Namun, Islam memiliki sistem penanggalan yang merujuk pada kalender Hijriah. Penanggalan ini ditetapkan oleh Umar bin Khattab RA serta mengacu pada siklus perputaran bulan.
Lantas, apakah perayaan tahun baru diperbolehkan dalam Islam? Bagaimana hukumnya?
Baca juga: Malam 1 Rajab Doa Tidak Tertolak, Benarkah? |
Hukum Merayakan Tahun Baru dalam Islam
detikHikmah belum menemukan dalil terkait aturan merayakan tahun baru. Tetapi, pada kitab-kitab seperti Ihyaa 'Ulumuddin, Faydhul Qodir, Hasyiyah al Jamal ala al Minhaaj, Al Mi'yar al Ma'riby, dan Ar Raudhah pernah disinggung terkait hal ini.
Mengacu pada terjemahan dari laman Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Banda Aceh, kitab-kitab rujukan muslim tersebut menyepakati bahwa perayaan Tahun Baru Masehi tergolong sebagai tasyabuh. Makna dari tasyabbuh sendiri yaitu perilaku meniru perkara atau kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang di luar pemeluk agama Islam.
Dari segi sejarah, perayaan Tahun Baru bermula dari Kaisar Julius Caesar yang membuat kalender matahari. Karena itulah, bangsa Romawi memperingati permulaan tahun setiap 1 Januari.
Islam melarang umatnya untuk menyerupai kebiasaan di luar ajaran syariat. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 120,
وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ
Artinya: "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Sungguh, jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah."
Selain itu, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadits,
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka." (HR Abu Daud)
Kemudian, Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy Syaikhul Islam yang diterjemahkan Agus Hasan Bashori menguraikan dua alasan yang melandasi larangan perayaan Tahun Baru Masehi bagi muslim.
Merujuk pendapat dari Ibnu Taimiyah RA yang menyebutkan, ia mengatakan bahwa kegiatan itu tidak pernah ada dalam ajaran Islam dan tidak termasuk dalam kebiasaan salaf. Lalu, kegiatan tersebut dianggap sebagai bid'ah yang diada-adakan.
"Tidak halal bagi kaum muslimin ber-tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya," bunyi penjelasannya.
Tak Ada Dalil Khusus terkait Perayaan Tahun Baru Masehi dalam Islam
Mengutip dari laman CNN Indonesia, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH M Cholil Nafis mengatakan tidak ada dalil yang menjelaskan secara khusus hukum mengucapkan atau merayakan Tahun Baru Masehi dalam Islam. Jadi, pelarangan ini didasari dari kesepakatan para ulama.
Ia sendiri tidak melarang perayaan Tahun Baru Masehi. Ini berlaku selama tidak dilakukan secara berlebihan ataupun mengganggu ketenangan orang banyak.
"Ya, boleh saja asal tidak berlebihan, pemborosan, sehingga harga kembang apinya sampai mahal banget, sehingga terkesan buang-buang uang. Sebatas merayakan kebahagiaan tidak apa-apa," terangnya.
Kiai Cholil menyarankan muslim untuk mengisi Tahun Baru Masehi dengan evaluasi diri, muhasabah serta juga berdoa kepada Allah SWT.
(aeb/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana