Tanggal 17 Agustus 2025 adalah momen sakral bagi seluruh rakyat Indonesia. Hari Kemerdekaan bukan hanya perayaan, tetapi juga pengingat perjuangan para pahlawan yang gigih merebut kebebasan.
Bagi umat Islam, kemerdekaan memiliki makna mendalam. Sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan pentingnya kebebasan, keadilan, dan persatuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2 Teks Ceramah tentang Kemerdekaan
Sebagai seorang penceramah, penting untuk menyampaikan pesan-pesan yang relevan dan menyentuh hati. Mengutip laman Kemenag, berikut adalah draf teks ceramah kemerdekaan dalam Islam yang bisa menjadi referensi, memadukan semangat patriotisme dengan ajaran agama.
Wajib Mensyukuri Kemerdekaan
Oleh: Dr. H. Khoirul Huda Basyir, Lc. M.Si
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، أَمّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ الله اُوْصِيْنِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الّذين آمنوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Bangsa Indonesia akan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 kemerdekaan Republik Indonesia. Mengenang atau memperingati sesuatu yang bersejarah dan monumental dalam perjalanan suatu bangsa tentu adalah hal yang sangat penting dan mampu menjadi media kesyukuran manusia atas anugrah kenikmatan Allah SWT. Al Quran Upaya mengajarkan kepada manusia agar selalu mengingat keagungan Allah disertai bersyukur atas nakmatNya dalam satu tarikan nafas. Allah berfirman:
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ ࣖ
"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, bersykurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku". (Al Baqarah:152).
Salah satu kenikmatan terbesar yang diperoleh bangsa Indonesia adalah anugrah kemerdekaan, yaitu terbebasnya rakyat Indonesia dari belenggu dan kungkungan penjajah, saat di mana seluruh warga bangsa dapat menghirup udara kemerdekaan dan menentukan arah kehidupan di atas tanah airnya sendiri secara bebas. Dalam perspektif ajaran Islam, tentunya ada sekian banyak alasan mengapa bangsa Indonesia wajib mensyukuri nikmat kemerdekaan. Setidaknya ada tiga hal utama yang perlu selalu kita ingat dan tegaskan dalam kesyukuran kemerdekaan bangsa ini:
1. Kemerdekaan Indonesia merupakan rahmat Allah SWT
Penegasan pengakuan ini bahkan diabadikan secara eksplisit oleh para pejuang dan pendiri negara ini, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke tiga yang menyatakan: "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya".
Kesadaran kolektif para pejuang kemedekaan ini dengan tegas mengisyaratkan bahwa kemerdekaan Indonesia dapat diperoleh karena rahmat Allah SWT, sebab secara lahiriah dan dalam perhitungan kekuatan militer, hampir mustahil bangsa ini mampu menaklukkan dan mengusir para penjajah dari bumi pertiwi tanpa ada campur tangan dari Allah SWT karena tidak sebandingnya peralatan tempur maupun pasukan perang yang dimiliki bangsa Indonesia dibanding dengan kekuatan penjah. Bagaimana bambu runcing dapat mengalahkan senjata meriam dan kendaraan tempur tank yang super canggih kala itu kalau bukan rahmat dan ma'unah Allah SWT. Sebagai bangsa kita juga amat bersyukur dan bangga betapa kemerdekaan Indonesia berhasil ditegakkan atas perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia sendiri, bukan merupakan hadiah dari penjajah atau bangsa-bangsa lain.
2. Mengenang Jasa Syuhada dan Pahlawan Kusuma Bangsa
Generasi yang hidup dan menghirup udara kemerdekaan saat ini sebagian besar adalah generasi yang tidak merasakan langsung bagaimana berat dan pedihnya perjuangan merebut dan menegakkan kemerdekaan. Kita adalah generasi pewaris yang tinggal mengisi kemerdekaan, sementara para pahlawan dan pejuang kusuma bangsa telah berkorban dengan harta dan jiwanya demi tegaknya kemerdekaan ini, dan kebanyakan dari mereka justru tidak sempat menikmati alam kemerdekaan sebagaiman kita nikmati saat ini.
Untuk itu sudah seharusnya kita berkewajiban untuk selalu mengenang dengan penuh kesyukuran akan jasa dan perjuangan mereka. Kesyukuran ini penting supaya kita tidak pernah lupa dengan sejarah sekaligus untuk menggelorakan spirit patriotisme kapada anak-anak bangsa dalam merawat NKRI. Mensyukuri jasa dan kebaikan para pejuang hakikatnya adalah mensyukuri nikmat Allah SWT sebagaimana sabda baginda Nabi Muhammad SAW:
إن أشكرَ الناس لله عز وجل أشكرُهم للناس
"Sesungguhnya manusia yang paling bersyukur kepada Allah adalah yang paling banyak bersyukur kepada sesamanya".
3. Wujud Nyata Mencintai Tanah Air
Mencintai tanah air adalah naluri fitri manusia karena dari tanah manusia tercipta dan dari air serta udara yang dihirup manusia lahir, hidup dan tumbuh. Terdapat ungkapan dari para ulama:
حب الوطن من الايمان
"Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman".
