Harta pusaka adalah bagian dari harta warisan yang menjadi hak keluarga atau ahli waris setelah seseorang meninggal dunia. Namun, dalam beberapa kondisi tertentu, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapat bagian dari harta pusaka tersebut yang disebabkan karena terdapat tindakan atau kondisi yang melanggar ketentuan hukum waris Islam.
Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah dalam bukunya Hukum Waris, menjelaskan bahwa hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapat bagian dari harta pusaka adalah pembunuhan, perbedaan agama, atau perbudakan.
Dalam hukum waris Islam pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ahli waris terhadap pewaris, dapat membuat mereka kehilangan hak warisnya. Begitu juga dengan perbedaan agama, apabila seseorang yang tidak seagama dengan pewaris bisa jadi tidak mendapat bagian dari warisan. Tak hanya itu, status perbudakan juga bisa mempengaruhi hak seseorang atas harta pusaka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk memahami lebih lanjut mengenai hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapat bagian dari harta pusaka, mari simak penjelasannya berikut ini.
Hal-hal yang Menyebabkan Seseorang Tidak Mendapat Bagian dari Harta Pusaka
Nabi Muhammad SAW telah bersabda dalam beberapa haditsnya yang menjelaskan tentang beberapa penyebab yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan bagian dari harta pusaka. Hal-hal ini diatur dengan jelas dalam syariat Islam untuk menjaga keadilan dan hak-hak keluarga yang ditinggalkan.
Berikut adalah penjelasan mengenai hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapat bagian dari harta pusaka, lengkap dengan landasan dalil dari hadits Rasulullah SAW.
1. Pembunuhan
Dalam ajaran Islam, terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan haknya atas harta pusaka, salah satunya adalah pembunuhan. Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya menjelaskan bahwa pembunuh tidak berhak memperoleh warisan dari korban yang dibunuhnya.
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab RA, di mana beliau menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seorang pembunuh tidak berhak memperoleh warisan." (HR Malik)
Hadits ini menunjukkan secara jelas bahwa seorang yang melakukan pembunuhan, baik terhadap ayah, ibu, saudara, anak, atau kerabat lainnya, tidak berhak mendapatkan bagian dari harta pusaka korban. Pembunuhan yang dimaksud dalam konteks ini bisa merujuk pada pembunuhan yang disengaja atau pembunuhan yang menyebabkan kematian seseorang.
Dilansir dari arsip detikHikmah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama fiqh terkait jenis pembunuhan yang dapat menghalangi seseorang memperoleh warisan. Beberapa ulama berpendapat bahwa hanya pembunuhan yang disengaja (dengan niat) yang menghalangi warisan seperti jika seorang ahli waris ingin segera membunuh pewaris untuk mempercepat proses pembagian warisan.
2. Perbedaan Agama
Faktor lain yang menghalangi seseorang untuk menerima bagian dari harta pusaka adalah perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris. Dalam ajaran Islam, perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris dapat menyebabkan terhalangnya pembagian harta pusaka.
Rasulullah SAW dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid RA melalui Muwatha' Imam Malik menyatakan, "Orang muslim tidak boleh mewariskan harta kepada orang kafir." (HR Muslim)
Hadits ini menjelaskan bahwa seorang muslim tidak boleh mewariskan harta kepada orang kafir, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, jika seorang muslim meninggal dunia, maka ia tidak dapat mewariskan harta kepada anggota keluarganya yang tidak beragama Islam, seperti Nasrani atau Yahudi. Begitu pun sebaliknya, orang kafir juga tidak dapat mewariskan harta kepada seorang muslim.
3. Perbudakan
Faktor terakhir yang menyebabkan seseorang tidak memperoleh bagian dari harta pusaka dalam Islam adalah status perbudakan. Pada masa lalu, seorang budak, baik laki-laki maupun perempuan, tidak memiliki hak untuk mewarisi harta dari orang yang merdeka.
Hal ini didasarkan pada pandangan hukum Islam yang menyatakan bahwa harta yang dimiliki oleh seorang budak, termasuk harta pusakanya adalah milik tuannya bukan milik sang budak itu sendiri.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit RA, Rasulullah SAW menetapkan bahwa, "Buah kurma itu untuk orang yang menyerbukkannya, kecuali ada syarat dari pembelinya. Beliau juga menetapkan harta budak itu menjadi hak orang yang menjualnya, kecuali disyaratkan oleh pembelinya. (HR Ibnu Majah)
Namun, perlu dicatat bahwa perbudakan pada masa kini sudah tidak ada lagi dan sistem ini telah dihapuskan di banyak negara, termasuk negara-negara Muslim. Dengan berakhirnya praktik perbudakan, masalah terkait warisan untuk budak sudah tidak relevan lagi di zaman modern.
Seluruh keputusan ini diambil untuk menjaga hak-hak waris yang adil dan mencegah penyalahgunaan harta pusaka, sehingga keadilan tetap terwujud dalam pembagian warisan menurut syariat Islam. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapat bagian dari harta pusaka.
(inf/inf)
Komentar Terbanyak
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Ayu Aulia Sempat Murtad, Kembali Syahadat karena Alasan Ini