Mirin adalah salah satu bumbu penting dalam masakan Jepang. Bumbu cair berwarna keemasan ini banyak digunakan untuk menambah cita rasa, menghilangkan bau amis pada olahan ikan dan daging, dan menjaga tekstur makanan.
Bagi umat Islam yang tinggal di Jepang ataupun menyukai masakan Jepang, penggunaan mirin sering menimbulkan banyak pertanyaan. Sebab, mirin mengandung alkohol sebagai hasil fermentasi. Mirin dibuat dari beras ketan, ragi beras, alkohol hasil fermentasi, dan gula, melalui proses fermentasi 40 hingga 60 hari yang menghasilkan kadar alkohol 12,5-14,5 persen.
Namun dalam praktik memasak, alkohol mirin biasanya menguap, meninggalkan rasa manis khas yang tidak memabukkan. Lalu, apa hukum memakai mirin sebagai bumbu masakan? Berikut penjelasan menurut fatwa Muhammadiyah.
Dasar Pertimbangan Fikih dalam Menetapkan Hukum Mirin
Melansir dari laman resmi Muhammadiyah, Majelis Tarjih menggunakan pendekatan fiqh al-qalliyat (fikih minoritas) untuk menjawab kebutuhan umat Islam yang hidup sebagai minoritas di negara non muslim.
Mereka mengutamakan prinsip kemudahan (al-masyaqqah tajlib al-taysr), hukum bergantung pada objek (al-ukm 'al al-shay' far'un 'an taawwurihi), serta mempertimbangkan niat (al-umr bi-maqidih).
Selain itu, mirin juga dilihat sebagai bagian dari kebutuhan memasak masyarakat Jepang yang sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. Karena itu, mirin dipertimbangkan melalui kacamata adat setempat, mirip dengan tape di Indonesia yang meski mengandung sedikit alkohol, tetap tidak dianggap sebagai minuman memabukkan.
Majelis Tarjih juga mempertimbangkan pendapat para ulama yang menjelaskan bahwa alkohol pada dasarnya tidak najis, kecuali jika digunakan sebagai minuman memabukkan (khamr). Pendapat ini sejalan dengan fatwa European Council for Fatwa and Research (ECFR), pandangan ulama seperti al-Syaukani, dan fatwa Majelis Tarjih yang telah dikeluarkan pada tahun 2013.
Baca juga: Begini Cara Cek Produk Halal atau Tidak |
Hukum Memakai Mirin sebagai Bumbu Masakan
Melansir dari laman resmi Muhammadiyah, setelah melalui pembahasan dalam halaqah pada Januari 2025 dan sidang fatwa pada (19/09/2025) Majelis Tarjih kemudian menetapkan tiga ketentuan hukum tentang mirin, berikut ini:
1. Mirin boleh digunakan sebagai bumbu masakan bagi Muslim di Jepang, asalkan dimasak sampai alkoholnya menguap dan tidak lagi menimbulkan efek memabukkan. Dalam kondisi ini, mirin tidak dianggap najis.
2. Mirin tetap haram diminum langsung atau digunakan tanpa dimasak, karena masih mengandung alkohol yang dapat memabukkan.
3. Fatwa ini hanya berlaku untuk muslim di Jepang. Di Indonesia, penggunaan mirin tidak diperbolehkan karena tidak ada kebutuhan yang mendesak dan untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan.
Dalil Tentang Larangan Mengonsumsi Jenis Khamr
Merujuk pada situs resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), mirin termasuk kedalam kategori khamr. Mirin sering ditemukan dalam masakan khas Jepang. Dalam Islam, terdapat larangan bagi seluruh umat Islam untuk mengonsumsi segala jenis khamr, termasuk mirin. Hal ini tercantum dalam tiga ayat sekaligus, yaitu surat Al-Maidah ayat 90, Al-Baqarah ayat 219, dan An-Nisa ayat 43. Berikut adalah ayat-ayatnya:
Surat Al-Maidah Ayat 90
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Yā ayyuhal-lażīna āmanū innamal-khamru wal-maisiru wal-anṣābu wal-azlāmu rijsum min 'amalisy-syaiṭāni fajtanibūhu la'allakum tufliḥūn(a).
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Surat Al-Baqarah Ayat 219
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
Yas'alūnaka 'anil-khamri wal-maisir(i), qul fīhimā iṡmun kabīrw wa manāfi'u lin nās(i), wa iṡmuhumā akbaru min naf'ihimā, wa yas'alūnaka māżā yunfiqūn(a), qulil-'afw(a), każālika yubayyinullāhu lakumul-āyāti la'allakum tatafakkarūn(a).
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar) dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, "(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir."
Surat An-Nisa Ayat 43
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا
Yā ayyuhal-lażīna āmanū lā taqrabuṣ-ṣalāta wa antum sukārā ḥattā ta'lamū mā taqūlūna wa lā junuban illā 'ābirī sabīlin ḥattā tagtasilū, wa in kuntum marḍā au 'alā safarin au jā'a aḥadum minkum minal-gā'iṭi au lāmastumun-nisā'a falam tajidū mā'an fa tayammamū ṣa'īdan ṭayyiban famsaḥū biwujūhikum wa aidīkum, innnallāha kāna 'afuwwan gafūrā(n).
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan) sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
Simak Video "Video: Pandangan Islam soal Keutamaan Sedekah Subuh"
(lus/lus)