Kisah Gerhana saat Putra Nabi Muhammad SAW Mangkat

Kisah Gerhana saat Putra Nabi Muhammad SAW Mangkat

Rahma Harbani - detikHikmah
Selasa, 08 Nov 2022 07:30 WIB
Gerhana bulan total jam berapa? Gerhana bulan total akan terjadi pada Selasa, 8 November 2022. Peristiwa langka ini dapat dilihat dari Indonesia.
Ilustrasi gerhana bulan total. (Foto: USA TODAY NETWORK via Reuters Co/Adam Cairns/Columbus Dispatch)
Jakarta -

Indonesia berkesempatan menyaksikan fenomena gerhana Bulan total terakhir di tahun 2022 pada hari ini, Selasa (8/11/2022). Bila mundur ke belakang, fenomena gerhana pernah terjadi bertepatan dengan salah satu momen penting dalam hidup Nabi Muhammad SAW.

Saat itu gerhana terjadi bertepatan dengan waktu wafatnya putra Rasulullah SAW yang masih berusia sangat muda. Para ahli hadits dan ahli astronom berbeda pendapat menyebut usia wafatnya putra Rasulullah SAW yang bernama Sayyid Ibrahim itu. Ada yang mengatakan usia 16 bulan, 18 bulan, satu tahun sepuluh bulan, dan ada pula yang mengatakan 22 bulan.

Namun berdasarkan riwayat-riwayat hadits dan data astronomi diketahui bahwa Ibrahim Ibn Muhammad meninggal pada hari Senin, 27 Januari 632 M atau 29 Syawal 10 H dengan usia 1 tahun 10 bulan (22 bulan).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu hadits yang pernah menyebutkan peristiwa duka ini adalah riwayat dari Mughirah bin Su'bah RA. Ia meriwayatkan yang diterjemahkan buku Ringkasan Shahih Al-Bukhari oleh Imam Az Zabidi,

"Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, gerhana matahari terjadi pada hari yang bersamaan dengan wafatnya Ibrahim atau putra Nabi SAW," (HR Bukhari).

ADVERTISEMENT

Berdasarkan cerita dari riwayat hadits tersebut, masyarakat muslim saat itu mengira bahwa fenomena gerhana sebagai tanda berduka cita atas wafatnya putra Rasulullah SAW. Mereka berkata, "Matahari mengalami kusuf karena kematian Ibrahim,"

Rasulullah SAW lantas menegaskan dan memerintahkan muslim untuk mengerjakan sholat gerhana ketika muncul fenomena langit tersebut. Seperti diriwayatkan dari Abu Bakrah RA, saat Rasulullah SAW dan para sahabat tengah duduk bersama hingga tiba-tiba terjadilah gerhana Matahari.

Setelahnya, Rasulullah SAW berdiri menarik jubahnya hingga masuk ke dalam masjid. Beliau pun memimpin para muslimin sholat dua rakaat hingga Matahari kembali bercahaya. Lalu, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Artinya: "Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah sholat, dan bersedekahlah," (HR Bukhari).

Demi meluruskan keyakinan muslim ketika itu yang menghubungkan fenomena gerhana dengan hari wafat putranya, Rasulullah SAW mengajak muslim untuk mengamalkan sholat gerhana dengan tujuan mengagumi keagungan Allah SWT atas penciptaan Matahari dan Bulan.

Sholat gerhana juga ditujukan sebagai penghadiran rasa takut kepada Allah SWT. Belum lagi, peristiwa gerhana tersebut mengingatkan manusia pada tanda-tanda kejadian hari kiamat atau azab akibat dosa-dosa yang pernah dilakukan.

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Tetapi dengan gerhana ini, Allah membuat para hambaNya takut," (HR Bukhari).

Untuk itulah, hukum sholat gerhana adalah sunnah muakkad yang juga memegang syiar Islam. Terutama bagi umat muslim yang masih memiliki kepercayaan atau keyakinan bahwa gerhana memiliki kaitan dengan hidup dan mati seseorang.

Para ulama juga berpendapat, hikmah dari perkataan Rasulullah SAW adalah untuk menghentikan keyakinan orang-orang jahiliyah dalam mengagungkan Matahari dan Bulan. Padahal keduanya adalah dua makhluk Allah SWT dan juga tanda-tanda kebesaranNya.

Menurut Syarah Fathal Qarib Diskursus Ubudiyah Jilid 1 yang disusun Tim Pembukuan Mahad Al-Jamiah Al-Aly UIN Malang, sholat gerhana Matahari (kusuf) pertama kali disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, tepatnya Jumadil Akhir menurut kaul rajib. Sementara sholat gerhana bulan (khusuf) disyariatkan pada tahun kelima Hijriah.




(rah/erd)

Hide Ads