian yang diberi nama Abdullah dan 10 ekor unta. Jika yang keluar adalah nama Abdullah, maka Abdul Muthalib RA harus menambah tebusan sebanyak 10 ekor unta. Begitu seterusnya sampai yang keluar adalah tulisan unta.

Ayah Abdullah benar melakukan apa yang disarankan oleh sosok wanita itu di rumah. Ia memutar anak panah bertuliskan Abdullah dan unta dengan penuh kecemasan. Panah undian itu terus menunjukkan nama Abdullah bahkan setelah ia putar berulang kali.

Akhirnya, setelah putaran yang ke-sepuluh baru lah anak panah itu menunjuk tulisan unta. Artinya, Abdul Muthalib RA harus menebus nyawa anaknya yang ia jadikan nazar itu dengan nyawa seratus ekor unta.

Fathimah binti 'Amr bin A'idz bin 'Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah, ibunda Abdullah, sangat bersyukur karena putranya tidak jadi dikurbankan. Begitu pula dengan Abdul Muthalib dan keluarganya yang lain, yang sama-sama gembira karena Abdullah tidak jadi disembelih.

Sejak saat itu pula, diyat (denda) di kalangan orang Quraisy dan bangsa Arab lainnya berubah menjadi 100 ekor unta yang sebelumnya hanya 10 ekor unta saja.




(rah/rah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads