Ketika seorang muslim berpuasa, maka hendaklah ia menghindari hal-hal yang makruh. Ada beberapa hal makruh saat puasa Ramadan yang harus dihindari demi mendapatkan keberkahan dari ibadah puasanya.
Saat berpuasa, kita tidak hanya dituntut untuk meninggalkan hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Sebagai muslim yang taat, kita juga dianjurkan agar meninggalkan perkara-perkara yang makruh dikerjakan.
Anjuran tersebut bertujuan agar kita yang berpuasa bisa mendapatkan kesempurnaan puasa yang dilakukan. Tidak hanya sekadar menahan rasa lapar dan haus saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Makruh dalam Ajaran Islam
Makruh secara bahasa berarti mubghadh (yang dibenci). Secara istilah berarti sesuatu yang dilarang oleh syar'i tetapi tidak secara ilzam untuk ditinggalkan.
Sesuatu yang dilarang syar'i berarti tidak mencakup yang wajib, mandub, dan mubah. Tidak secara ilzam untuk ditinggalkan berarti tidak mencakup yang muharram.
Dikutip dari buku Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam yang disusun oleh Iwan Hermawan, S.Ag., M.Pd.I., dalam istilah ushul fiqh, makruh adalah sesuatu yang dianjurkan syariat untuk meninggalkannya dan jika ditinggalkan akan mendapat pujian dan jika dilanggar tidak berdosa.
Sedangkan jumhur ulama mendefinisikan makruh adalah suatu larangan syara' terhadap suatu perbuatan, tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan atas haramnya perbuatan tersebut.
Hal-Hal yang Makruh Dikerjakan saat Puasa
Hal-hal yang dimakruhkan Allah dalam berpuasa adalah kebalikan daripada yang dianjurkan dalam berpuasa. Tidak membatalkan puasa tetapi orang yang melakukannya menjadi tercela.
Merangkum buku Tuntunan Ibadah Ramadan dan Hari Raya oleh R. Syamsul B., M. Nielda dan Fikih Puasa Serial Kajian Ramadhan oleh Mohammad Hafid, Lc., M.H., berikut ini adalah hal-hal yang dimakruhkan dalam berpuasa:
1. Mengunyah makanan tanpa menelannya (dalam ilmu Fiqih disebut 'Alqu), mencicipi makanan tanpa ada maksud atau tujuan tertentu
2. Menyelam ke dalam air meskipun untuk mandi wajib karena dikhawatirkan masuknya air ke rongga bagian dalam tubuh, sama halnya dengan berlebih-lebihan dalam berwudhu, berkumur-kumur, atau menggosok gigi hingga dikhawatirkan akan menyebabkan air masuk ke dalam tenggorokan.
3. Meninggalkan makan sahur atau makan sahur jam 12 malam (tidak mengakhirkan) dan mengakhirkan berbuka sementara dirinya mampu menyegerakan.
4. Bersiwak/menggosok gigi pada waktu setelah zawal (masuk waktu Dzuhur). Hal ini berdasarkan pendapat Imam Rofi'i, sedangkan menurut Imam Nawawi, tidak ada kemakruhan sama sekali untuk bersiwak bagi orang yang sedang melakukan puasa meski telah memasuki waktu zawal.
5. Berciuman dan bersenda gurau dengan pasangan (baik suami maupun istri) karena dikhawatirkan akan menjurus kepada hubungan seksual.
6. Berlebihan ketika berbuka. Meskipun telah menahan lapar dan haus selama seharian penuh, dimakruhkan untuk makan secara berlebihan saat berbuka puasa.
7. Sholat tarawih dengan tergesa-gesa (tidak tuma'ninah).
8. Hal-hal lain yang membahayakan puasanya, meskipun itu dibolehkan. Misalnya dengan berbekam (hijamah/mengeluarkan darah), olahraga berlebihan dan bekerja berlebihan, karena dikhawatirkan akan memperlemah orang yang berpuasa.
Mengurangi Makna Berpuasa
Yang paling penting untuk diperhatikan adalah seseorang yang sedang berpuasa hendaknya menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda,
"Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan (pahala) dari puasanya melainkan hanya lapar dan dahaga saja, dan berapa banyak orang yang bangkit beribadah di malam hari tidak mendapatkan (pahala) dari bangunnya itu kecuali sekadar begadang saja." (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).
Dijelaskan dalam buku Puasa Ibadah Kaya Makna karya Budi Handrianto, mereka yang melakukan kemaksiatan ketika berpuasa, terutama di bulan Ramadan, bulan penuh kesucian. Berpuasa tetapi ghibah, riya', tidak dapat menjaga mulut, telinga, dan penglihatannya. Berpuasa tetapi mengumbar hawa nafsu. Meskipun tidak membatalkan puasanya, sungguh sayang puasanya tidak berbuah pahala karena tertutupi oleh kemaksiatan tersebut.
Maksud dari puasa untuk mendapatkan derajat ketakwaan pun akhirnya tidak dapat tercapai. Berbuat dosa ketika puasa tidak bisa disebut dengan qadha atau fidyah, tapi harus ditebus dengan taubat yang benar dan memperbanyak amal saleh.
(dvs/dvs)
Komentar Terbanyak
Eks Menag Yaqut Tegaskan 2 Rumah Rp 6,5 M yang Disita KPK Bukan Miliknya
KPK Sebut Pejabat Kemenag Tiap Tingkat Dapat Jatah di Kasus Korupsi Kuota Haji
Cerita Khalid Basalamah Mengaku Jadi Korban dalam Kasus Kuota Haji