Tahun baru Islam atau 1 Muharram 1447 H akan segera tiba, yang pada tahun ini jatuh pada Jumat 27 Juni 2025. Bagi umat Islam, momen ini bukan hanya sekadar pergantian tanggal, melainkan juga menjadi saat untuk merenung, bersyukur, dan memperkuat semangat mengamalkan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, muncul pertanyaan yang sering dibahas di tengah masyarakat: Apakah hukum merayakan 1 Muharram dalam Islam? Apakah diperbolehkan?
Pertanyaan ini wajar mengingat dalam sejarah Islam masa Nabi Muhammad SAW maupun para sahabat, belum ditemukan adanya perayaan tahun baru Islam secara khusus. Namun, saat ini kita menyaksikan banyak tradisi dan kegiatan positif yang digelar dalam rangka menyambut bulan Muharram, termasuk di Indonesia. Lantas, bagaimana hukumnya menurut para ulama?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Penetapan Tahun Baru Islam
Sebelum membahas hukumnya, penting untuk memahami asal-usul penanggalan Hijriah. Pada masa Rasulullah SAW, memang belum ada sistem kalender Islam yang baku. Baru pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, sistem penanggalan Hijriah resmi ditetapkan. Momen hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah kemudian dijadikan sebagai titik awal perhitungan kalender Islam, dan 1 Muharram dipilih sebagai awal tahunnya.
Meski kalender Hijriah disusun berdasarkan peristiwa besar dalam sejarah Islam, tidak terdapat dalil khusus dari Rasulullah SAW atau para sahabat yang menunjukkan adanya perayaan khusus pada awal Muharram. Maka dari itu, hukum perayaannya tidak bersifat mutlak, dan menjadi ranah ijtihad ulama.
Hukum Merayakan Tahun Baru Islam
Menurut KH. Mahbub Maafi, Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, merayakan 1 Muharram hukumnya mubah, artinya boleh-boleh saja selama tidak melanggar syariat Islam. Ini mencakup kegiatan seperti:
- Mengadakan doa bersama
- Menggelar pengajian atau tabligh akbar
- Mengadakan santunan anak yatim
- Menyelenggarakan pawai obor atau kirab budaya
Selama kegiatan tersebut tidak mengandung unsur maksiat atau menyelisihi ajaran Islam, maka boleh dilakukan dan bahkan bisa menjadi bentuk syiar Islam dan penguatan ukhuwah di tengah masyarakat.
Pendapat Ulama Tentang Merayakan 1 Muharram
Ada perbedaan pendapat antara ulama terkait perayaan tahun baru islam. Berikut rinciannya.
Ulama yang Membolehkan
1. Syaikh Athiyyah Saqr (dalam Fatawa Al-Azhar X)
Menyatakan bahwa perayaan tahun baru Islam boleh dilakukan selama tidak mengandung kemaksiatan atau penyimpangan akidah.
2. Buya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (dalam Mafahim Yajibu An Tushahhah)
Berpendapat bahwa perayaan 1 Muharram bukanlah amalan ibadah yang disyariatkan secara khusus, namun bukan juga bid'ah jika dilakukan sebagai bentuk kebiasaan sosial positif.
3. Prof. Quraish Shihab:
Menganjurkan perayaan tahun baru Islam sebagai upaya menghidupkan semangat hijrah dan memperkuat ukhuwah Islamiyah, selama dilakukan dengan cara yang baik dan benar.
Baca juga: 11 Amalan Sunah di Bulan Muharram |
Contoh Kegiatan Positif Saat Merayakan 1 Muharram
Jika ingin merayakan tahun baru Islam, berikut beberapa kegiatan yang dianjurkan sebagai berikut.
- Menggelar pengajian dan kajian Islam
- Doa dan istighosah bersama
- Santunan anak yatim dan fakir miskin
- Membuat bubur suro sebagai simbol sedekah
- Zikir dan muhasabah diri
- Silaturahmi dengan keluarga dan tetangga
- Membersihkan masjid dan lingkungan sekitar
Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya mempererat tali silaturahmi, tetapi juga memperkuat nilai-nilai sosial dan spiritual dalam masyarakat Muslim.
Kegiatan yang Sebaiknya Dihindari Saat Merayakan 1 Muharram
Sebaliknya, Islam melarang bentuk perayaan yang melanggar norma dan etika agama. Berikut beberapa kegiatan yang dianggap tidak diperbolehkan.
- Mengadakan pesta berlebihan
- Menyalakan kembang api atau meniup terompet seperti dalam perayaan tahun baru Masehi
- Berjudi, berpesta minuman keras, atau bentuk kemaksiatan lainnya
- Tarian dan musik berlebihan
- Menghambur-hamburkan uang untuk hal sia-sia
- Perayaan yang dilakukan secara berlebihan justru dapat merusak esensi spiritual bulan Muharram yang penuh makna dan introspeksi.
Ulama yang Tidak Menganjurkan Merayakan 1 Muharram
Di sisi lain, ada pula sebagian ulama yang menolak perayaan 1 Muharram, dengan alasan tidak ada dalil kuat yang menganjurkannya:
1. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid (Fatawa Islam Sual wa Jawab No. 240949):
Menganggap perayaan tahun baru Islam sebagai bid'ah, karena tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabat.
2. Syaikh Abdul Aziz bin Baz:
Menyatakan bahwa perayaan ini adalah perkara baru dalam agama (bid'ah) dan sebaiknya ditinggalkan karena tidak dicontohkan dalam syariat.
Menyikapi Perbedaan Pendapat Ulama
Perbedaan pandangan tentang hukum merayakan 1 Muharram adalah bagian dari kekayaan khazanah keilmuan Islam. Umat Islam tidak sepatutnya menjadikan perbedaan ini sebagai alasan untuk saling menyalahkan atau terpecah belah.
Yang terpenting adalah menjaga niat yang baik, serta memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan sejalan dengan nilai-nilai Islam. Bagi yang ingin merayakan, isi perayaan dengan kegiatan positif, bermanfaat, dan jauh dari maksiat.
Demikian detikers pembahasan tentang hukum merayakan tahun baru islam.
(ihc/irb)