Sudah setahun lebih Ria Maha Putri merantau di negeri orang. Artinya, tahun ini pula menjadi Ramadan ke-2 baginya untuk berpuasa di luar negeri yaitu, Rusia.
Mahasiswa Kazan Federal University ini bercerita, Ramadan 2024 merupakan pengalaman pertama kali baginya berpuasa di Kazan. Sebelumnya, ia tinggal di kota Yoskar Ola dan menempuh pendidikan di kampus Mari State University untuk persiapan bahasa Rusia.
Berpuasa di Kota Kazan yang disebut Ria sebagai kota dengan penduduk muslim terbesar di Rusia membuatnya masih menemukan kehangatan di kota ini. Ia mengakui, saat melakukan salat Tarawih di Masjid Qul-Syarif, Kota Kazan, pada 11 Maret 2024 membuatnya antusias menyambut bulan Ramadan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
|  Suasana di Kota Kazan, Rusia. (Foto: Dok Pribadi) | 
Ria menjelaskan, meskipun tidak ada dekorasi penyambutan bulan Ramadan tetapi desain KotaKazan sudah dipenuhi dengan arsitektur maupun lanskap perkotaan bernuansa Islam.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri, sebagai mahasiswa rantauan membuat Ria kerap kali merindukan masakan Indonesia, terutama saat bulan Ramadan. Apalagi, Ria menambahkan, selera masakan warga lokal Rusia dan masyarakat Indonesia cukup berbeda.
"Ah, jadi kangen masakan Indonesia deh. Pindang ikan dan seruit khas Lampung itu, pindang ikan baung (ikan patin) makanan khas Lampung, tempat tanah kelahiranku," ceritanya kepada detikHikmah, Sabtu (23/3/2024).
Mahasiswa yang tengah menjalani pendidikan tinggi semester duanya di negeri beruang merah ini bercerita, perbedaan lidah warga lokal dan dirinya semakin kentara saat ia menambahkan cita rasa pedas dalam makanannya.
"Pernah, aku 'kan pas dikasih (dengan warga lokal) sup sama kentang daging sapi kari selalu aku kasih lada banyak. Terus, orang-orang Rusia bilang itu terlalu pedas. Padahal lidahku biasa saja. Itu bukan pedas sambal," terang dia.
"Oh iya, tidak ada sambal ya di Rusia," sambungnya lagi.
Bukber di Rusia Tak Kenal Nasi
Ria bercerita, ia memilih untuk berbuka puasa Ramadan bersama di masjid bersama teman-temannya bila jam buka puasa tidak bentrok dengan jam kuliah. Salah satu masjid yang kunjunginya untuk berbuka adalah Masjid Katedral Marjani di Kazan, Republik Tatarstan, Rusia. Masjid ini juga disebut Masjid Märcani. 
|  Potret buka bersama di Kazan, Rusia. (Foto: Dok Pribadi) | 
Menurut penuturan Ketua Unit Redaksi PPI Dunia (Permira: Permikaz) ini, banyak ibu-ibu dan remaja muslim yang turut serta buka bersama di masjid tersebut. "Seperti keluarga, kami makan satu meja dengan berbagai makanan," katanya.
Menu yang disajikan saat berbuka puasa di antaranya buah-buahan apel, pisang, jeruk, roti, sup dimsum, sup kentang sapi kari, dan teh, khas sajian di Rusia. Menu tersebut, menurut Ria, selalu disajikan dalam 3 tahapan yakni, makanan pembuka, utama, dan penutup.
"Misal, pertama salad dulu, lalu sup dimsum, lalu ada kentang sama kari sapi gitu tapi roti-rotian pasti ada di meja sama buah-buahan dan kurma," ceritanya. 
Meski demikian, mahasiswa jurusan Hubungan International ini menekankan, berbuka di masjid Rusia berbeda rasanya dengan berbuka di masjid-masjid Indonesia. Ia merujuk pada ketiadaan menu nasi seperti menu berbuka di masjid-masjid Indonesia.
"Soalnya roti 'kan makanan pokok orang di sini. Kalau di Indonesia, kita nasi yang selalu ada. Udah sekotak misal nasi sama ayam," tutur Ria.
Untuk beras pun, Ria mengatakan penjualannya yang beredar di Rusia hanya diperjualbelikan dalam bentuk bungkusan kecil. Satu bungkus beras tersebut hanya seberat 900 gram. 
"Cuma aku mulai beradaptasi di sini, kadang makan kentang dan roti," katanya.
|  Beras di Kazan, Rusia. (Foto: Dok Pribadi) | 
Buka Puasa Bentrok Jam Kuliah
Ria mengakui, jam kuliahnya bentrok dengan jadwal buka puasa merupakan bagian dari tantangan mahasiswa rantau. Meski durasi berpuasa di Rusia tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, sahur mulai jam 3-4 pagi dan berbuka pada pukul 6 hingga setengah 7 sore, bulan Ramadan bukan menjadi perhatian utama dalam jadwal akademik.
"Terkadang kuliah diadakan saat pada jam buka puasa sampai malam, sehingga terkadang saya harus membekali roti untuk buka puasa dan membatalkan puasa saya," katanya. 
Ria kerap izin keluar kelas untuk sekadar berbuka sekaligus menunaikan ibadah salat Magrib di tempat salat sekitar kampus. Lantaran tidak ada masjid di kampusnya, ia akan memilih tempat salat di bawah tangga, ruang kosong, atau pun sudut-sudut ruangan.
"Soalnya 'kan kelasnya sekitar jam 17.20-an pas waktu buka dan selesai sekitar jam 9-an. Jadi dibanding pingsan, ngeganjalnya biasanya bawa roti atau pisang. Izin keluar bentar," ujar Ria.
Selebihnya, Ria menyebut, penduduk muslim di Kota Kazan sangat ramah. Ia merasa dianggap seperti keluarga sendiri, terutama saat berada di masjid. Ia mengaku bersyukur berada di Kazan karena tetap menemukan kehangatan dengan keluarga muslim lainnya meski jauh dari keluarga.
(rah/rah)








































.webp)













 
             
             
         
                                 
                                 
  
  
  
  
  
  
  
  
                 
                 
                 
                 
				 
				 
                 
				 
                 
                 
 
Komentar Terbanyak
Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok
Umrah Mandiri Dilegalkan, Pengusaha Travel Teriak ke Prabowo
Rieke Diah Pitaloka Geram, Teriak ke Purbaya Gegara Ponpes Ditagih PBB