Hukum Membicarakan Orang Lain saat Berpuasa

Hukum Membicarakan Orang Lain saat Berpuasa

Nilam Isneni - detikHikmah
Rabu, 08 Mar 2023 07:00 WIB
Ilustrasi penyakit hati
Ilustrasi hukum membicarakan orang lain saat puasa. Foto: Getty Images/iStockphoto/Prostock-Studio
Jakarta -

Puasa menjadi salah satu ibadah yang banyak sekali manfaat serta keutamaannya. Saat berpuasa, umat Islam tidak boleh melakukan sesuatu yang akan membuat puasanya menjadi sia-sia, seperti membicarakan keburukan orang lain atau gibah.

Dalam Islam, manfaat-manfaat puasa ini dapat meliputi manfaat spiritual, sosial, ekonomis, politis, dan psikologis yang saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lainnya. Puasa mengajarkan kesabaran, disiplin diri, kemampuan untuk menanggung kesulitan menahan lapar dan haus.

Hal tersebut dijelaskan dalam buku Rahasia Puasa Ramadhan karya Yasin T Al Jibouri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Membicarakan Orang Lain Bisa Merusak Pahala Puasa

Dalam buku Salah Kaprah! Shalat, Puasa, Sedekah, dan Doa Penyebab Ibadah Tertolak, Rezeki Seret, dan Hidup Ruwet karya Rizem Azid dikatakan, umat Islam harus menjaga lidah dari perbuatan dusta seperti gibah. Sebab, itu merupakan perbuatan sia-sia dan hukumnya dapat menghilangkan pahala saat berpuasa.

Hal tersebut dikarenakan membicarakan keburukan orang lain itu dosa besar dan hukumnya haram. Bahkan dijelaskan pula bahwa karena hukum asalnya haram, jika dilakukan dalam keadaan berpuasa, bisa membatalkan puasa.

ADVERTISEMENT

Seperti sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Jabir RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Allah boleh jadi mengampuni seseorang yang telah berzina yang kemudian menyesali perbuatannya dan memohon ampunan-Nya. Namun, Allah SWT tidak akan memaafkan seseorang yang menggunjingkan orang lain, sebelum penderita gunjingan itu memaafkannya."

Bukan hanya itu, bahkan Allah SWT menyampaikan dalam firman-Nya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ١٢

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS Al Hujurat: 12)

Masih dalam buku yang sama, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa secara rohani yang membatalkan puasa ialah gibah (membicarakan keburukan orang lain), namimah (mencaci dan menyumpah orang lain terkait keburukannya atau menyebarkan kabar bohong tentang keburukan orang lain), sumpah palsu dan memandang dengan syahwat.

Nabi SAW bersabda, "Tahukan kalian apa itu gibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-nya yang lebih mengetahui." Nabi SAW bersabda, "Kamu menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya." Ditanyakan, "Bagaimana jika apa yang aku katakan itu ada pada diri saudaraku itu? "Nabi SAW menjawab, "Jika apa yang kamu katakan itu ada pada dirinya, maka sungguh kamu telah menggunjingnya, dan jika tidak ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menyebutkan hal yang dusta tentang dirinya." (HR Muslim)

Berbeda halnya yang dijelaskan dalam buku 89 Kesalahan Seputar Puasa Ramadhan karya Abdurrahman Al-Mukaffi bahwa bagi orang yang puasa, gibah dapat merusak pahala puasa. Akan tetapi, dia akan tetap berada dalam timbangan.

Terlepas dari itu, membicarakan keburukan orang lain merupakan perbuatan tercela yang dapat mengakibatkan dosa besar, bahkan Allah SWT melarang dengan keras perbuatan suka menggunjing tersebut.

Adab Berpuasa

Ada sejumlah adab dalam berpuasa agar ibadah tersebut tidak sia-sia. Dikutip dari buku Fiqhus Sunnah For Kids karya Hamid Ahmad Ath-Thahir berikut di antaranya:

1. Mengakhirkan makan sahur, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

تَسَخَرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُور بَرَكَةً

Artinya: "Makan sahurlah kalian, karena dalam sahur itu terdapat keberkahan."

2. Meninggalkan ucapan kotor, karena muslim yang diwajibkan berpuasa harus meninggalkan ucapan yang keji, kotor, dan buruk. Allah SWT berfirman,

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ ١ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ ٢ وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ ۙ ٣

"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna." (QS Al Mu'Minun: 1-3)

3. Menyegerakan berbuka. Rasulullah SAW bersabda,

لا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَلَ الْفِطْرَ (متفق عليه)

Artinya: "Umatku masih berada dalam kebaikan selama dia mempercepat berbuka puasa". (Muttafaq 'alaih)

4. Berbuka puasa dengan kurma, kering, basah, susu, atau air adalah termasuk sunnah.

5. Membaca doa ketika berbuka puasa. Berikut doanya,

اللهم لَكَ سُمْتُ وَ بِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَقطَرْتُه ذَهَب الظمأ و ابتلت العروق وَتَبَتِ الأَجْرُ إِن شَاءَ الله

Artinya: "Ya Allah, hanya karena Engkaulah aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, dan dengan rejeki-Mu aku berbuka. Rasa haus telah hilanh, urat-urat dalam tubuh telah segar kembali, dan insya Allah pahala telah diraih

6. Memperbanyak zikir dan membaca Al-Qur'an.

7. Dilarang berdusta, mengadu domba dan gibah.




(kri/kri)

Hide Ads