Tujuan Nabi Muhammad SAW ke Sidratul Muntaha adalah untuk menjemput wahyu mengenai sholat lima waktu. Ditetapkannya sholat lima waktu berdasarkan hasil tawar-menawar Rasulullah SAW kepada Allah yang didukung Nabi Musa AS.
Mengutip buku Ensiklopedi Agama dan Filsafat karya Mochtar Effendy, Sidrat Al-Muntaha berasal dari bahasa Arab dengan dua suku kata yakni, Sidrah dan Muntaha. Sidrah adalah pohon bidara, sedangkan Muntaha adalah tempat berkesudahan atau puncak.
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha adalah bidara yang berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak dapat dilewati lebih jauh oleh manusia biasa dan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sidratul Muntaha adalah tempat paling tinggi dan paling akhir di atas langit ketujuh yang didatangi Nabi Muhammad SAW ketika Miraj. Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW melihat Malaikat Jibril dalam wujud aslinya dan menerima perintah sholat lima waktu.
Apa Itu Sidratul Muntaha?
Merujuk buku Kisah dan Hikmah Mikraj Rasulullah karya Imam Al Qusyairi, Sidratul Muntaha adalah nama pohon yang penjelasannya dalam banyak riwayat. Dinamai Sidratul Muntaha karena ia merupakan tempat (tujuan) terakhir bagi apapun dan siapapun yang naik ke langit.
Ada juga yang mengatakan, dinamai demikian karena ia merupakan pemberhentian akhir arwah para syuhada, ada pula yang berpendapat karena merupakan tujuan akhir malaikat. Yang lain berpendapat, disebut demikian karena tempat akhir ilmu-ilmu makhluk dan ada juga yang berpendapat, ia adalah tempat yang tidak ada seorang nabi pun yang bisa melewatinya kecuali Muhammad SAW.
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa satu helai saja daun pohon Sidratul Muntaha bisa menutupi semesta alam. Seandainya sehelai daun itu diletakkan di bumi, maka seluruh penghuni bumi akan tersinari oleh cahayanya. Di pohon itu terdapat semua jenis perhiasan, segala macam tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan.
Dalam buku Surga karya Mahir Ahmad Ash-Syufiy, Allah menyebutkan pohon ini di dalam Al-Qur'an dan Allah juga memberitahukan kepada kita bahwa Rasulullah melihat Jibril dalam bentuk aslinya. Pohon ini berada di sisi surga Ma'wa.
سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17)
Artinya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (QS An-Najm: 13-17)
Rasulullah SAW memberitahukan kepada kita tentang pohon dengan sesuatu yang pernah dilihatnya, "Kemudian, aku diangkat ke Sidratul Muntaha. Tiba-tiba, aku menemukan bukitnya seperti punuk unta yang paling baik dan daunnya seperti telinga gajah. Jibril berkata, 'Inilah Sidratul Muntaha yang mempunyai empat sungai, dua di antaranya tersembunyi dan dua lagi adalah nyata.' Maka aku bertanya, 'Apa itu wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Dua tersembunyi adalah sungai di surga, sedangkan dua yang nyata adalah Nil dan Eufrat.'"(HR Bukhari dan Muslim)
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga disebutkan, "Kemudian, Jibril berangkat bersamaku hingga sampai ke Sidratul Muntaha. Bukitnya laksana punuk unta yang baik dan daunnya seperti telinga gajah. Hampir saja daunnya menaungi umat ini. Lalu, Sidratul Muntaha diliputi dengan berbagai macam warna yang tidak aku ketahui. Kemudian aku dimasukkan ke surga yang di dalamnya terdapat kubah permata dan tanahnya dari katsuri."
Tujuan Nabi Muhammad ke Sidratul Muntaha
Sebagaimana yang telah dikisahkan dalam banyak buku, tujuan dari Nabi Muhammad SAW naik ke Sidratul Muntaha adalah untuk menjemput wahyu mengenai sholat fardhu lima rakaat. Hal ini hasil dari negosiasi beliau dengan Allah SWT yang didukung oleh Nabi Musa AS.
Dikisahkan dalam buku Meneladan Rasulullah melalui Sejarah karya Sri Januari Rahayu, Rasulullah naik bersama Jibril ke Sidratul Muntaha. Rasulullah menggambarkan Sidratul Muntaha sebagai pohon raksasa yang menjulang tinggi hingga batas langit. Buah-buahnya sebesar kendi, daun-daunnya selebar telinga gajah, dan warnanya begitu unik hingga Rasulullah SAW pun tak mampu mendeskripsikannya.
