Terangsang tapi Tidak Bersetubuh, Kapan Mandi Wajib Diperlukan?

Terangsang tapi Tidak Bersetubuh, Kapan Mandi Wajib Diperlukan?

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Selasa, 16 Des 2025 20:00 WIB
Terangsang tapi Tidak Bersetubuh, Kapan Mandi Wajib Diperlukan?
Ilustrasi mandi wajib. (Foto: Getty Images/iStockphoto/myibean)
Jakarta -

Dalam pembahasan fikih, Islam membedakan secara tegas antara sekadar rangsangan, keluarnya cairan tertentu, dan terjadinya hubungan suami istri, karena masing-masing memiliki konsekuensi hukum yang berbeda. Oleh sebab itu, tidak setiap rasa terangsang otomatis menyebabkan hadas besar.

Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya menjaga diri dari hal-hal yang memicu syahwat dan dapat mengantarkan pada perbuatan yang tidak dibenarkan. Dalam sebuah hadits, Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

الأول لك والثاني عليك
"Pandangan pertama bagimu (tidak berdosa), sedangkan pandangan kedua menjadi tanggunganmu (berdosa)." (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan ad-Darimi)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hadits ini menunjukkan bahwa rangsangan sering berawal dari hal yang tampak ringan. Namun demikian, dosa atau tidaknya rangsangan tidak serta-merta berkaitan dengan kewajiban mandi wajib, karena mandi wajib memiliki ketentuan tersendiri dalam syariat.

Hukum Mandi Wajib Saat Terangsang

Dikutip dari Fikih Wanita & Keluarga karya Syekh Ahmad Jad, kewajiban mandi wajib berkaitan dengan keluarnya air mani yang disertai syahwat. Hal ini berdasarkan hadits dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

ADVERTISEMENT

وَإِذَا فَضَخْتَ الْمَاءَ فَاغْتَسِلْ

"Apabila engkau mengeluarkan air (mani), maka mandilah." (HR. Abu Dawud)

Dari hadits ini dapat dipahami bahwa rasa terangsang saja belum mewajibkan mandi, kecuali disertai keluarnya mani.

Perbedaan Cairan yang Keluar Saat Terangsang

Dalam buku Fiqih Thaharah: Panduan Praktis Bersuci karya Ibnu Abdullah dijelaskan bahwa sesuatu yang keluar dari qubul (kemaluan depan) dan dubur pada dasarnya dihukumi najis, kecuali air mani. Namun meskipun air mani dihukumi suci, keluarnya mani menyebabkan hadas besar.

Adapun cairan yang sering keluar saat terangsang namun tidak sampai ejakulasi adalah madzi. Dijelaskan dalam buku Shalatul Mu`min, Buku Induk Shalat (HC) oleh Kasimun, Madzi merupakan cairan bening, licin, dan lengket, yang keluar karena rangsangan atau khayalan seksual.

Cairan madzi ini bisa keluar pada laki-laki maupun perempuan dan biasanya tidak disertai rasa nikmat yang memuncak.

Madzi dihukumi najis, tetapi tidak mewajibkan mandi wajib. Cara bersucinya cukup dengan mencuci bagian yang terkena, membersihkan kemaluan, lalu berwudhu.

Selain madzi, dikenal pula wadi, yaitu cairan putih keruh dan agak kental yang keluar setelah buang air kecil. Wadi juga dihukumi najis dan tidak mewajibkan mandi wajib, melainkan cukup dibersihkan dan dilanjutkan dengan wudhu.

Berbeda dengan madzi dan wadi, mani adalah cairan yang keluar dengan memancar dan biasanya disertai rasa nikmat. Keluar­nya mani, baik karena mimpi basah maupun sebab lain, mewajibkan mandi wajib, meskipun tidak terjadi hubungan suami istri.

Dalam hadis, Aisyah r.a. menjelaskan bahwa mani tidak dihukumi najis:

كُنتُ أَفْرَكُ الْمَنى مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَذْهَبُ فَيُصَلِّي فِيهِ

"Aku pernah mengerik mani dari pakaian Rasulullah SAW, lalu beliau shalat dengan pakaian tersebut." (HR. Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa mani suci, tetapi keluarnya mani tetap menyebabkan hadas besar yang mewajibkan mandi.




(inf/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads