Sejumlah provinsi mengalami penambahan dan pengurangan kuota haji reguler pada 2026. Menteri Haji dan Umrah RI Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan, menegaskan hal itu sudah sesuai aturan.
"Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 mengatur secara tegas bahwa pembagian kuota haji reguler antarprovinsi harus mencerminkan keadilan dan proporsionalitas," kata Menhaj Irfan Yusuf di Jakarta, Senin (17/11/2025).
Menurut Gus Irfan, perubahan aturan ini dilakukan untuk mengatasi kesenjangan antrean panjang yang selama ini terjadi. Sebagaimana diketahui, Kemenhaj mengubah aturan masa tunggu jemaah haji secara merata yakni 26 tahun setiap orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 13 ayat (2) dalam UU 14/2025 memberikan tiga pendekatan pembagian kuota. Pertama, berdasarkan proporsi jumlah daftar tunggu. Kedua, berdasarkan jumlah penduduk muslim. Ketiga, kombinasi keduanya yang ditentukan oleh Menteri Haji dan Umrah.
Pemerintah, melalui Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj), memilih pendekatan daftar tunggu (waiting list) sebagai dasar utama pembagian kuota haji tahun 2026.
"Dengan ketentuan baru ini, UU 14/2025 menghadirkan reformasi mendasar dalam sistem pembagian kuota haji, memastikan bahwa setiap calon jemaah mendapatkan kesempatan berangkat secara lebih adil dan terukur, sesuai dengan waktu pendaftaran dan kondisi demografis masing-masing provinsi," tegasnya.
Mengapa Pendekatan Waiting List Dipilih?
Menurut Gus Irfan, pendekatan waiting list atau daftar tunggu dianggap paling memenuhi rasa keadilan, kepastian, dan kemaslahatan bagi calon jemaah. Keputusan ini diambil setelah telaah mendalam, pembahasan bersama DPR, serta mendengarkan masukan publik.
Gus Irfan menyoroti bahwa pembagian kuota berbasis proporsi penduduk muslim di masa lalu telah menimbulkan kesenjangan yang lebar antarprovinsi, menyebabkan masa tunggu yang sangat panjang di banyak daerah.
"Ini juga menjawab keresahan sosial dan tuntutan publik. Banyak jemaah yang sudah menunggu puluhan tahun tanpa kepastian. Opsi waiting list memberikan jawaban konkret terhadap aspirasi masyarakat, sekaligus memperkuat legitimasi dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan haji yang transparan dan akuntabel," ujarnya.
Dia menambahkan, kebijakan berbasis waiting list ini terbukti mampu menekan disparitas masa tunggu nasional menjadi lebih wajar dan merata.
"Kebijakan berbasis waiting list bukan hanya pilihan teknokratis, tetapi juga langkah moral dan sosial untuk memastikan penyelenggaraan ibadah haji berjalan lebih adil, transparan, dan berpihak pada umat," tambah Gus Irfan.
Dasar Perhitungan Kuota 2026
Kemenhaj menggunakan basis data waiting list nasional yang bersumber dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) sebagai dasar utama. Data yang digunakan adalah cut-off per tanggal 16 September 2025.
Gus Irfan menjelaskan, pergeseran kuota yang menyebabkan beberapa provinsi bertambah dan beberapa lainnya berkurang disebabkan oleh perubahan rumus pembagian, bukan karena perubahan jumlah kuota nasional.
Provinsi dengan daftar tunggu yang lebih panjang akan mendapat tambahan kuota signifikan, sementara provinsi dengan antrean pendek mengalami penyesuaian menurun. Gus Irfan menegaskan bahwa kebijakan ini adalah koreksi terhadap ketimpangan lama.
"Kebijakan baru ini harus dipahami bukan sebagai bentuk ketidakstabilan, melainkan transformasi menuju keadilan dan kepastian," ujarnya.
"Perubahan ini bukan bentuk ketidakadilan, melainkan koreksi terhadap ketimpangan lama. Pemerintah tidak mengurangi hak siapa pun, justru memastikan setiap jemaah dihormati haknya sesuai urutan pendaftaran. Dalam jangka panjang, sistem ini akan menciptakan antrean yang lebih tertib, transparan, dan benar-benar adil bagi semua umat Islam di Indonesia," tukas Gus Irfan.
(hnh/inf)












































Komentar Terbanyak
Potret Keluarga Cendana Syukuran Gelar Pahlawan Nasional, Dihadiri Menag
Video Cium Anak Kecil di Panggung Viral, Gus Elham Minta Maaf
Masjid Palestina Dibakar Pemukim Israel, Kecaman Dunia Menggema