Berapa Rakaat Salat Jamak Dzuhur dan Ashar?

Berapa Rakaat Salat Jamak Dzuhur dan Ashar?

Azkia Nurfajrina - detikHikmah
Rabu, 26 Apr 2023 11:45 WIB
sholat ruku
Foto: Getty Images/iStockphoto/Rawpixel
Jakarta -

Di antara keringanan (rukhsah) yang ditetapkan syariat Islam bagi pemeluknya adalah menjamak salat wajib, atau dikenal dengan ketentuan salat jamak. Berapa rakaat pelaksanaan salat fardhu yang dijamak?

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi melalui bukunya Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah menjelaskan yang dimaksud dengan jamak salat, adalah menggabungkan dua salat fardhu yang tertentu secara taqdim (di waktu salat pertama) atau takhir (di waktu salat kedua).

Hukum menjamak salat adalah diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Namun, tak semua salat fardhu bisa dijamak, hanya empat waktu salatnya saja yang dapat digabungkan, yaitu; salat Dzuhur dijamak dengan Ashar (baik taqdim dan takhir), serta salat Maghrib digabung dengan Isya (baik taqdim dan takhir).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain keempat waktu tersebut yakni salat Subuh, tidak diperbolehkan untuk dijamak dengan salat apa pun.

5 Sebab yang Membolehkan Menjamak Salat

Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah serta buku 125 Masalah Salat karya Muhammad Anis Sumaji dan menyebutkan sejumlah kondisi dan alasan yang membolehkan seorang muslim untuk menggabungkan atau menjamak salat fardhunya:

ADVERTISEMENT

1. Ketika Berada di Arafah dan Muzdalifah

Para ulama menyepakati bahwa menjamak salat Dzuhur dan Ashar secara taqdim (di waktu Dzuhur) saat ada di Padang Arafah, dan menjamak salat Maghrib dan Isya secara takhir (di waktu Isya) kala berada di Muzdalifah, hukumnya adalah sunnah. Hal ini disandarkan pada sunnah fi'liyah (perbuatan) Nabi SAW.

2. Saat dalam Perjalanan (Safar)

Menjamak dua salat selama perjalanan, lalu dikerjakan pada salah satu waktu salatnya, diperbolehkan menurut pandangan mayoritas ulama. Ketentuan ini tidak dibedakan antara seorang muslim yang turun dari kendaraan kemudian mendirikan salat, atau muslim yang terus-menerus berada di atas kendaraannya.

3. Kondisi Hujan

Berdasarkan riwayat dari Abu Salamah bin Abdurrahman, ia berkata: "Termasuk sunnah jika hari hujan, untuk menjamak antara salat Maghrib dan Isya. Rasulullah SAW menjamak salat Maghrib dan Isya di malam yang hujan dengan lebat." (HR Bukhari)

Madzhab Maliki menerangkan batasan hujan deras di sini apabila terjadi malam hari, sehingga waktu salat Maghrib dan Isya boleh dijamak. Sementara jika hujan lebat turun di siang hari, tidak menjadikan jamak pada salat Dzuhur dan Ashar.

Tiga madzhab lainnya tidak memberi batasan kapan hujan itu turun. Asalkan hujan turun sangat deras, maka bisa menjadi alasan seseorang muslim untuk menjamak salatnya.

4. Sakit dan Udzur (Berhalangan)

Imam Hanbali berpemahaman bahwa boleh menjamak salat baik taqdim dan takhir lantaran keadaan sakit. Ia berpendapat karena kondisi ini lebih berat dibanding alasan hujan. Imam Nawawi pun menguatkan pandangan yang menyatakan demikian.

Adapun sakit yang menjadi sebab bolehnya menjamak salat adalah jika salat yang dikerjakan seorang muslim akan memberatkan atau berakibat pada penyakitnya, dan menyebabkan badan atau diri orang itu menjadi lemah.

5. Jamak karena Kebutuhan

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan, "Sekelompok imam berpendapat, dibolehkan menjamak salat saat hadhir (tidak bepergian) karena ada kebutuhan bagi siapa yang menjadikannya kebiasaan. Pandangan ini dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas, '(Rasulullah SAW) tidak ingin merepotkan umatnya. Beliau tidak menyebutkan alasannya apakah karena sakit atau lainnya."

Ibnu Abbas meriwayatkan, "Nabi SAW menjamak salat Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya di Madinah dalam kondisi tidak merasa takut dan tidak hujan." Ibnu Abbas ditanya, "Lalu apa yang beliau makdsud dengan hal itu?" Ibnu Abbas berkata, "Beliau tidak ingin menyulitkan umatnya." (HR Muslim)

Tata Cara dan Jumlah Rakaat Salat Jamak

Menukil Panduan Shalat Rasulullah oleh Imam Abu Wafa, menjamak salat fardhu dilakukan seperti pelaksanaan salat wajib pada lazimnya, yakni dengan jumlah rakaat sebagaimana salat yang dikerjakan, rukun dan sunnah salat biasanya.

Yang membedakan, seusai salam dari salat pertama yang didirikan, kemudian langsung dilanjutkan dengan salat setelahnya (salat yang dijamak). Misal, menjamak salat Dzuhur dan Ashar secara taqdim.

Berarti seorang muslim melaksanakan salat Dzuhur dan Ashar di waktu awal (di waktu Dzuhur). Pertama-tama, ia mendirikan salat Dzuhur terlebih dahulu. Setelah selesai mengerjakan empat rakaat, kemudian ia langsung bangkit kembali untuk menunaikan salat Ashar juga dengan empat rakaat.

Dalam sebuah riwayat yang dikutip dari kitab Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Ibnu Abbas mengatakan, "Nabi SAW di Madinah pernah salat tujuh dan delapan rakaat, Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya." (HR Bukhari)

Riwayat di atas menjelaskan bahwa Rasul SAW menjamak salat fardhu atau menggabungkan dua salat dalam satu waktu. Ucapan Ibnu Abbas tersebut juga mengisyaratkan bahwa Nabi SAW mengerjakan jamak salat wajib dengan jumlah rakaat sesuai aslinya, tanpa diringkas.




(lus/lus)

Hide Ads