Pernyataan ini meskipun bukan dari Al Quran dan Hadis tapi kandungan makna dan pesan yang tersirat di dalamnya sejalan dengan ajaran Islam. Orang yang mencintai tanah air pasti akan merawat dan menjaganya dengan baik, dan dengan itu ia akan mampu menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan kepada sesama, dan itu adalah tugas utama manusia sebagai khalifatullah fil ardl.
Dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia, semboyan حب الوطن من الايمان bahkan digelorakan oleh para ulama dan kyai untuk memantik patriotisme umat Islam dalam melawan dan mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Tercatat dalam sejarah, adalah Hadlaratus Syaikh KH. Hasyim Asya'ari, Rais Akbar Jamiyyah Nahdlatul Ulama kala itu yang menyerukan semboyan ini dan kemudian ditegaskan dengan Resolusi Jihad yang di antara pesan utamanya adalah kewajiban bagi umat Islam untuk jihad fi sabilillah, berperang melawan penjajah dan menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan tanah air Indonesia. Dalam pandangan Islam, sebagaiamana dinyatakan oleh Prof. Dr. Quraish Shihab, bahwa mencintai tanah air kedudukannya dengan membela agama, hal ini diisyaratkan dalam Al-Quran surat Al Mumtahanah, ayat 8:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
Selain daripada itu, dalam faham Ahlussunnah waljamaah, hubungan agama dan negara haruslah bersifat simbiosisme mutualisme atau kebersalingan untuk menjaga, menopang dan memperkuat kedudukan satu dengan yang lain. Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali menyatakan:
اَلدِّيْنُ والْمُلْكُ تَوْأَمَانِ، فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
"Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama adalah fondasi dan penguasa adalah penjaga. Sesuatu yang tidak ada fondasinya pasti mudah roboh dan sesuatu yang tidak ada penjaganya pasti cepat sirna".
Agama akan tumbuh bersemai di wilayah negara yang damai sebagaimana negara akan eksis dan diliputi keberkahan jika ditopang oleh spiritualitas dan ajaran agama yang kuat.
Untuk itu, marilah kita ingatkan kembali kepada diri kita dan segenap tumpah darah indonesia agar menjadikan momentum peringatan kemedekaan Republik Indonesia dengan terus bersyukur melalui upaya kita semua merawat NKRI, menghargai keragaman dan kemajmukan warga bangsa serta terus memberikan doa kebaikan dan keberkahan bagi negeri Indonesia dan para pemimpinnya, kiranya Allah SWT senantiasa melindungi, memberkahi dan menjauhkan dari segala bencana, persetruan dan perpecahan terutama saat menghadapi tahun politik di mana rakyat Indonesia akan melaksanakan hajat konstitusinya, pesta demokrasi melalui pemilihan umum untuk memilih para pemimpinya. Aamiin.
Mengisi Kemerdekaan Menuju Bangsa yang Maju dan Diridhai
Oleh: Dr. KH. Ahmad Zayadi, M.Pd. (Direktur Penerangan Agama Islam, Kemenag RI)
Pada hari yang mulia ini, marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. dengan sebenar-benarnya takwa. Takwa adalah inti dari setiap ibadah, ruh dari setiap amal dan bekal terbaik menuju akhirat. Sebagaimana Firman Allah,
وَتَزَوَّدُوْ فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ
Artinya: "Berbekallah kalian, dan sebaik baik bekal adalah taqwa." (QS. Al-Baqarah: 197).
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muḥammad SAW., sosok mulia yang telah memerdekan manusia dari penghambaan atas materi dan hawa nafsu kepada penghambaan kepada Ilāhī Rabbī.
Kita saat ini telah memasuki bulan Agustus, bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Bulan ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah anugerah besar dari Allah SWT, hasil perjuangan panjang para pahlawan yang yang rela berkorban demi tegaknya kedaulatan dan martabat bangsa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 53:
وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـئَرُوْنَۚ
"Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan." (QS. An-Nahl: 53)
Secara kebahasaan, kemerdekaan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata al-istiqlāl (الاستقلال), yang bermakna negara-negara merdeka. Dalam konteks kebangsaan, istiqlāl mencerminkan kemerdekaan suatu bangsa dari segala bentuk dominasi, baik kolonialisme fisik maupun hegemoni budaya dan ekonomi.
Sementara itu, dalam terminologi Islam, istiqlāl tidak berhenti pada kedaulatan semata, tetapi juga bermuara pada kesadaran kolektif untuk membangun peradaban yang merdeka dalam berpikir, berkarya, dan berakhlak. Inilah yang kemudian berkelindan dengan konsep al-ḥurriyyah (الحُرِّيَّة) atau kebebasan, yang lebih menekankan pada dimensi personal dan spiritual.
