Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sengeti, Jambi, menjatuhkan vonis lima bulan kurungan penjara kepada salah satu bos perusahaan kelapa sawit PT Mayang Mangurai Jambi (MMJ) Arwin Saragih. Vonis dijatuhkan hanya karena perkara utang piutang yang telah dilunaskan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima bulan," kata Ketua Hakim PN Muaro Jambi, Eriyani Kurnia Puspita Sari, Kamis (13/2/2025).
Vonis yang dijatuhkan itu diminta hakim untuk tidak perlu dijalankan lagi. Hal ini dikarenakan bos sawit tersebut sudah lebih dulu di dalam tahanan sel Lapas Kelas II A Jambi, selama hampir enam bulan lamanya sejak kasus utang piutang itu berlanjut ke meja hijau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menetapkan pidana yang diterima oleh terdakwa tersebut tidak perlu dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada keputusan hakim yang yang menemukan hal lain karena ada melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan ini berakhir," ujar Eriyani.
Langkah hakim menjatuhkan vonis penjara ke bos sawit itu dinilai janggal oleh pihak lawyer terdakwa yakni Sabarman Saragih.
Menurutnya, upaya hakim menjatuhkan kurungan lima bulan bui itu dinilai sangat memberatkan pihak keluarga meski hukuman itu sudah lebih dulu dijalankan.
"Ini sangat tidak adil, vonis hakim ini sangatlah janggal, persoalan kasus utang piutang ini sepertinya hanya dipaksakan, di mana kasus ini sudah lebih dulu berdamai dengan yang dianggap korban, dan ada kesepakatan berdamainya, apalagi masalah utang piutang itu sudah dilunaskan serta juga sudah ada pencabutan laporannya di kepolisian," kata Sabarman.
Sebelum sidang ini berlanjut sampai vonis hukuman, kata dia, lebih dulu Hakim Pengadilan Negeri Muaro Jambi sempat menyampaikan bahwa masalah itu adalah masalah perdata, yang bukan diarahkan ke pidana setelah adanya kesepakatan berdamai dan pembayaran utang.
Namun, apa yang disampaikan hakim itu dianggap berbeda jauh oleh Sabarman karena hasil putusan vonis yang dijatuhkan tersebut sangat merugikan keluarga terdakwa terutama terdakwa sendiri lantaran persoalan utang piutang itu sudah diselesaikan dengan pencabutan laporan di pihak kepolisian Polda Jambi.
"Kami sebagai kuasa hukum pun juga bingung, ini kasus sudah damai, ternyata malah naik di kejaksaan dan dilimpahkan ke PN buat disidangkan. Kan sepertinya ini ada dugaan perkara lain yang dicari-cari dengan klien kami. Sepertinya ini bukan perkara utang piutang, tapi dugaan kami ada hal lain yang sengaja dinaikkan oleh pihak kepolisian ke kejaksaan kemudian lanjut ke pengadilan, karena soal utang piutangnya sudah dilunaskan dan ada kesepakatan damai juga sampai dikepolisian," jelasnya.
Sabarman menilai, hasil vonis yang dijatuhkan oleh hakim itu bisa lebih adil. Dia berharap, hakim secara bijak mengambil putusan vonis terhadap suatu perkara.
Namun, kata dia, apa yang diberikan hakim ke kliennya sangatlah memberatkan. Sabarman menilai meskinya hukuman vonis bui lima bulan itu tidak lagi diberikan.
Harusnya, sambung Sabarman, Hakim PN menjatuhkan putusan sidang ini dengan oslag, atau putusan lepas meski terdakwa terbukti melakukan perbuatan utang piutang namun bukan termasuk kategori tindak pidana.
"Kan kita sama-sama sudah mengkajinya, ini kasus perdata sudah dilunaskan, ada kesepakatan damai kedua pihak, lalu cabut laporan ke polisi, kok malah naik di persidangan tentu kan ada yang janggal, sepertinya dipaksakan kasus ini naik, agar bisnis sawit yang dikelola oleh klien saya ini tidak berjalan penuh, dan maksimal sejak klien saya di penjara," kata Sabarman menduga.
Kata Sabarman, dengan vonis lima bulan bui ini, pihak keluarga tidak menerima dan pihak keluarga terdakwa akan melakukan langkah upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT). Dia memastikan langkah vonis hakim ini sangat merugikan kliennya terutama dalam masalah mental, pikiran, materi serta nama baiknya.
"Dengan vonis ini kan tentu tercatat tindakan kriminal yang sudah dilakukan klien saya, padahal kan ini kasus yang dipaksakan yang lalu naik ke persidangan dan divonis hukuman penjara lagi. Maka dengan ini kami akan ambil upaya langkah banding atas vonis ini, jelas kami tidak terima," ujarnya.
Diketahui kasus utang piutang bos sawit ini bermula di tahun 2024 silam oleh seseorang bernama Alfia (47). Kasus ini merupakan soal uang pembayaran TBS (tandan buah segar) kelapa sawit milik Alfia yang belum dibayarkan oleh Arwin bos perusahaan sawit itu.
Persoalan utang antara Arwin dan Alfia ini kemudian berlanjut ke ranah hukum sampai akhirnya bos sawit itu ditangkap oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Jambi yang dulunya dipimpin oleh Kombes Andri Ananta.
Selanjutnya, pada September 2024. Uang pembayaran TBS milik Alfia itu dilunaskan dengan pembayaran selama empat kali cicilan sebesar Rp 284 juta. Dengan pembayaran utang itu, kemudian pada September 2024 kasus ini didamaikan di Polda Jambi dengan adanya pencabutan laporan.
Meski kasus pelaporan utang piutang itu sudah dicabut, namun kemudian bos sawit itu juga belum dibebaskan dari sel tahanan sementara Polda Jambi, yang kemudian kasus tersebut malah berlanjut ke Kejaksaan sampailah ke Pengadilan Negeri Muaro Jambi.
(csb/csb)