Rasulullah SAW besabda, "Tidak ada seorangpun yang mampu menyifati Sidratul Muntaha karena keindahannya."
Di Sidratul Muntaha, Rasulullah melihat wujud asli Malaikat Jibril untuk kali kedua. Jibril menggunakan pakaian berwarna hijau yang terbuat dari sutra dan memiliki enam ratus sayap.
Setiap sayapnya akan menutupi cakrawala jika dibentangkan. Lalu, akan terlihat permata, mutiara dan benda-benda berwarna-warni yang berkilauan sangat indah.
Tiba-tiba datang seperti awan yang menutupi Sidratul Muntaha. Jibril kemudian mundur dan Rasulullah naik ke tempat yang bahkan Jibril tidak berani naik sendirian.
Di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW mendengar suara goresan pena yang sering disebut oleh ulama sebagai penarik takdir. Di sanalah beliau menerima perintah sholat lima puluh waktu sehari semalam. Rasulullah pun menerimanya.
Rasulullah pun turun hingga langit keenam. Beliau bertemu kembali dengan Nabi Musa, ia pun bertanya, "Apa yang Allah wahyukan kepadamu?"
Rasulullah menjawab, "Allah telah mewahyukan untuk melaksanakan sholat lima puluh kali sehari semalam."
Kemudian Nabi Musa pun berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Umatmu tidak akan mampu sholat lima puluh kali sehari semalam. Sungguh aku sudah mempunyai pengalaman dengan umat-umat sebelum umatmu. Sungguh aku menghadapi Bani Israil sangat sulit. Kembalilah ke Tuhanmu, dan mintalah keringanan."
Rasulullah akhirnya kembali ke atas dan meminta keringanan kepada Allah SWT. Allah pun mengurangi lima jumlah sholat menjadi empat puluh lima kali. Rasulullah pun turun dan kembali bertemu Nabi Musa.
Nabi Musa pun kembali berkata, "Kembalilah ke Tuhanmu. Umatmu tidak akan mampu."
Rasulullah terus bolak-balik antara Allah dengan Musa hingga jumlah sholat pun menjadi lima waktu dalam sehari. Allah berkata, "Ya Muhammad, lima waktu sehari semalam. Setiap sholat nilainya sepuluh maka nilainya tetap lima puluh waktu sehari semalam."
Kemudian, Rasulullah kembali turun dan berkata kepada Nabi Musa, "Wahai Musa, tinggal lima."
Nabi Musa berkata, "Kembali kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Umatmu tidak akan mampu."
Akan tetapi kali ini Rasulullah menolak seraya berkata, "Aku sudah bolak-balik ke Tuhanku, ya Musa, aku malu."
Setelah itu, Rasulullah turun. Tatkala turun ia mendengar suara yang berkata, "Aku telah menurunkan kewajiban-Ku dan telah Kuberi keringanan kepada hamba-hamba-Ku."
Kemudian dalam buku Menurut Cara Shalat Nabi yang ditulis oleh Ustadz Syauqi Abdullah Zein, sekembalinya Rasulullah ke bumi, beliau membawa kabar perintah tentang pelaksanaan sholat lima waktu sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Pada awalnya, seluruh waktu sholat diwajibkan dua rakaat, kecuali sholat Maghrib yang memiliki tiga rakaat.
Penambahan jumlah rakaat dalam sholat dilakukan setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Adapun sholat yang mendapat penambahan rakaat adalah sholat Dzuhur, Ashar dan Isya, masing-masing mendapatkan tambahan dua rakaat menjadi empat rakaat. Sementara, sholat Maghrib tetap 3 rakaat dan sholat Subuh tetap dua rakaat.
Penambahan rakaat sholat tersebut diriwayatkan Aisyah ra, bahwa ia berkata, "Pada awalnya sholat itu diwajibkan dua rakaat. Kemudian, setelah Rasulullah SAW hijrah, sholat diwajibkan menjadi empat rakaat. Hanya saja, ketentuan sholat untuk orang safar, seperti ketentuan sholat sebelumnya (yakni di rakaat untuk sholat yang empat rakaat). (HR Bukhari)
Wallahu a'lam.
(hnh/inf)
Komentar Terbanyak
BPJPH: Ayam Goreng Widuran Terbukti Mengandung Unsur Babi
OKI Gelar Sesi Darurat Permintaan Iran soal Serangan Israel
Profil Reza Pahlavi, Keturunan Dinasti Terakhir Iran yang Siap Ganti Khamenei