Arti Ghibah dalam Islam, Bukan Sekedar Hanya Ngomongin Orang

Arti Ghibah dalam Islam, Bukan Sekedar Hanya Ngomongin Orang

Amelia Ghany Safitri - detikHikmah
Selasa, 26 Nov 2024 15:29 WIB
ghibah
Arti ghibah. Foto: Getty Images/Aang Permana
Jakarta -

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia sering kali terlibat dalam percakapan yang melibatkan orang lain, baik itu tentang kebiasaan, sifat, atau bahkan kekurangan mereka. Tanpa mereka sadari, obrolan tersebut bisa saja mengarah ke batas-batas yang berlebihan.

Salah satu hal yang sering terjadi namun sering kali dianggap remeh adalah ghibah. Walaupun terdengar sepele, ghibah memiliki dampak buruk dalam kehidupan seorang muslim, baik terhadap hubungan antar sesama maupun terhadap diri sendiri di dunia dan akhirat. Lantas, apa artinya ghibah?

Pengertian Ghibah

Menurut KBBI, ghibah artinya membicarakan keburukan (keaiban) orang lain, atau bergunjing. Dalam buku Dari Mana Masuknya Setan karya Abdul Hamid Al-Bilali terjemahan Abdul Rokhim Mukti, Rasulullah SAW telah menafsirkan arti ghibah, beliau bersabda, "Tahukah kalian apa itu ghibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih mengetahui."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian Nabi SAW berkata, "Engkau menceritakan perihal saudaramu yang dia tidak suka." Rasulullah SAW kembali ditanya, "Bagaimana jika sesuatu tersebut terdapat dalam dirinya? Beliau menjawab,

إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَهُ (رواه مسلم)

ADVERTISEMENT

"Jika sesuatu tersebut terdapat dalam dirinya maka engkau telah mengghibah dan mengumpatnya, dan jika sesuatu tersebut tidak terdapat dalam dirinya maka engkau telah benar-benar menzaliminya." (HR Muslim)

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa kalimat "Engkau menceritakan perihal saudaramu yang dia tidak suka" mencakup berbagai bentuk, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini juga termasuk dalam penggunaan isyarat, seperti gerakan mata, tangan, atau kepala, yang bertujuan untuk memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain.

Pada dasarnya, ghibah artinya adalah segala upaya untuk mengungkapkan kekurangan atau aib orang lain. Meskipun tidak secara langsung, tetap dianggap sebagai perbuatan ghibah yang dilarang dalam syariat Islam.

Al-Hasan berkata, "Ghibah terbagi tiga macam semuanya tercantum dalam Al-Qur'an al-Karim yaitu ghibah, dusta, dan zalim. Ghibah yaitu membicarakan kekurangan orang lain. Dusta yaitu membicarakan apa yang disampaikan kepada kita mengenai kekurangan orang lain. Zalim adalah ketika kita membicarakan seseorang dengan perihal keburukan yang tidak terdapat pada diri orang tersebut, itu sama artinya kita menzaliminya."

Jenis lain dari ghibah yang sering tidak disadari oleh banyak orang, menurut Imam An-Nawawi adalah, "Ghibah kaum alim dan ahli ibadah."

Beliau berkata, "Sesungguhnya mereka membuat kamuflase dan mengaburkan ghibah, tetapi masih dapat dipahami sebagaimana mereka melakukan ghibah secara terang-terangan." Maka ketika salah satu di antara mereka ditanya, "Bagaimana keadaan fulan?"

Dia menjawab dengan kalimat-kalimat berikut, "Semoga Allah memperbaiki keadaan kita." atau "Semoga Allah mengampuni kita", "Mudah-mudahan Allah meluruskan jalannya", "Kami memohon pertolongan Allah SWT", "Kita bersyukur karena tidak diuji untuk berbuat ke- zaliman", "Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan", "Semoga Allah memaafkan kekurangan kita." Demikian pula kalimat-kalimat serupa yang dapat memberi kesan atau pemahaman kepada orang lain tentang aib dan kekurangan seseorang. Perbuatan semacam ini diharamkan dalam ajaran Islam.

