Hukum Pacaran dalam Islam, Apakah Sama dengan Ta'aruf?

Hukum Pacaran dalam Islam, Apakah Sama dengan Ta'aruf?

Devi Setya - detikHikmah
Kamis, 11 Mei 2023 17:45 WIB
Man holding hands of woman in restaurant
Ilustrasi hubungan pacaran dalam islam Foto: Getty Images/iStockphoto/Wavebreakmedia
Jakarta -

Sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan, biasanya sepasang pria dan wanita akan saling mengenal satu sama lain. Dalam ajaran Islam, hal ini dikenal dengan sebutan ta'aruf. Apakah ta'aruf sama dengan pacaran?

Sebagian orang beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta'aruf (berkenalan). Padahal pacaran dan ta'aruf merupakan istilah yang berbeda.

Dalam buku Fiqh Keluarga Muslim Indonesia, Dr. Hj. Umul Baroroh, M.Ag menjelaskan istilah berpacaran kerap digunakan sebagai alasan untuk mengetahui jati diri kedua calon mempelai. Tujuannya supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun sejatinya, anggapan ini tidak benar sama sekali. Dalam ajaran Islam tidak diperbolehkan pacaran karena dikhawatirkan akan menjerumuskan pada hal-hal yang buruk.

Arti Pacaran

Dalam Bahasa Indonesia, pacar diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin, biasanya untuk menjadi tunangan dan kekasih. Dalam praktiknya, istilah pacaran dengan tunangan sering dirangkai menjadi satu.

ADVERTISEMENT

Muda-mudi yang pacaran, kalau ada kesesuaian lahir batin, dapat dilanjutkan dengan tunangan. Sebaliknya, mereka yang telah bertunangan biasanya diikuti dengan pacaran.

Pacaran di sini, dimaksudkan sebagai proses mengenal pribadi masing-masing, yang dalam Islam disebut dengan istilah ta'aruf (saling kenal-mengenal).

Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia sebagai bagian dari rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga atau menikah. Tapi pada praktiknya, pacaran justru kerap menimbulkan banyak kasus yang berdampak negatif, termasuk salah satunya yakni perzinahan.

Pacaran dalam Pandangan Islam

Dalam ajaran Islam sebenarnya telah banyak dijelaskan terkait batasan-batasan dalam pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, adanya larangan untuk mendekati zina. Pacaran merupakan jalan menuju zina yang nyata.

Dalam Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 32 telah dijelaskan bahwa Allah SWT melarang dengan tegas untuk menjauhi zina,

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

Arab-Latin: Wa lā taqrabuz-zinā innahụ kāna fāḥisyah, wa sā`a sabīlā

Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Sepasang kekasih yang menjalin hubungan pacaran biasanya memadu kasih dan berkhalwat atau berdua-duaan. Hal inilah yang memicu terjadinya zina.

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Hati-hatilah kamu untuk menyepi dengan wanita, demi Dzat yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya, tidak ada seorang lelakipun yang menyendiri dengan wanita, melainkan setan masuk di antara keduanya. Demi Allah, seandainya seorang laki-laki berdesakan dengan batu yang berlumuran (lumpur/lempeng hitam) yang busuk adalah lebih baik baginya dari pada harus berdesakan dengan pundak wanita yang tidak halal." (HR. At-Thabarani).

Zina tidak hanya sebatas melakukan hubungan suami istri semata, bahkan saling berpandangan atau saling menyentuh yang bukan mahramnya saja sudah termasuk perbuatan zina.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW. bersabda: "Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina, dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau yang mengingkari yang demikian."

Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Lebih baik memegang besi yang panas dari pada memegang atau meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya)".

Dalam hadits yang lain, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Barang siapa yang minum (minuman keras) atau berzina, maka Allah akan melepas imannya dalam hatinya, seperti seseorang melepaskan peci dari kepalanya (artinya kalau yang berzina itu meninggal ketika berzina, ia tidak sempat bertaubat lagi, maka dia meninggal sebagai orang kafir yang akan kekal di neraka)".

Oleh sebab itu, Allah SWT memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan, yaitu wanita yang bukan mahrom.

Sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 30,
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۟ مِنْ أَبْصَٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا۟ فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ

Arab-Latin: Qul lil-mu`minīna yaguḍḍụ min abṣārihim wa yaḥfaẓụ furụjahum, żālika azkā lahum, innallāha khabīrum bimā yaṣna'ụn

Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan: "Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku".

Khithbah, Perkenalan yang Diperbolehkan dalam Islam

Islam memiliki aturan yang sangat indah dari hubungan lawan jenis yang sedang jatuh cinta, yaitu dengan konsep khithbah. Khithbah adalah sebuah konsep pacaran berpahala dari dispensasi agama sebagai media legal hubungan lawan jenis untuk saling mengenal sebelum memutuskan menjalin hubungan suami-istri.

Konsep hubungan ini sangat dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis dan bermaksud untuk menikah. Proses penjajakan tersebut dilakukan sekedar untuk mengetahui sifat-sifat kepribadian masing-masing tanpa melampaui batas yang dilarang.

Mengutip laman NU Online, Kamis (11/5/2023) dijelaskan bahwa segala macam bentuk pacaran tidak dapat dibenarkan kecuali jika pacaran yang bermakna khitbah. Proses khithbah pun hanya membolehkan seorang lelaki memandang muka dan telapak tangan perempuan, tidak lebih.

Rasulullah SAW pun mengajarkan perlunya perkenalan dan menganjurkan adanya masa perkenalan walau dalam waktu yang singkat. Sebagaimana pengalaman Al-Mughirah bin Syu'bah ketika meminang seorang perempuan, maka Rasulullah berkomentar kepadanya: "Lihatlah dia (wanita itu), sesungguhnya melihat itu lebih pantas (dilakukan) untuk dijadikan lauknya cinta untuk kalian berdua".

Wallahu alam.




(dvs/lus)

Hide Ads