Cara Paling Gampang Menghitung 1000 Hari Orang Meninggal untuk Tahlilan

Cara Paling Gampang Menghitung 1000 Hari Orang Meninggal untuk Tahlilan

Indah Fitrah - detikHikmah
Sabtu, 11 Okt 2025 10:00 WIB
Ilustrasi tahlilan
Ilustrasi tahlilan. Foto: Rawpixel.com/Freepik
Jakarta -

Setiap orang yang meninggal dunia biasanya meninggalkan kenangan dan doa dari keluarga serta kerabat. Dalam banyak budaya, termasuk masyarakat Indonesia, terdapat tradisi untuk mengenang dan mendoakan orang yang telah berpulang pada waktu tertentu setelah kematiannya.

Salah satu tradisi tersebut adalah selamatan atau tahlilan, yang biasanya dilakukan pada beberapa momen penting, seperti 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, hingga 1000 hari setelah wafat.

Menentukan waktu yang tepat untuk peringatan 1000 hari sering kali membuat sebagian orang kebingungan. Padahal, dengan perkembangan teknologi, menghitung hari tersebut bisa dilakukan dengan mudah dan cepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan buku Fikih di Medsos karya M. Nadi el-Madani, tahlilan adalah tradisi keagamaan yang sangat melekat di tengah masyarakat muslim Indonesia. Tahlilan biasanya diisi dengan pembacaan doa, dzikir, tahlil, pembacaan surah Yasin, dan pemberian sedekah berupa makanan kepada para tamu.

Semua ini dilakukan dengan niat agar pahala yang diperoleh dapat diberikan kepada orang yang telah meninggal dunia.

ADVERTISEMENT

Pada dasarnya, tahlilan adalah amal kebaikan yang meliputi dzikir, doa, dan sedekah. Nilai keberkahannya bergantung pada niat serta tata cara pelaksanaannya.

Cara Menghitung Hari ke-1000 Orang yang Wafat Secara Online

Secara sederhana, waktu 1000 hari setelah kematian kira-kira sama dengan 2 tahun 10 bulan. Namun, untuk memastikan tanggal yang tepat, ada beberapa cara yang dapat dilakukan:

1. Unduh Aplikasi Penghitung Hari Orang Meninggal

Saat ini banyak aplikasi di Play Store atau App Store yang dapat membantu menghitung tanggal kematian dan waktu selamatan berikutnya.

2. Menggunakan Situs atau Layanan Online

Beberapa situs menyediakan fungsi perhitungan hari kematian secara otomatis.

Selain menghitung 1000 hari, sebagian besar aplikasi dan situs tersebut juga memberikan informasi tanggal untuk peringatan penting lainnya seperti 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, dan 2 tahun setelah wafatnya seseorang. Melalui cara-cara tersebut, proses menentukan waktu selamatan menjadi lebih praktis dan akurat.

Asal-usul Tradisi Tahlilan

Tahlilan bukanlah tradisi baru di kalangan muslim. Menurut buku Al-Qur'an dan Kehidupan karya M. Rahmad Azmi dan Tafhajils SP, tahlilan merupakan tradisi asli Indonesia yang dikemas dalam kegiatan ibadah islami.

Pada awalnya, masyarakat Jawa memiliki kebiasaan yang berhubungan dengan kepercayaan nenek moyang, termasuk keyakinan terhadap makhluk ghaib dan praktik sesajen.

Kebiasaan ini kemudian diubah arah oleh Walisongo menjadi amalan yang bernilai ibadah dalam proses dakwah Islam di Pulau Jawa. Perubahan ini menjadikan tahlilan sebagai sebuah tradisi yang memadukan nilai budaya lokal dengan ajaran Islam, sehingga memiliki makna yang penting dalam kehidupan beragama masyarakat Jawa.

Tradisi Selamatan 1000 Hari

Mengutip buku Tradisi Cinandi di Banyuwangi karya Dr. Poniman, selamatan pada hari ke-1000 dikenal dengan istilah "nyewu", yang berarti seribu dalam bahasa Jawa. Dalam pandangan budaya Jawa, nyewu menunjukkan kondisi jasad yang telah kembali menyatu dengan tanah. Seluruh tulang dianggap telah melebur dengan bumi, sebagai simbol kembalinya manusia kepada asal penciptaannya.

Tradisi nyewu ini menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Pada momen tersebut, keluarga dan kerabat berkumpul untuk mendoakan, mengenang, dan menyampaikan harapan terbaik bagi orang yang telah meninggal.

Pandangan Hukum Syariat tentang Selamatan Tahlilan

Ulama memiliki pandangan berbeda mengenai hukum pelaksanaan selamatan tahlilan. Dalam buku Ahlussunnah Wal Jamaah: Islam Wasathiyah, Tasamuh, Cinta Damai karya A. Fatih Syuhud, sebagian ulama berpendapat tradisi tahlilan adalah bid'ah atau haram, karena dianggap berasal dari budaya Hindu atau Buddha.

Namun, ulama lain menyatakan tahlilan diperbolehkan selama tujuannya adalah mendoakan orang yang telah meninggal dan pelaksanaannya sesuai syariat Islam. Tahlilan dianggap tidak bertentangan syariat jika memenuhi empat unsur utama:

1. Tawasul

Menghadiahkan bacaan Al-Fatihah untuk almarhum, Rasulullah SAW, para sahabat, tabi'in, ulama, keluarga, maupun orang yang baru berpulang.

2. Membaca Ayat Al-Qur'an dan Dzikir

Surah yang biasa dibaca meliputi Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, sebagian ayat surah Al-Baqarah, hingga Yasin, ditambah bacaan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.

3. Membaca Doa

Memohon agar pahala bacaan tahlilan sampai kepada orang yang telah meninggal, dan memohon kebaikan bagi para tamu yang hadir.

4. Jamuan Makan

Selamatan biasanya diakhiri dengan jamuan makan dari pihak keluarga, sebagai sedekah yang pahalanya ditujukan bagi almarhum.

Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Al-Dibaj menyebut sedekah untuk orang yang telah meninggal pernah dilakukan selama tujuh hari, karena diyakini mereka sedang menjalani ujian di alam kubur.

Ulama Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menegaskan sedekah atas nama orang meninggal dianjurkan dan tidak memiliki batas waktu tertentu. Oleh karena itu, selamatan pada 7 hari, 40 hari, 100 hari, atau 1000 hari setelah kematian adalah kebiasaan yang sah dilakukan selama tidak bertentangan dengan syariat.




(inf/kri)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads