Puasa Ramadhan adalah amalan yang diwajibkan bagi tiap umat Islam, bahkan bagi muslim yang meninggalkannya karena uzur tertentu diwajibkan untuk mengganti dengan puasa qadha atau puasa ganti Ramadhan. Puasa ini juga diawali dengan bacaan niat puasa qadha Ramadhan.
Dikutip dari buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 yang ditulis oleh Sheikh Abdurrahman Al-Juzairi, niat sudah dianggap cukup dalam Mazhab Syafi'i apabila seseorang cukup meniatkan diri dalam hati. Namun, pelafalan niat secara lisan merupakan anjuran dari kesunnahan.
"Selain ditanamkan di dalam hari, niat juga harus dilafalkan dengan lisan karena pelafalan dengan lisan dapat membantu dan mempertegas niat tersebut," demikian keterangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, puasa qadha Ramadhan sejatinya dapat dilakukan kapan saja selama di luar hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, seperti dua hari raya, hari tasyrik, hari bernazar puasa, dan hari-hari di bulan Ramadhan. Utamanya, penggantian puasa tersebut dianjurkan untuk diamalkan sesegera mungkin.
Adapun bacaan niatnya sama seperti bacaan niat puasa Ramadhan. Berikut bacaan lengkapnya.
Niat Puasa Qadha Ramadhan dan Waktu Membacanya
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latin: Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'i fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.
Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."
Menurut kesepakatan seluruh fuqaha dalam buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2, membaca niat puasa qadha Ramadhan dilakukan pada malam hari hingga terbit fajar. Keterangan tersebut dilandasi dari sabda Rasulullah SAW yang mengatakan,
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Artinya: "Barang siapa yang belum berniat (untuk puasa) di malam hari sebelum terbitnya fajar maka tidak ada puasa baginya." (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi)
Untuk puasa qadha Ramadhan yang berhukum wajib, para ulama berijma' bahwa bacaan niat yang dibaca setelah terbit fajar menjadi amalan yang tidak sah. Sebaliknya, niat puasa yang bersifat sunnah masih dianggap sah bila dibaca setelah terbit fajar.
Sejatinya, tiap puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena uzur tertentu dikenakan kewajiban untuk menggantinya. Baik dengan puasa ganti atau puasa qadha atau pun membayar fidyah dengan memberi makan orang fakir dan miskin.
Kewajiban ini sudah dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 184. Allah SWT berfirman,
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Dikutip dari Amrullah Hayatudin dalam buku Ushul Fiqh, ulama Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat batas waktu mengganti utang puasa Ramadhan yakni hingga datangnya waktu puasa Ramadhan tahun selanjutnya. Dengan kata lain, puasa ganti dapat dilakukan pada hari-hari terakhir menjelang bulan Syaban, bulan terakhir sebelum Ramadhan.
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Cara Praktis Buka 8 Pintu Rezeki Sesuai Ajaran Al-Qur'an