Tak Semua Ghibah Dilarang, Ini Enam Ghibah yang Diperbolehkan

Tak Semua Ghibah Dilarang, Ini Enam Ghibah yang Diperbolehkan

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Senin, 25 Nov 2024 11:46 WIB
Girls working remotely using a laptop
Foto: Getty Images/GCShutter
Jakarta -

Ghibah adalah salah satu perilaku yang sangat dilarang dalam Islam. Syaikh Muhammad Al-Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin jilid IV menjelaskan bahwa Ahmad bin Hambal ra menyebut ghibah dan adu domba termasuk di antara perbuatan dosa-dosa besar.

Al-Qur'an menjelaskan soal larangan ghibah dalam surah Al Hujurat ayat 12,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنُِؚوْا كَثِيْرًا مِّنَ ال؞َّنِّۖ اِنَّ َؚعْضَ ال؞َّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَؚْ َؚّعْضُكُمْ َؚعْضًاۗ اَيُحُِؚّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّاٌؚ رَّحِيْمٌ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.

Akan tetapi untuk tujuan tertentu, ternyata ada beberapa hal tentang ghibah yang diperbolehkan.

ADVERTISEMENT

6 Ghibah yang Diperbolehkan

Menurut Imam an-Nawawi dalam buku Syarah Riyadhus Shalihin, disebutkan bahwa ada ghibah yang diperbolehkan. Ghibah itu diperbolehkan untuk tujuan yang benar menurut syariat, di mana tujuan tersebut tidak tercapai kecuali dengan ghibah.

Ghibah itu diperbolehkan dalam enam keadaan. Berikut penjelasannya:

1. Pengaduan terhadap Penganiayaan

Orang yang dianiaya boleh mengadukan orang yang menganiayanya kepada penguasa atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan, atau kemampuan untuk menyadarkan tindakan aniaya itu.

Misalnya orang yang dianiaya itu mengatakan, "Fulan menganiayaku dengan perbuatan demikian."

2. Menghilangkan Kemungkaran dan Maksiat

Selain itu, ada ghibah yang diperbolehkan yaitu meminta tolong untuk menghilangkan kemungkaran dan menegur orang yang berbuat maksiat. Misalnya, seseorang berkata kepada orang yang diharapkan dapat melenyapkan kemungkaran, "Fulan berbuat begini" dan sebagainya dengan maksud untuk melenyapkan kemungkaran. Seandainya tidak dengan maksud untuk melenyapkan kemungkaran, maka hal itu diharamkan.

3. Meminta Fatwa atau Nasihat

Misalnya, seseorang bertanya kepada orang yang biasa memberi fatwa, "Aku diperlakukan begini oleh ayah, saudaraku, istriku, atau fulan. Bagaimana sebaiknya?"

Ini termasuk ghibah yang dibolehkan. Walau begitu, kalimat tersebut sebaiknya diganti dengan "Bagaimana pendapat Anda mengenai seseorang atau suami yang demikian perangainya?" agar dapat mencapai maksud tanpa menyebut nama atau figur.

4. Memberi Peringatan

Memberi peringatan atau nasihat kepada kaum muslimin agar tidak terjerumus ke dalam kejahatan juga termasuk ghibah yang dibolehkan.

Dalam hal ini ada beberapa bentuk, di antaranya adalah mengkritik para perawi yang cacat dan menyampaikan kesaksian di peradilan. Semua itu boleh menurut ijma kaum muslimin, bahkan wajib karena ada kebutuhan.

Bentuk lain adalah musyawarah untuk perjodohan. Orang yang dimintai saran perjodohan tidak boleh menyembunyikan kondisi orang yang hendak dijodohkan. Sebaliknya, ia harus menyebut kejelekan-kejelekannya dengan niat memberi nasihat.

Begitu juga apabila seseorang melihat seorang pelajar sering mengunjungi seorang pelaku bid'ah atau fasik untuk belajar kepadanya, dan ia khawatir pelajar tersebut terpengaruh olehnya, maka ia wajib menasihati pelajar itu dengan menjelaskan kondisi orang yang didatanginya, dengan syarat bahwa maksudnya adalah memberi nasihat.

Hal ini sering keliru. Terkadang seseorang berbicara dengan motif menghasut, lalu setan menyamarkan motif tersebut dan membuatnya berpikir seolah-olah itu adalah nasihat.

Karena itu, hendaknya ia jeli terhadap masalah ini. Contoh lain adalah, seseorang yang memiliki kewenangan tetapi tidak menjalankannya dengan benar.

Bisa jadi karena ia tidak kapabel untuk kewenangan tersebut, atau ia memang orang yang fasik, tidak terkontrol, atau semisalnya. Maka, perkara tersebut wajib diadukan kepada pemimpin tertinggi, agar ia bisa memecatnya dan menggantinya dengan yang kapabel. Atau agar ia tahu, sehingga bisa menindak bawahannya tersebut dan tidak tertipu olehnya, atau berusaha memotivasinya untuk profesional dengan ancaman dipecat.

5. Orang yang Mendeklarasikan Perbuatan Fasik

Orang yang melakukan perbuatan fasik atau bid'ah secara terang-terangan, seperti minum khamr di tempat umum, merampas milik orang lain, atau meminta dengan paksa, serta melakukan perkara-perkara batil lainnya.

Kita boleh menyebut perbuatan-perbuatan yang orang tersebut lakukan secara terang-terangan, tetapi haram menyebut aib-aib yang tidak demikian, kecuali ada sebab lain yang telah disampaikan di atas.

6. Untuk Mengidentifikasi

Mengidentifikasi seseorang apabila ia dikenal dengan suatu julukan seperti si buta, si tuli, si bisu, dan sebagainya. Dalam hal ini kita boleh mengidentifikasinya dengan julukan tersebut, tetapi kalau maksudnya mengejek atau menghina, maka hukumnya haram. Seandainya kita bisa mengidentifikasinya dengan julukan selainnya, maka itu lebih baik.




(lus/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads