Perawi Adalah Orang yang Meriwayatkan Hadits, Apa Saja Syaratnya?

Perawi Adalah Orang yang Meriwayatkan Hadits, Apa Saja Syaratnya?

Hanif Hawari - detikHikmah
Rabu, 04 Des 2024 16:15 WIB
Ilustrasi nabi
Ilustrasi perawi (Foto: Freepik/freepik)
Jakarta -

Sebuah hadits mengandung tiga elemen, yakni rawi, sanad dan matan. Perawi adalah salah satu dari elemen tersebut.

Mengutip Akuntasi Syariah di Indonesia karya Dr. Alexander Thian, M.Si., perawi atau ar-rawi atau rawi adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits yang didengarnya dari seseorang atau dari gurunya. Sanad adalah urutan para rawi yang menyampaikan hadits, merekalah yang mengantarkan kita sampai kepada matan atau teks hadits.

Selain itu, Muhammad Murtaza bin Aish dalam buku yang ditulisnya berjudul Hadits Pilihan Beserta Biografi Perawi dan Faedah Ilmiyah mengatakan, perawi hadits adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan hadits dari satu orang kemudian menyebar ke orang lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian dalam buku Seri Tokoh-Tokoh Perawi Hadits karya Ainur Rohman S.S., perawi disebut juga rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits yang pernah diterimanya dari seseorang ke dalam suatu kitab. Adapun enam perawi utama yang telah terbukti kesahihan haditsnya yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Al-Nas'i, dan Imam Ibnu Majah.

Syarat Perawi Hadits

Dalam proses periwayatan, peran seorang perawi sebagai penyampai informasi sangatlah penting, yaitu dengan menyampaikan dan menuliskan apa yang telah didengar dan diterimanya dari orang lain ke dalam sebuah kitab. Oleh karena hadits Rasulullah sampai pada kita melalui proses periwayatan dan perawi hadits merupakan titik sentral kebenaran sumber hadits tersebut.

ADVERTISEMENT

Maka para ulama hadits menetapkan kriteria atau syarat-syarat perawi hadits. Apabila kriteria dan syarat-syarat yang ditetapkan telah terpenuhi maka periwayatannya dapat diterima, sedangkan jika tidak terpenuhi maka periwayatannya harus ditolak. Mengutip buku Analisis ke-Siqah-an Perawi Hadits karya Muhammad Imran, LC., M.Th.I., adapun syarat-syarat perawi hadits sebagai berikut:

1. Al-adalah

Al-adalah merupakan konsistensi ketaqwaan, perilaku atau sikap. Ketaqwaan yang dimaksud adalah menjalankan segala perintah agama dan menjauhi segala larangannya.

Adapun syarat-syarat perawi hadits yang berkaitan dengan al-adalah yakni:

  • Beragama Islam.
  • Berakal.
  • Baligh.
  • Tidak fasik.
  • Menjaga perilaku atau sikap.

Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi dan menurunkan nilai-nilai keadilan perawi hadits adalah:

  • Dusta
  • Tertuduh dusta
  • Fasiq.
  • Bid'ah.
  • Al-jahalah (tidak terkenal).

2. Al-dabt

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama hadits tentang al-dabt, namun maksud dan tujuannya sama. Abu Syuhbah mendefinisikan al-dabt adalah kemampuan seorang perawi dalam meriwayatkan hadits dengan baik, tidak lalai dan tidak pula bersalah dalam meriwayatkan hadits tersebut.

Dalam hal ini, perawi harus hafal dengan baik hadits yang diriwayatkannya, mampu menyampaikannya kepada orang lain dengan benar, teliti dalam meriwayatkan hadits sehingga tidak salah dan keliru dalam menyampaikan hadits yang ditulisnya kepada orang lain, memahami dengan baik makna yang terkandung dalam hadits yang diriwayatkannya, apabila diriwayatkan secara makna. Sehingga tidak terjadi perubahan, baik penambahan maupun pengurangan.

Ibnu Hajar al'Asqalani dan al-Syaukani mendefinisikan al-dabt adalah perawi yang kuat daya hafalnya tentang apa yang telah diriwayatkannya dari orang lain maupun menyampaikan hafalan tersebut kapan saja dikehendakinya. Mampu menjaga dengan baik hadits yang diriwayatkan dalam kitabnya mulai dari mendengar atau meriwayatkan hadits tersebut sampai ia menyampaikan periwayatannya kepada orang lain.

Adapun hal-hal yang menurunkan dan mempengaruhi nilai ke-dabt-an perawi hadits:

  • Kesalahan yang buruk.
  • Hafalan yang buruk.
  • Banyak kelalaian.
  • Banyak keragu-raguan.
  • Menyalahi periwayat perawi siqah.

Teknik Penetapan Perawi Hadits dalam Sanad

Penelusuran dan penetapan perawi hadits dalam sanad, khususnya dalam kegiatan kritik terhadap perawi hadits terkadang dihadapkan pada permasalahan yang sangat rumit. Sering kali ditemukan beberapa perawi hadits dengan nama yang sama. Sehingga apabila tidak teliti dan jeli, besar kemungkinan penulisan dan penelusuran yang dilakukan akan sia-sia karena perawi hadits yang ingin diteliti ternyata bukan perawi yang dimaksud.

Kembali mengutip buku Analisis ke-Siqah-an Perawi Hadits, berikut ini teknik dalam menentukan dan menetapkan perawi hadits dalam sanad, di antaranya sebagai berikut:

1. Mengumpulkan Jalur Sanad

Dalam metodologi takhrij al-hadis, dikenal beberapa metode yang dapat digunakan, di antara metodenya adalah melacak salah satu lafaz yang termuat dalam matan hadits sesuai dengan tema hadits yang akan di takhrij. Setelah melakukan takhrij al-hadis, maka akan muncul beberapa hadits dari sumber yang berbeda-beda.

2. Memastikan Guru dan Murid Perawi Hadits

Langkah kedua dapat ditempuh apabila ada kesamaan nama dan nama bapa dari seorang perawi hadits. Maka langkah yang harus ditempuh adalah memastikan guru dan murid dari perawi yang akan diteliti. Setelah melakukan pelacakan nama perawi yang diteliti, maka muncullah nama lengkapnya, biografinya, serta guru dan muridnya.

3. Menelusuri Kitab Syarh Hadits

Jika kedua cara di atas telah dilakukan dan belum bisa memastikan nama perawi yang diteliti, jalan terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan menelusuri kitab-kitab syarh hadits. Dengan ketiga teknik yang telah disebutkan, akan memudahkan peneliti dalam menentukan perawi yang dimaksud.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads