Sudah jelas bahwa para ulama melarang umat Islam untuk menjual daging kurban, sebagaimana dijelaskan oleh Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu Juz 4.
Di dalam kitab tersebut dijelaskan mengenai hukum-hukum yang membahas mengenai kurban. Wahbah az-Zuhaili mengatakan, diharamkan menjual kulit, lemak, daging, ujung-ujung organ, kepala, bulu, dan rambut hewan kurban.
Sebagaimana diharamkan juga menjual susunya yang diperah setelah hewan itu disembelih. Keharaman seperti itu berlaku baik terhadap hewan kurban yang bersifat wajib maupun sukarela.
Hal itu dikarenakan Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk membagi-bagikan kulit hewan kurban itu dan melarang untuk menjualnya.
Dilarang Menjual Kulit Hewan Kurban
Menjual kulit hewan kurban merupakan perkara yang dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda,
منْ بَاعَ جِلْدَ أَضْحَيَتِه، فَلَا أَضْحَيَّةَ لَهُ
Artinya: "Siapa yang menjual kulit hewan kurban, maka tidak sah kurbannya."
Sementara itu, Abu Abdil A'la Hari Ahadi dalam buku Fikih Kurban menyebut bahwa yang dilarang untuk menjual kulit hewan kurban adalah orang yang berkurban saja. Ia menyandarkan hal ini dengan menukil Al-Majmu'ah ats-Tsaniyyah.
إِذَا أُعْطِيَ جِلْدُ الْأَضْحِيَّةِ لِلْفَقِيرِ، أَوْ وَكِيلِهِ فَلَا مَانِعَ مِنْ بَيْعِهِ وَانْتِفَاعِ الْفَقِيرِ بِثَمَنِهِ، وَإِنَّمَا الَّذِي يُمْنَعُ مِنْ بَيْعِهِ هُوَ الْمُضَحِي فَقَط
Artinya: "Apabila kulit hewan kurban diberikan kepada orang miskin atau wakilnya, maka tidak masalah bila ia menjualnya dan memanfaatkan hasil penjualan kulit tersebut. Yang terlarang untuk menjual kulit hewan kurban ialah pihak yang berkurban saja."
Selain itu, dilarang juga untuk memberi tukang potong atau tukang sembelih kulit hewan kurban itu atau bagian tubuh lainnya sebagai upah penyembelihan.
Hal itu bersandar pada riwayat yang berasal dari Ali bin Abi Thalib RA yang berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan saya untuk berdiri di atas tubuh unta (ketika menyembelihnya) sebagaimana memerintahkan membagi-bagikan kulit dan kain yang dialaskan di atas punggung hewan itu. Beliau juga menyuruh saya untuk tidak memberikan bagian apa pun dari unta itu kepada orang yang memotong-motongnya."
Lebih lanjut, Ali bin Abi Thalib RA juga berkata "Kami memberikan upah (kepada tukang potong itu) dari uang/barang yang kami miliki." (HR Bukhari)
Akan tetapi, diperbolehkan memberikan bagian tertentu kepada pemotong hewan kurban jika dia miskin atau dalam rangka untuk hadiah. Sebab, ia termasuk orang yang berhak mendapatkan bagian, seperti orang-orang miskin yang lain.
Bahkan, orang itu lebih berhak untuk diberi sebab ia terjun langsung memotong-motong dagingnya dan tentunya hatinya juga ingin mendapatkan bagian tertentu dari hewan itu.
Bagi pemilik kurban dibolehkan untuk memanfaatkan sendiri kulit hewan kurbannya untuk keperluan tertentu di rumahnya, seperti untuk sarung pedang, tempat minum, jubah, ayakan, dan lainnya. Dalil dibolehkannya si pemilik kurban memanfaatkan sendiri kulit hewan kurbannya adalah bahwa Aisyah RA dulunya juga menjadikan kulit hewan kurbannya sebagai wadah air yang dipakai sendiri.
Boleh Menukar Kulit Hewan Kurban dengan Barang
Muhammad Na'im Muhammad Hani Sa'i dalam buku Fikih Jumhur yang menukil dari Kitab Bidayatu Al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd, menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan menjual sedikit pun bagian tubuh hewan kurban, baik kulit, bulu, maupun bagian tubuh lainnya.
Namun, boleh menukarnya dengan barang-barang dan tidak boleh ditukar dengan dinar dan dirham. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, sedangkan Atha berpandangan bahwa mutlak dibolehkan menukarnya dengan apa pun.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana