Merdeka dalam Berpikir

Kolom Hikmah

Merdeka dalam Berpikir

Aunur Rofiq - detikHikmah
Jumat, 18 Jul 2025 08:01 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Berpikir merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam. Karena kreativitas berkaitan dengan penciptaan dan penemuan hal-hal baru, hal ini akan membantu seseorang untuk mengetahui kekuasaan Allah SWT. dan ciptaan-Nya, yang menciptakan segala sesuatu di dunia, maka berpikir menuntun kepada pengenalan akan Tuhannya.

Al-Qur'an membimbing manusia untuk menggunakan akal dengan tepat dalam kerangka berpikir ilmiah dengan mengandalkan pemikiran rasional, analisis logis, dan demonstrasi praktis untuk memperoleh wawasan lebih dalam tentang realitas berbagai hal. Adapun perintah berpikir dalam firman-Nya surah al-An'am ayat 50 yang terjemahannya, "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan (rezeki) Allah ada padaku, aku (sendiri) tidak mengetahui yang gaib, dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku." Katakanlah, "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(-nya)?"

Ayat di atas menegaskan bahwa Aku ( Rasulullah SAW. ) hanyalah manusia seperti kamu. Yang membedakan kita adalah bahwa aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, di antaranya berupa Al-Qur'an." Para pendurhaka menolak ajaran-Nya, maka Nabi Muhammad SAW. diperintahkan untuk mengajukan pertanyaan yang mengandung kecaman. Katakanlah, wahai Muhammad, "Apakah sama orang yang buta, terutama buta mata hatinya, dengan orang yang melihat?" Orang yang normal pasti akan menjawab "berbeda". "Maka, apakah kamu tidak pernah memikirkan-nya?"

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebebasan berpikir kaum liberal pada sekitar tahun 1950 an, adalah kebebasan berpikir mereka untuk menyangkal Tuhan Yang Esa, mereka ini menggunakan ukuran kemerdekaan berpikir atheisme. Mereka menuduh Islam membatasi kemerdekaan berpikir karena telah melarang atheisme. Dalam suatu diskusi yang dialami Muhammad Qutb ( adik kandung Sayyid Qutb ) dengan seseorang. Ia dikatakan tidak berpikiran merdeka karena percaya kepada Tuhan, melaksanakan shalat dan puasa. Ternyata lawan bicaranya adalah seorang atheis, menganggap alam mempunyai kekuatan rahasia yang tak terbatas dalam kehidupan ini.

Dalam Islam dan sejarah menjadi saksi bahwa baik keimanan Islam maupun sistem kekuasaannya tidak pernah bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Di bawah Islam tiada seorang teknokrat yang dibakar atau disiksa karena menemukan sesuatu yang baru. Sejatinya ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan keimanan Islam dan keimanan kepada Allah SWT. yang menciptakan segala sesuatu. Justru Islam menyeru umat manusia untuk mempelajari ruang angkasa dan bumi, serta merenungkan temuannya agar menemukan adanya Tuhan.

ADVERTISEMENT

Ingatlah bahwa banyak teknokrat Barat yang tidak percaya akan Tuhan ( Allah SWT ) dan akhirnya menemukan-Nya melalui penyelidikan ilmiah yang tepat. Salah satunya adalah :
R. FIDELMA O'Leary mendapatkan penghargaan Woman of Spirit tahun 2012.Ia adalah seorang Professor Biologi di Universitas St. Edward di Austin, Texas, AS.
Wanita asli Texas yang berprofesi sebagai Professor Neurosains di Universitas Texas ini, telah menemukan kedamaian dalam Islam.
Dr Fidelma, yang juga sebagai seorang Dokter Neurologi di sebuat rumah sakit di AS, terpukau ketika melakukan kajian terhadap syaraf-syaraf di otak manusia.

Setelah mengadakan penelitian dengan seksama dan memakan waktu yang lama, Dr Fidelma akhirnya mendapati kenyataan bahwa urat-urat syaraf di otak itu tidak dimasuki darah kecuali bila seseorang sedang shalat, yakni ketika posisi sujud ! Ternyata urat syaraf itu memerlukan darah hanya beberapa saat saja, yakni ketika seseorang shalat.

Ini merupakan bukti bahwa ajaran Islam dalam hal berpikir merdeka, telah banyak karya-karya penemu Islam ( yang pada masa pertengahan ) telah memberikan "cahaya" yang menerangi dunia ( saat itu Eropa dalam masa kegelapan ). Meskipun demikian mereka para pendekar "pikiran merdeka" tetap menuduh bahwa sistem pemerintahan Islam diktatorial dan agama membatasi berpikir merdeka. Tuduhan ini telah ditepis sebagaimana firman-Nya dalam surah asy-Syura ayat 38 yang terjemahannya, "( juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka."

Urusan mereka yang berkaitan dengan persoalan dunia dan kemaslahatan kehidupan mereka, diputuskan dengan musyawarah diantara mereka. Dan yang juga menerima kenikmatan ukhrawi itu adalah mereka yang menginfakkan di jalan Allah dengan tulus dan ikhlas sebagian dari rezeki mereka, baik dalam bentuk harta maupun lainnya yang Kami berikan kepada mereka.

Ketahuilah bahwa unsur dalam Pemerintahan Islam adalah amanah dan menerapkan keadilan. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya surah an-Nisa' ayat 58 yang terjemahannya,"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Sungguh, Allah Yang Mahaagung menyuruhmu menyampaikan amanat secara sempurna dan tepat waktu kepada yang berhak menerimanya, dan Allah juga menyuruh apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia yang berselisih hendaknya kamu menetapkannya dengan keputusan yang adil.

Lengkaplah ajaran Islam dalam merdeka berpikir dan menjalankan pemerintahan sesuai amanah dan berkeadilan. Semoga Allah SWT. selalu membimbing kita untuk berpikir dan merenungkan atas ciptaan-Nya agar kita bisa mengenal-Nya.

Aunur Rofiq

Penulis adalah Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(erd/erd)

Hide Ads