Hurriyyah dalam Islam bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab-bebas dari perbudakan hawa nafsu, tekanan struktural yang menindas, dan pemikiran yang membelenggu kebenaran. Dengan kata lain, istiqlāl adalah bentuk kebebasan kolektif dalam skala sosial dan kenegaraan, sementara hurriyyah adalah kebebasan internal yang membebaskan manusia untuk taat dan tunduk hanya kepada Allah SWT. Keduanya adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang tidak hanya maju secara lahiriah, tetapi juga diridhai oleh Allah secara batiniah.
Ibnu 'Āsyūr dalam kitab Maqāṣid al-Syarī'ah al-Islāmiyyah menjelaskan bahwa kebebasan memiliki dua sisi. Pertama, kebebasan dari perbudakan fisik, yaitu kemerdekaan dalam arti literal. Kedua, kebebasan dalam makna batiniah, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur hidupnya sendiri dengan sadar, tanpa tekanan dan paksaan.
Syariat Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kebebasan dalam banyak aspek. Islam menjamin kebebasan berkeyakinan (ḥurriyyah al-i'tiqād), kebebasan berbicara dan menyampaikan pendapat (ḥurriyyah al-aqwāl), kebebasan dalam belajar, mengajar, dan berkarya (ḥurriyyah al-'ilmi wa at-ta'līm wa at-ta'līf), serta kebebasan dalam bekerja dan berwirausaha (ḥurriyyah al-a'māl). Semua bentuk kebebasan ini diarahkan bukan untuk membebaskan manusia dari nilai, tetapi justru untuk meneguhkan nilai-nilai luhur yang berlandaskan tauhid.
Imam Asy-Syafi'i rahimahullah dalam kitab al-Umm menegaskan makna spiritual dari kebebasan dengan menyatakan:
إِنَّ ٱلْـحُرِّيَّةَ ٱلْـحَقِيقِيَّةَ هِيَ ٱلتَّـحَرُّرُ مِنْ عُبُودِيَّةِ ٱلنَّفْسِ وَٱلشَّهَوَاتِ، وَٱلتَّوَجُّهُ ٱلْـكَامِلُ إِلَى ٱللّٰهِ وَحْدَهُ
Artinya: "Sesungguhnya kemerdekaan yang hakiki adalah pembebasan diri dari perbudakan hawa nafsu dan syahwat, serta mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah semata."
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kemerdekaan yang diraih harus diisi dengan semangat membangun bangsa yang maju dan diridhai Allah. Ikhtiar pertama adalah membangun peradaban berbasis ilmu. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:
وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ
Artinya: "Berdirilah," (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat..." (QS. Al-Mujadalah: 11)
Ilmu adalah fondasi dari kemajuan. Tiada bangsa yang mampu melangkah ke depan tanpa menjadikan ilmu sebagai pilar utama. Sejak wahyu pertama turun dengan kata Iqra', Islam menempatkan ilmu pada posisi tertinggi dalam membentuk peradaban.
Ikhtiar kedua adalah menegakkan akhlak kolektif dan etos kerja. Ini merupakan syarat transformasi sosial sebagaimana difirmankan Allah:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)
Perubahan besar dimulai dari perubahan kecil dalam diri dan lingkungan sekitar. Ini memerlukan kerja kolektif yang konsisten dan berkelanjutan. Allah juga berfirman:
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَٱلْمُؤْمِنُونَ
"Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu...." (QS. At-Taubah: 105)
Dari aspek moral, Rasulullah SAW bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mari kita isi kemerdekaan ini bukan hanya dengan perayaan simbolik, tetapi dengan tindakan nyata untuk semua orang, yakni upgrade ilmu dan keterampilan, meningkatkan produktivitas dan kualitas serta etos kerja; sekaligus tindakan kolektif yakni memelihara persatuan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia.
Pesan penting dari para pejuang kemerdekaan bangsa ini, ialah bahwa persatuan dan akhlak mulia ini harus di ikhtiarkan secara sungguh-sungguh. Persatuan, kemajuan bangsa, dan kemuliaan akhlak lahir dari kebersamaan, al-barokatu ma'al jamaah.
Kemerdekaan adalah tanggung jawab, dan bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menjaga amanah itu. Kemerdekaan juga menjadi modal bagi Warga Negara Indonesia untuk terus melestarikan jejak kebaikan dari para pendiri bangsa dan para pendahulu untuk terus membangun kerukunan demi terwujudnya kebaikan bersama, mewujudkan al-maslahah al-ammah.
Semoga Indonesia menjadi bangsa yang tidak hanya unggul dalam teknologi dan ekonomi, tetapi juga menjadi بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ yakni negeri yang baik dalam tatanan nilai, sistem, dan arah peradabannya serta mendapatkan limpahan ampunan dan keridhaan dari Allah SWT.
Wallahu a'lam.
(hnh/inf)
Komentar Terbanyak
MUI Konfirmasi Dugaan Nampan MBG Terpapar Minyak Babi
Erdogan Sebut Kematian di Gaza Itu Genosida Total dan Hamas Bukan Teroris
Batas Wilayah Palestina dan Israel Jika Tercapai Solusi Dua Negara