Apa Itu Global March to Gaza yang Diikuti Zaskia Mecca dkk?

Apa Itu Global March to Gaza yang Diikuti Zaskia Mecca dkk?

Hanif Hawari - detikHikmah
Senin, 16 Jun 2025 15:30 WIB
Sejumlah peserta aksi bela Palestina mengikuti long march di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/6/2025). Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas untuk gerakan Global March to Gaza, bertepatan dengan ribuan warga lintas negara dalam persiapan memasuki wilayah Gaza guna memberikan bantuan kepada rakyat Palestina yang mengalami krisis akibat blokade dari Israel. ANTARA FOTO/Fauzan
Warga Jakarta turun ke jalan, gaungkan aksi Global March to Gaza. (Foto: ANTARA FOTO/Fauzan)
Jakarta -

Ribuan aktivis dari penjuru dunia kini bergerak menuju Gaza dalam sebuah aksi solidaritas bertajuk Global March to Gaza. Aksi ini bertujuan menekan pemimpin dunia agar segera menghentikan agresi militer Israel yang dinilai sebagai bentuk genosida terhadap warga Palestina.

Dikutip dari Aljazeera, Senin (16/6/2025), gerakan ini dipimpin oleh kelompok Koordinasi Aksi Bersama untuk Palestina. Mereka melakukan pawai darat yang diberi nama Konvoi Sumud.

Konvoi ini dimulai pada hari Senin, (9/6/2025). Sekitar 1.000 orang peserta dari kawasan Maghreb - termasuk Tunisia dan Aljazair - telah tiba di Libya pada Selasa (10/6/2026), setelah memulai perjalanan dari Tunis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mayoritas peserta adalah warga sipil yang tergerak oleh krisis kemanusiaan di Gaza. Mereka berharap aksi ini bisa menggugah dunia untuk bertindak.

"Kebanyakan orang di sekitar saya merasakan keberanian dan kemarahan (tentang apa yang terjadi di Gaza)," kata Ghaya Ben Mbarek, seorang jurnalis independen Tunisia yang bergabung dalam pawai.

ADVERTISEMENT

Keikutsertaan Ben Mbarek dalam aksi tersebut didorong oleh kebenaran. Sebagai jurnalis, ia merasa harus berdiri di sisi yang benar dari sejarah dengan menghentikan genosida dan menghentikan orang-orang dari kematian karena kelaparan.

Rute Panjang Menuju Rafah

Setelah melewati Tunisia dan Libya, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Kairo, Mesir. Di sana, mereka akan bergabung dengan ratusan aktivis dari 50 negara lebih untuk bergerak menuju Rafah, pintu perbatasan antara Mesir dan Gaza. Para peserta diperkirakan akan berajalan ke sana sejauh 50 kilometer.

Rute mereka tak mudah. Selain medan yang berat, izin melintasi wilayah timur Libya hingga wilayah militer Mesir menjadi kendala. Sampai Selasa (10/6), konvoi belum mendapatkan izin resmi untuk menyeberangi Libya bagian timur.

Mayoritas dari mereka tahu risikonya. Namun mereka ingin menunjukkan kepada dunia bahwa diam bukan pilihan.

"Pesan yang ingin dikirim orang-orang di sini ke dunia adalah bahwa, jika Anda menghentikan kami melalui laut, atau udara, maka kami akan datang dengan ribuan orang melalui darat," ujar Ben Mbarek.

"Kami benar-benar akan menyeberangi padang pasir ... untuk menghentikan orang-orang agar tidak mati kelaparan," lanjutnya kepada Al Jazeera.

Siapa Saja yang Terlibat Global March to Gaza?

(Kiri-kanan) Wanda Hamidah, Hamidah, Ratna Galih, Indadari, dan Zaskia Adya Mecca.(Kiri-kanan) Wanda Hamidah, Hamidah, Ratna Galih, Indadari, dan Zaskia Adya Mecca ikut Global March to Gaza di Kairo, Mesir. (Foto: dok. Instagram Indadari)

Aksi ini didukung oleh sejumlah organisasi besar seperti Serikat Buruh Umum Tunisia, Asosiasi Pengacara Nasional, Liga Hak Asasi Manusia Tunisia, dan Forum Hak Ekonomi dan Sosial Tunisia.

Selain itu, jaringan internasional juga ikut ambil bagian, seperti Codepink Women for Peace dari AS, Jewish Voice for Labour dari Inggris, dan Gerakan Pemuda Palestina.

Mereka bergabung dalam solidaritas lintas negara, lintas agama, dan lintas ideologi untuk menyuarakan satu hal: hentikan genosida di Gaza.

Para aktivis itu terbang ke ibu kota Mesir pada 12 Juni 2025. Dari Indonesia, ada Zaskia Adya Mecca, Ratna Galih, Indadari, Wanda Hamidah, dan enam WNI lainnya yang tergabung dalam kontingen Malaysia.

Mengutip laman Instagram Zaskia Adya Mecca dan Al Jazeera, kendala besar masih mengadang. Mesir belum mengeluarkan izin resmi bagi para aktivis untuk memasuki zona militer antara El Arish dan perbatasan Rafah.

Peserta long march bahkan dianggap ilegal dan polisi berhak menangkap mereka. Sejumlah pengamat menyebut kemungkinan besar konvoi tak akan bisa benar-benar mencapai Gaza, apalagi memasuki wilayah yang dijaga ketat oleh militer Israel.

Namun, bagi para peserta, tujuan mereka bukan semata masuk ke Gaza. Melainkan membangkitkan tekanan publik global agar perang segera dihentikan.

Mengapa Para Aktivis Memilih Pendekatan Ini?

Selama bertahun-tahun, para pendukung Palestina telah melakukan berbagai upaya untuk menarik perhatian dunia terhadap penderitaan warga Gaza.

Sejak dimulainya serangan besar-besaran Israel 20 bulan lalu, aksi protes terus digelar di berbagai ibu kota dunia. Warga sipil juga menempuh jalur hukum terhadap para pejabat yang dianggap mendukung agresi Israel di Gaza.

Tak hanya di darat, aksi solidaritas juga dilakukan lewat laut. Para aktivis pernah berlayar membawa bantuan kemanusiaan menuju Gaza, berusaha menembus blokade ketat yang diberlakukan Israel sejak 2007. Namun, seluruh kapal itu dicegat, bahkan diserang.

Salah satu insiden paling mencolok terjadi pada 2010, ketika pasukan Israel menyerbu kapal Mavi Marmara di perairan internasional. Sembilan aktivis tewas di tempat, dan satu lainnya meninggal kemudian akibat luka.

Meski terus dihadang, upaya Freedom Flotilla tak berhenti. Terbaru, pada 1 Juni lalu, 12 aktivis dari Freedom Flotilla Coalition kembali berlayar dari Italia dengan kapal Madleen. Mereka ingin menekan dunia internasional agar menghentikan serangan brutal Israel.

Namun, pada 9 Juni, kapal itu dicegat di perairan internasional dan para aktivis dilaporkan ditangkap oleh militer Israel.

Krisis Kemanusiaan di Gaza

Sejak serangan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, lebih dari 54.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 126.000 lainnya terluka. Warga sipil, termasuk anak-anak, tenaga medis, dan jurnalis menjadi korban.

Pengepungan Israel membuat suplai makanan dan bantuan nyaris terputus total, menyebabkan kelaparan massal. Kondisi ini disebut oleh pakar hukum sebagai bentuk genosida, yakni upaya sistematis untuk menghancurkan sebuah kelompok secara keseluruhan atau sebagian.

Sementara dunia menyaksikan, para aktivis kini bergerak.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads