Setiap muslim dianjurkan untuk menuntut ilmu. Perbuatan baik ini juga hendaknya dimulai dengan niat yang baik pula, semua harus berlandaskan mencari ridho Allah SWT.
Setiap perbuatan hendaknya senantiasa didahului oleh niat. Oleh karena itu, kedudukan niat menjadi inti dari setiap perbuatan. Penilaian terpenting dari suatu perbuatan di sisi Allah SWT justru bukan pada perbuatan itu sendiri, melainkan pada niat yang ada di baliknya.
Drs Wendi Zarman dalam bukunya yang berjudul Inilah! Wasiat Nabi Bagi Para Penuntut Ilmu, menjelaskan setiap perbuatan yang baik tetapi tidak didasari oleh niat yang benar akan rendah nilainya, bahkan dapat tidak bernilai apapun di hadapan Allah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nabi Muhammad SAW bersabda:"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan." (HR. Bukhari)
Demikian juga menuntut ilmu. Sebagai ibadah yang diperintahkan Allah SWT, setiap orang yang hendak mencari ilmu dianjurkan untuk memperhatikan niatnya menuntut ilmu, yaitu ikhlas karena Allah dan berharap dengan ilmu itu ia dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Niat ikhlas mengharap ridha Allah tidak hanya terbatas kepada ilmu-ilmu agama, tetapi juga ketika hendak mempelajari ilmu-ilmu dalam bidang apapun.
Dalam hadits shahih Ibnu Majah, dikatakan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib.
Ψ·ΩΩΩΨ¨Ω Ψ§ΩΩΨΉΩΩΩΩ Ω ΩΩΨ±ΩΨ«ΩΨΆΩΨ©Ω ΨΉΩΩΩΩ ΩΩΩΩΩ Ω ΩΨ³ΩΩΩΩ Ω
Artinya: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim."
Dalam menuntut ilmu hendaknya diawali dengan niat. Syekh Al-Zarjuni dalam kitabnya Ta'limul Muta'allim menekankan niat dalam menuntut ilmu itu harus didasari keikhlasan.
Menuntut ilmu dilakukan untuk mencari ridho Allah SWT dan kehidupan akhirat, menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan diri orang bodoh lainnya, menghidupkan agama, dan melanggengkan islam.
Ilmu yang Wajib Dicari
Mengutip buku Agar Menuntut Ilmu Jadi Mudah oleh Abdul Hamid M Djamil, Lc, disebutkan bahwa Imam AI-Ghazali dan Prof Dr Yusuf al Qaradhawi berpendapat bahwa wajib atau tidaknya mengkaji sebuah ilmu harus ditinjau dari segi kedudukannya.
Menurut Imam Al-Ghazali, dilihat dari segi kedudukannya, ilmu dapat dibagi dua bagian yakni ilmu syariat dan ghair syariat.
Ilmu Syariat
Ilmu syariat adalah ilmu-ilmu yang dipelajari berdasarkan ketentuan syariat, seperti ilmu Tauhid, ilmu Fiqih, dan ilmu Tasawuf. Hukum menuntut ilmu tersebut adalah fardu 'ain (wajib individu).
Dengan demikian, tiap-tiap ilmu yang diperoleh bukan dengan ketentuan syariat tidak dinamakan dengan ilmu syariat. Seperti ilmu Matematika, ilmu Kedokteran, dan ilmu Bahasa.
Ilmu ghair Syariat
Ilmu ghairu syariat adalah ilmu-ilmu yang dalam mempelajarinya tidak berpijak pada ketentuan para Nabi. Hukum menuntut ilmu tersebut adalah fardu kifayah.
Ilmu ghairu syariat diklasifikasikan lagi ke dalam tiga kelompok;
1. Mamduh (terpuji)
IImu yang sifatnya terpuji adalah ilmu-ilmu yang tujuannya untuk menyejahterakan manusia, seperti ilmu Kedokteran dan ilmu Hitung. Imu yang sifatnya terpuji ini (mamduh) dibagi lagi kepada dua bagian, yaitu ilmu yang sifatnya fardu khifayah dan ilmu yang sifatnya fadhilah.
Ilmu yang sifatnya fardu khifayah adalah ilmu yang fungsinya untuk kesejahteraan hidup di dunia. Seperti Ilmu Kesehatan yang fungsinya untuk menstabilisasi kesehatan badan, ilmu hitung yang fungsinya untuk jual-beli dan menghitung harta warisan.
Jika tidak ada seorang pun dari umat Islam yang mempelajari ilmu tersebut, maka semuanya berdosa.Jadi jangan heran jika Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu Kesehatan, ilmu Hitung, ilmu Pertanian, ilmu Politik, ilmu Perindustrian, dan ilmu Kesenian hukum mempelajarinya adalah fardu kifayah. Karena jika tidak ada seorang pun yang menggali ilmu-ilmu tersebut, maka dapat dipastikan kehidupan manusia akan binasa.
Ada pun ilmu yang sifatnya fadhilah adalah ilmu yang perlu ditekuni oleh manusia. Fungsi ilmu tersebut untuk menolong orang lain, seperti mendalami ilmu Kesehatan dan mendalami ilmu Hitung.
2. Mazmum (tercela)
Ilmu ghair syariat yang sifatnya mazmum (tercela) untuk digali adalah ilmu-ilmu yang kegunaannya untuk merusak atau mengganggu kehidupan orang lain, seperti ilmu Sihir, ilmu Mantra,dan ilmu Sulap-menyulap.
3. Mubah
Ilmu ghairu syariat yang sifatnya mubah (boleh dipelajari boleh tidak) untuk dikaji adalah ilmu-ilmu yang tidak mengakibatkan lemah atau kuatnya sebuah kehidupan dengan tidak mempelajarinya, seperti ilmu Sejarah dan ilmu Syair Arab.
Sementara Prof Dr Yusuf al-Qaradhawi berargumentasi bahwa dilihat dari segi kedudukannya, ilmu yang wajib dicari ada dua bagian; Pertama, ilmu agama yang wajib dicari, dan Kedua ilmu dunia (ilmu umum) yang wajib digali.
Kedua ilmu tersebut (agama dan dunia) ada yang sifatnya wajib dicari oleh setiap individu (fardu 'ain), dan ada yang wajib dituntut oleh setiap kelompok (fardu kifayah).
(dvs/nwk)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Acara Habib Rizieq di Pemalang Ricuh, 9 Orang Luka-1 Kritis