5 Etika Utang Piutang, Salah Satunya Segera Bayar Tanpa Ditagih

5 Etika Utang Piutang, Salah Satunya Segera Bayar Tanpa Ditagih

Jihan Najla Qatrunnada - detikHikmah
Minggu, 21 Jan 2024 20:00 WIB
Ilustrasi utang
Foto: Getty Images/iStockphoto/pcess609
Jakarta -

Etika utang piutang terdiri atas lima hal. Salah satunya adalah menyegerakan pembayaran utang tanpa ditagih. Selain itu, apa lagi etika utang piutang dalam Islam? Ini ulasannya!

Urusan utang piutang sering kali menjadi salah satu urusan yang sulit diselesaikan dan rumit. Terutama ketika si peminjam tidak segera mengembalikan sesuatu yang ia pinjam. Apalagi ketika ditagih, si peminjam terkadang bersikap lebih galak.

Makanya, tak jarang kasus utang piutang berakhir dengan permusuhan, pertengkaran, pengadilan, atau bahkan pembunuhan. Sangat mengerikan bukan?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, Islam mengajarkan beberapa etika dalam kegiatan utang piutang kepada umatnya. Tujuannya tidak lain adalah agar urusan ini bisa terhindar dan lebih mudah.

Allah SWT pun sudah memberikan petunjuk terkait utang piutang dalam surah Al-Baqarah ayat 282 yang artinya,

ADVERTISEMENT

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajar-kan kepadanya. Hendaklah dia mencatat(-nya) dan orang yang berutang itu mendiktekan(-nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya, lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Mintalah kesaksian dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada) sehingga jika salah seorang (saksi perempuan) lupa, yang lain mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Janganlah kamu bosan mencatatnya sampai batas waktunya, baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu pada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perniagaan tunai yang kamu jalankan di antara kamu. Maka, tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak mencatatnya. Ambillah saksi apabila kamu berjual beli dan janganlah pencatat mempersulit (atau dipersulit), begitu juga saksi. Jika kamu melakukan (yang demikian), sesungguhnya hal itu suatu kefasikan padamu. Bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Etika Utang Piutang

Apa saja etika utang piutang itu? Berikut penjelasannya!

Dikutip dari buku Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah oleh Faturrahman Djamil, lima etika utang piutang itu adalah:

1. Menepati Janji

Dalam buku Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab oleh Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi disebutkan bahwa orang yang meminjam uang untuk kepentingan diri atau umat disebut dengan gharim.

Seorang gharim wajib menepati janji yang dibuat di awal kesepakatan kegiatan utang piutang. Misalnya ia berjanji akan mengembalikan uang pada tempo satu bulan, maka pada kesepakatan itu ia harus membayarnya.

Dinukil dari sumber sebelumnya, perintah menepati janji membayar utang ini tercantum dalam surah Al-Maidah ayat 1 dan surah Al-Isra ayat 34.

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu..." (QS. Al-Maidah ayat 1)

"... penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya." (QS. Al-Isra: 34)

2. Segera Bayar Utang Bahkan sebelum Ditagih

Etika utang piutang dalam Islam yang kedua adalah segera membayar atau melunasi utang bahkan sebelum ditagih.

Jadi, sudah seharusnya orang yang meminjam atau gharim itu mengembalikan uang yang memang bukan miliknya itu kepada pemilik aslinya. Bahkan sangat dianjurkan untuk menyegerakannya.

Bukan malah menunda-nunda atau tidak dibayar sama sekali. Bukan juga marah-marah ketika diingatkan untuk membayar utang.

Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa menerima harta orang lain (sebagai utang) dengan niat akan membayarnya, maka Allah membayarkan utangnya. Dan barang siapa yang menerima harta orang lain (sebagai utangnya) dengan maksud hendak meniadakannya (tidak mau membayarnya), maka Allah pun akan membinasakannya" (HR Bukhari)

3. Tidak Menunda-Nunda Pembayaran

Menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu termasuk perbuatan tercela dan zalim, bahkan bisa dianggap perbuatan orang-orang munafik.

Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW,

"Menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang yang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya" (HR Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

4. Lapang Dada ketika Membayar Utang

Etika utang piutang selanjutnya adalah membayar utang dengan lapang dada dan ikhlas. Hal ini sangat utama, sehingga Rasulullah SAW bersabda,

"Semulia-mulia mukmin, ialah orang yang mudah dalam penjualan, mudah dalam pembelian, mudah dalam membayar (utang), dan dalam penagihan (piutang)." (HR Thabrani)

5. Tolong Menolong dan Memberi Kemudahan

Tolong menolong dan saling membantu sesama muslim untuk memudahkan mereka melepas kesulitan yang dialami termasuk dalam akhlak mulia dan terpuji dalam Islam.

Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di hari kiamat..." (HR Muslim)

Oleh karena itu, ketika gharim memang orang yang kesulitan secara ekonomi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari, apalagi untuk membayar utang, maka yang meminjamkan utang lebih baik mengikhlaskannya demi menolongnya.

6. Dianjurkan untuk Membayar Utang dengan Hal yang Lebih Baik

Disebutkan dalam buku 1500++ Hadis & Sunah Pilihan oleh Puspa Swara dan Syamsul Rizal Hamid, terdapat sebuah anjuran bagi mukminin untuk melebihi pembayaran utang mereka dengan hal yang lebih baik.

Abu Hurairah RA berkata bahwa ada seorang laki-laki berpiutang kepada Rasulullah SAW. Ia lalu menagihnya secara kasar sehingga para sahabat tidak senang kepada orang itu.

Rasulullah SAW kemudian bersabda,

"Orang yang berpiutang berhak menagih. Belikan dia seekor unta muda, kemudian berikan kepadanya."

"Tidak ada unta muda, wahai Rasulullah," kata para sahabat. "Yang ada hanya unta dewasa dan lebih bagus daripada untanya."

Beliau berkata, "Belilah kemudian berikan kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik kamu ialah yang paling baik membayar utang." (HR Muslim)




(dvs/dvs)

Hide Ads