Rukun puasa wajib diketahui muslim agar ibadahnya sah sesuai syariat. Rukun puasa terdiri dari dua yakni niat dan menahan diri sejak terbit matahari hingga waktu tergelincirnya matahari.
Dalam menjalani ibadah puasa, seorang muslim juga wajib mengetahui hal-hal yang diperbolehkan serta dilarang ketika berpuasa.
Mengutip buku Panduan Praktis Ibadah Puasa: Kajian Fikih Praktis dan Aplikasi Nilai Ibadah yang disusun oleh Drs. E. Syamsuddin dan Ahmad Syahirul Alim dijelaskan rukun dalam ibadah adalah hal-hal yang terkait langsung dan merupakan bagian dari ibadah tersebut. Terpenuhinya rukun ibadah menjadi penentu keabsahan ibadah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam ibadah puasa, pada dasarnya memiliki satu rukun yaitu menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa. Ulama mazhab Maliki dan Syafi'i ditambahkan satu rukun yaitu niat. Dengan demikian rukun ibadah puasa terdapat dua.
Rukun Puasa
Mengutip buku Fiqih Sunah 2 karya Sayyid Sabiq, berikut adalah rukun puasa, yang juga menjadi syarat sah seseorang ketika berpuasa.
1. Niat
Niat dilafazkan di dalam hati. Seseorang yang melafazkan niat di lidahnya belum tentu berniat di dalam hatinya. Sementara itu, seseorang yang meniatkan sesuatu di dalam hati tanpa melafazkannya di lidah, sudah pasti berniat. Niat boleh dilakukan kapanpun di malam hari. Dan niat tidak disyaratkan harus mengucapkannya, karena niat merupakan pekerjaan hati dan tidak ada kaitannya dengan lisan.
Adapun bacaan niat puasa wajib, seperti pada bulan Ramadhan adalah sebagai berikut.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Arab Latin: Nawaitu shauma ghadin 'an ada'i fardhi syahri Ramadhana hadzihis sanati lillahi ta'ala.
Artinya: "Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala"
Menurut mayoritas ulama fikih, niat berpuasa untuk puasa sunah boleh dilakukan di pagi hari selama orang tersebut belum makan dan minum. Bacaan niat puasa sunah juga berbeda-beda tergantung jenis puasanya.
2. Menahan Diri
Menahan diri yang dimaksud adalah menahan dari segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 187,
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ
Arab Latin: wa kulû wasyrabû ḫattâ yatabayyana lakumul-khaithul-abyadlu minal-khaithil-aswadi minal-fajr
Artinya: "Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam dari (waktu) fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam."
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa antara lain seperti makan dan minum serta memasukkan sesuatu ke dalam tenggorokan dengan sengaja, muntah dengan sengaja, dan bersetubuh.
Hal yang Dibolehkan Ketika Berpuasa
Masih merujuk pada buku Fiqih Sunah 2, ada beberapa hal yang boleh dilakukan ketika berpuasa, antara lain:
1. Menyiramkan Air ke Tubuh dan Menyelam ke Air
Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abdurrahman dari beberapa orang sahabat Rasulullah SAW, dia berkata,
"Aku pernah melihat Rasulullah SAW menuangkan air ke atas kepala beliau ketika sedang berpuasa, lantaran dahaga atau panas." (HR Ahmad, Malik, dan Abu Daud dengan sanad sahih.)
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat hadits dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah junub pada waktu Subuh, padahal beliau sedang berpuasa, kemudian beliau mandi. Dan jika ada air yang masuk ke dalam rongga secara tidak disengaja ketika mandi, puasanya tetap sah.
2. Memakai Riasan atau Meneteskan Sesuatu ke Mata
Hal ini dibolehkan sebab, mata bukan termasuk jalan yang dapat dimasuki air hingga ke rongga perut, baik terasa sampai ke kerongkongan maupun tidak.
3. Suntik
Suntik merupakan hal yang tidak membatalkan puasa, baik untuk memasukkan zat makanan atau untuk tujuan yang lain, baik melalui urat nadi atau lapisan bawah kulit. Sebab, Meskipun suntikan pada akhirnya masuk ke dalam tubuh, tapi tidak melalui jalur yang biasa yang dapat membatalkan puasa, seperti mulut, hidung atau yang lain.
4. Melakukan Bekam
Rasulullah SAW pernah berbekam padahal beliau sedang puasa. Jika bekam dilakukan dan membuat tubuh lemas, maka hukumnya adalah makruh. Tsabit Al-Bunnani pernah bertanya kepada Anas,
"Apakah kalian memandang makruh berbekam bagi orang yang sedang puasa di masa Rasulullah SAW?" Anas menjawab, "tidak, kecuali jika menyebabkan badan lemah." (HR Bukhari dan lain-lain.)
Berbekam pada bagian anggota tubuh selain kepala (al-fashdu)' adalah sama hukumnya dengan berbekam pada bagian kepala (al-hijamah).
5. Berkumur-kumur dan Memasukkan Air ke Hidung
Hal ini dibolehkan asal tidak berlebihan, jika dilakukan secara berlebihan, maka hukumnya makruh. Dari Laqith bin Shabrah bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Jika engkau menghirup air, hendaknya engkau lakukan dengan kuat, kecuali jika engkau sedang puasa." (HR Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Daud. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih.)
Ibnu Qudamah yang mendukung pendapat ini berkata,
"Menurut kami, masuknya air ke tenggorokan adalah tanpa berlebihan dan tanpa ke disengaja. Oleh karena itu, hal yang demikian sama halnya dengan seekor lalat terbang kemudian masuk ke dalam tenggorokannya. Dengan demikian, hal ini berbeda dengan perbuatan yang disengaja."
6. Menelan Sesuatu yang Tidak Mungkin dapat Dihindari
Seperti menelan air ludah, menghirup debu jalan tanpa disengaja, sisa-sisa tepung, dahak, lendir, dan lain-lain. Ibnu Abbas berkata,
"Seseorang dibolehkan mencicipi rasa makanan untuk mengetahui basi atau tidaknya makanan, atau suatu barang yang hendak dibeli."
Adapun mengunyah gula-gula dengan mulut, hukumnya makruh jika isinya tidak hancur. Di antara ulama yang menganggapnya makruh adalah Sya bi, Nakhai, Syafii, mazhab Hanafi, dan mazhab Hambali.
Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Sebenarnya, berias sama sekali tidak mengenyangkan, dan tidak ada orang yang ingin memasukkan riasan ke dalam perutnya, baik melalui hidung maupun mulut. Suntikan juga tidak mengenyangkan, sebaliknya ia dapat mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam tubuh, sama halnya dengan mencium sesuatu alat pencahar atau terperanjat hingga mengeluarkan cairan dari dalam tenggorokan dan suntikan yang tidak sampai masuk ke dalam perut."
Mengonsumsi obat-obatan yang sengaja dimasukkan ke dalam perut ketika mengobati luka yang sampai ke dalam kerongkongan atau mengobati luka yang tembus hingga ke dalam otak, tidak sama dengan memakan makanan yang disengaja.
(dvs/dvs)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Merapat! Lowongan di BP Haji Bisa untuk Nonmuslim