Orang-orang yang hanya mendengarkan ghibah juga tidak hanya terancam menjadi pemakan daging saudaranya sendiri, tetapi juga bisa menjadi bagian dari perbuatan tersebut.

Sebagai pendengar, tidak sepatutnya seorang muslim mendukung pengumpat dengan mendengarkan mereka dengan penuh perhatian atau memberikan respon positif. Sebaliknya, seharusnya nasihatilah mereka untuk meninggalkan perbuatan tercela tersebut dan merasa jijik terhadapnya. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 12,

يَتَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ ال

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Bahaya Dosa Ghibah

Mengutip buku Dosa Besar Kecil yang Terabaikan Penyebab Siksa Azab Kubur yang Pedih susunan Nur Aisyah Albantany, ghibah termasuk dalam dosa besar. Para pelaku ghibah akan menerima balasan yang berat dari Allah SWT, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Satu Kalimat akan Merubah Satu Lautan

Di dalam Sunnah Abu Dawud tercantum sebuah hadits yang diriwayatkan dari 'Aisyah, beliau berkata:

"Wahai Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki sifat demikian dan demikian." Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud ucapan 'Aisyah bahwa Shafiyah itu orangnya pendek. Maka Nabi SAW bersabda,

"Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan merubahnya."

2. Dihinakan oleh Allah SWT

Di dalam Sunnah Tirmidzi terdapat riwayat yang menceritakan hadits dari Ibnu 'Umar, beliau berkata: Rasulullah SAW naik mimbar dan menyeru dengan suara lantang,

"Wahai segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya janganlah menyakiti kaum muslimin. Dan janganlah melecehkan mereka. Dan janganlah mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari keburukan saudaranya sesama muslim maka Allah SWT akan menggali kesalahannya. Dan barang siapa yang digali kesalahannya oleh Allah SWT maka pasti dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya."

3. Tidak Diampuni Dosanya oleh Allah SWT

Rasulullah SAW bersabda, "Ghibah itu lebih keras daripada zina." Mereka bertanya, "Bagaimana ghibah lebih keras daripada zina, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda,

"Sesungguhnya seorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Allah mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Allah SWT, hingga orang yang dighibahnya mengampuninya."

4. Dikurung di Dalam Neraka

Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang berkata tentang seorang mukmin dengan sesuatu yang tidak terjadi (tidak dia perbuat), maka Allah SWT, akan mengurungnya di dalam lumpur keringat ahli neraka, sehingga dia menarik diri dari ucapannya (malakukan sesuatu yang dapat membebaskannya)." (HR. Ahmad)

5. Pelaku Ghibah Mencakar Wajah dan Dadanya Sendiri

Rasulullah SAW bersabda, "Ketika aku dimi'rajkan aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku itu mereka mencakar-cakar wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku berkata, "Siapakah mereka itu wahai Jibril?"

Jibril menjawab, "Mereka itu adalah orang-orang yang berani memakan daging-daging menusia serta menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang lain." (HR. Abu Daud)

Ghibah yang Dibolehkan dalam Islam

Meskipun ghibah pada umumnya dilarang, namun dalam kondisi tertentu, menyebutkan keburukan atau aib seseorang dibolehkan. Dikutip dari buku Biografi dan Akidah Imam Al-Muzani, para ulama menjelaskan ada 6 situasi di mana ghibah diperbolehkan dalam islam, yaitu sebagai berikut.

1. Orang yang Dizalimi

Seseorang yang mengalami kezaliman diperbolehkan untuk menyebutkan tindakan zalim yang diterimanya kepada penguasa atau orang yang memiliki kemampuan untuk menghentikan dan mencegahnya. Namun, ghibah ini hanya diperbolehkan sebatas pada kezaliman yang dialaminya, tanpa membicarakan keburukan orang yang menzalimi di luar hal tersebut.

Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 148,

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Artinya: "Allah tidaklah menyukai ucapan keras tentang keburukan kecuali dari orang yang terzalimi dan Allah adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"

2. Meminta Pertolongan untuk Merubah Kemungkaran

Diperbolehkan untuk menyampaikan perbuatan buruk atau kemungkaran yang dilakukan seseorang. Misalnya, seseorang boleh mengatakan, "Fulan telah meminum khamr," dengan tujuan untuk meminta bantuan agar orang tersebut diberi peringatan dan dihentikan dari perbuatannya yang salah.

3. Meminta Fatwa

Diperbolehkan untuk menyebutkan keadaan seseorang ketika meminta fatwa dari ulama, terutama jika hal tersebut berkaitan dengan diri sendiri atau masalah yang akan dihadapi, seperti pernikahan. Misalnya, seseorang boleh menjelaskan sifat atau keadaan pelamar atau calon pasangan yang akan dilamar, meskipun harus menyebutkan beberapa kekurangannya. Sebagai contoh, ketika Fatimah binti Qais dilamar oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, beliau meminta pertimbangan kepada Nabi SAW. Maka Nabi SAW menyatakan:

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَائِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أَسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ

"Adapun Abu Jahm tidak pernah menurunkan tongkat dari pundaknya (suka memukul atau sering safar), sedangkan Muawiyah miskin tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid" (HR. Muslim no 2709)

4. Menyebutkan Tentang Orang yang Terang-terangan Berbuat Kefasikan dan Kebid'ahan (Ahlul Bid'ah)

Diperbolehkan untuk menyebutkan keburukan orang yang secara terang-terangan melakukan kefasikan atau menyebarkan bid'ah (Ahlul Bid'ah). Al-Hasan al-Bashri, seorang tabi'i, pernah menyatakan:

لَيْسَ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ وَلَا لِفَاسِقٍ يُعْلِنُ بِفِسْقِهِ غَيْبَة

"Tidak ada ghibah untuk Ahlul Bid'ah dan orang yang terang- terangan menampakkan kefasikannya "(HR. al-Lalikai dalam Syarh Ushul I'tiqod Ahlissunnah wal Jamaah)

5. Memperingatkan Kaum Muslimin

Diperbolehkan untuk memperingatkan kaum muslimin tentang seseorang yang memiliki sifat, sikap, atau pemikiran yang dapat membahayakan mereka. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Aisyah, ketika seorang laki-laki meminta izin untuk menemui Nabi SAW, Nabi SAW kemudian berkata kepada Aisyah:

بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ

"Dia adalah seburuk-buruk saudara suatu kaum" (HR. al-Bukhari no 5594)

Termasuk dalam kategori ini adalah menjelaskan keadaan para perawi hadits, terutama yang dikenal lemah atau pendusta. Tindakan semacam ini tidak termasuk ghibah yang dilarang, karena tujuannya adalah untuk melindungi umat dari penyebaran hadits-hadits yang tidak sah atau tidak benar.

6. Ta'rif

Ta'rif adalah pengenalan atau penyebutan tentang seseorang, yang bukan bertujuan untuk mengungkapkan aibnya, melainkan karena ia telah dikenal luas dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya, sebutan seperti "si kurus" atau "si keriting" yang menggambarkan ciri fisik yang sudah umum diketahui banyak orang.

Beberapa ulama mensyaratkan agar sebutan tersebut tidak menyakiti atau dibenci oleh orang yang disebutkan. Jika memungkinkan, lebih baik menggunakan sebutan lain selain yang berkaitan dengan ciri-ciri fisik tersebut.

Nabi SAW pernah menyebut salah seorang sahabat dengan julukan Dzul Yadain (yang memiliki dua tangan) karena tangan sahabat tersebut panjang, dan julukan itu sudah dikenal luas di kalangan para sahabat. Ketika sahabat tersebut mengingatkan Nabi SAW tentang salat yang biasanya dilakukan 4 rakaat namun hanya dilaksanakan 2 rakaat, Nabi SAW pun bertanya kepada sahabat lainnya:

أَصَدَقَ ذُو الْيَدَيْنِ

"Apakah benar apa yang disampaikan Dzul Yadain?" (HR. Al-Bukhari no 6709 dan Muslim no 897)




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads