Pemandangan pengusiran jemaah oleh pasukan Israel menjadi pemandangan biasa yang terlihat di di Masjid Al Aqsa, Yerusalem sejak 7 Oktober 2023. Bahkan, masjid yang biasa dipadati puluhan ribu jemaah saat salat Jumat pun tetap terlihat sepi pada gelaran salat Jumat minggu lalu.
Selama beberapa minggu terakhir, pasukan Israel menembakkan gas air mata ke arah warga Palestina yang masih senantiasa mencoba salat di jalan-jalan sekitar Al-Aqsa. Tentara Israel juga menyerang beberapa jurnalis yang meliput peristiwa tersebut.
Salah satunya adalah Mohammad Salaymeh. Pemuda Palestina berusia 18 tahun tersebut mengaku tidak bisa salat lagi di Masjid Al Aqsa sejak pendudukan Israel memanas di Jalur Gaza.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka tidak membiarkan kami masuk, menindas kami, dan memukul kami," ceritanya kepada Middle East Eye, dikutip Selasa (21/11/2023).
Pria Palestina lainnya juga mengalami cerita serupa. Dialah Jihad Taha yang berusia 47 tahun.
Taha bercerita, saat itu, dirinya mendatangi Masjid Al Aqsa untuk menunaikan salat Jumat. Namun, ia tertahan karena adanya pembatasan Masjid Al Aqsa sebagai bentuk pendudukan Israel di Yerusalem.
"Tujuannya untuk memberikan tekanan kepada warga Kota Tua dan warga Yerusalem pada umumnya," ujarnya.
Pengusiran jemaah di Masjid Al Aqsa juga tidak hanya dialami oleh jemaah pria. Jemaah wanita asal Palestina ini juga mengaku menerima tindakan serupa dari pasukan pendudukan Israel.
Saat itu, Bassima Zaidan bercerita, ia sedang berjalan kaki di lingkungan Ras al-Amud di Yerusalem menuju ke Masjid Al Aqsa. Namun, di tengah perjalanannya, wanita berusia 57 tahun itu dihadang oleh polisi Israel.
Zaidan mengatakan, ia diminta polisi tersebut untuk menunggu selama 30 menit. Setelah 30 menit tersebut berlalu, nyatanya, Zaidan malah diminta untuk kembali oleh polisi Israel.
"Dia menyuruhku untuk, 'Kembali, kembali ke Ras al-Amud,'" cerita Zaidan.
Meskipun pembatasan di Masjid Al Aqsa terus meningkat, banyak warga Palestina, termasuk Zaidan, mengatakan mereka akan terus berusaha menerobos masuk tempat ibadah tersebut.
Bagi mereka, situs tersebut merupakan simbol perjuangan mereka melawan pendudukan Israel dan juga merupakan situs spiritual yang dihormati.
"Jiwaku untuk Al-Aqsa, darahku untuk Al-Aqsa," kata Zaidan.
Anggota Dewan Wakaf Islam di Yerusalem Mustafa Abu Sway menyatakan bahwa salat yang biasanya dihadiri rata-rata 50.000 jamaah, kini hanya dihadiri sekitar 4.000 jamaah pada minggu ini.
"Ada pembatasan yang sangat ketat untuk mencegah jamaah masuk," katanya.
"Mereka tidak mengizinkan generasi muda, misalnya, berdampingan dengan orang-orang yang terkadang berusia 80 tahun. Tapi itu sangat bergantung pada individu polisi yang punya kewenangan," sambung dia lagi.
Abu Sway khawatir, situasi kacau akibat pendudukan Israel ini dimanfaatkan oleh pihak Israel untuk menerapkan pembatasan jangka panjang di kompleks tersebut. Khususnya, kekhawatiran terkait pengalihan penanggung jawab situs situ tersebut dari Dewan Wakaf Islam.
"Wakaf tidak akan pernah menerima keadaan seperti itu," ujar Abu Sway.
Dewan Wakaf Islam atau wakaf keagamaan adalah organisasi yang ditunjuk Yordania untuk bertanggung jawab atas kontrol dan pengelolaan situs-situs Islam di kompleks keagamaan Masjid Al Aqsa.
(rah/lus)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana
Rae Lil Black Jawab Tudingan Masuk Islam untuk Cari Sensasi